Waldeinsamkeit, Tradisi Warga Jerman Nyepi dan Semedi di Dalam Hutan

Baca Juga

MATA INDONESIA, BERLIN – Sama halnya dengan masyarakat Indonesia, orang Jerman juga gemar sekali menyendiri ketika sedang stres. Bahkan, kebiasaan itu sudah menjadi tradisi bagi mereka. Bedanya, hal itu mereka lakukan di dalam hutan. Adapun hutan yang mereka kunjungi yakni pendalaman Black Forest, Pegunungan Harz, dan taman nasional Bavaria. Tradisinya dinamakan Waldeinsamkeit. 

Kini, setelah pandemi Covid-19 melanda negara tersebut hingga menerapkan lockdown di beberapa daerah, tradisi tersebut makin sering dilakukan oleh warga Jerman. Terutama bagi mereka yang mencari ketenangan dan udara segar. Hal itu dapat dilihat dari hasil penelitian tahun lalu yang diterbitkan oleh Europan Forest Institute di Boon.

Mereka menyebut bahwa selama lockdown pertama dan kedua telah terjadi lonjakan pengunjung yang luar biasa. Hal itu dikatakan Jeanne-Layza Roux, seorang peneliti institute Hutan Eropa. ”Dalam penelitian kami baru baru ini, para pengunjung mengatakan bahwa mereka menemukan ketenangan. Studi baru lainnya yang sedang kami kerjakan menunjukan bahwa ada rasa bangkit untuk memperlakukan hutan sebagai atribut spiritual mereka,” kata Jeanne-Layza Roux.

Tradisi menyediri sudah tidak tabu lagi bagi mereka. Terlebih, di negara tersebut 33 persen dari luas daratannya adalah hutan. Bayangkan saja, ada sekitar 90 miliar pohon, 76 spesies pohon dan sekitar 1.215 spesies tumbuhan yang telah hidup entah dari kapan.

Nikolaus Wegnann, sejarawan sastra di Universitas Princenton mengatakan bahwa sampai kapanpun kebiasaan itu tidak akan pernah hilang. ”Tradisi pergi ke hutan adalah bagian dari kehidupan sehari hari bagi kami orang Jerman. Meskipun kami adalah salah satu negara dengan industri paling maju di dunia, anda tidak perlu pergi mencari hutan disini. Karena kami adalah warga hutan, bahkan sejak Kekaisaran Romawi, rakyatnya menggambarkan kami seperti itu,” kata Nikolaus Wegnann.

Secara khusus, Wegnann mengacu pada sejarawan Romawi Publius Cornelius Tacitus yang menulis tentang suku suku Jerman dan kecintaan mereka terhadap hutan. Jika ditelusuri, tradisi Waldeinsamkeit sudah dilakukan pada abad ke-18. Bahkan, Raplh Waldo, penulis esai popular Amerika pernah mencatat satu bait pada tahun 1858. Isi dari tulisan itu sebagai berikut “Hutan adalah teman setia saya, sama seperti tuhan,” tulisnya.

Berabad abad kemudian, Waldeinsamkeit telah berkembang menjadi simbol identitas Jerman, mulai dari Johann Wolfgang von Goethe, Herman Hesse, Martin Heidegger hingga Adolf Hitler. Beberapa dari mereka menganggap bahwa menyediri di hutan berguna untuk menyembuhkan penyakit stres. Bahkan, partai Nazi pun pernah mendorong orang orang untuk menanam pohon ek Jerman sebagai bentuk penghormatan kepada Adolf Hitler.

Hebatnya, kini ada beberapa organisasi di Jerman yang meluncurkan aplikasi Waldeinsamkeit bagi warga yang gemar menyendiri di hutan. Hal itu dikatakan langsung oleh Thorsten Muller, manajer dari aplikasi tersebut. “Aplikasi ini berfokus pada pernafasan dan latihan kesehatan mental serta fisik. Kita juga sudah merancangnya agar dapat digunakan di hutan manapun, tidak hanya di Jerman. Lebih tepatnya hal ini dapat mendorong pengunjung untuk fokus pada pernafasan,”kata Thorsten Muller.

Setelah aplikasi Waldeinsamkeit diluncurkan, sembilan jalur hutan telah dibuat di seluruh Jerman dengan papan kode QR. Mungkin dengan bantuan smartphone akan terlihat berlawanan, tetapi menurutnya, hal itu akan memudahkan orang Jerman saat menyendiri di hutan. “Sebagai psikolog, saya dapat melihat betapa pentingnya hubungan dengan hutan. Karena Waldeinsamkeit merupakan satu satunya hal yang layak untuk dilakukan,” kata Thorsten Muller.

Reporter : R Al Redho Radja S

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kasus ISPA di Jogja Capai 485 pada Oktober 2024, Dinkes Ingatkan Masyarakat Lebih Waspada

Mata Indonesia, Yogyakarta - Peralihan cuaca dari panas ke dingin di pertengahan November ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja mengingatkan terhadap adanya kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan radang tenggorokan (faringitis). Berdasarkan data, sebanyak 485 kasus ISPA dilaporkan di seluruh puskesmas Kota Jogja hanya dalam periode 13-17 Oktober 2024 bulan kemarin.
- Advertisement -

Baca berita yang ini