Walau Dibolehkan Tatap Muka, Sejumlah Daerah Memutuskan Tetap Pembelajaran Daring

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemerintah pusat telah memperbolehkan pemerintah daerah untuk melakukan proses pembelajaran tatap muka pada januari 2021.

Namun, sejumlah daerah memutuskan untuk menunda pelaksanaan sekolah tatap muka pada 4 Januari seiring dengan dimulainya semester genap tahun ajaran 2020/2021.

Seperti dikutip dari BBC, di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk tetap menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana, mengatakan keputusan itu dilakukan guna memastikan kesehatan dan keamanan siswa, guru, dan tenaga kependidikan di masa pandemi Covid-19.

Keputusan tersebut juga diterapkan Pemerintah Kota Depok lewat Surat Edaran Wali Kota Depok Nomor 420/621-Huk/Dinkes yang diterbitkan Selasa 29 Desember 2020.

Dinas Pendidikan Jawa Barat menyebut ada 785 SMA, SMK dan SLB yang siap menggelar pembelajaran  tatap muka. Kesiapan ini dilihat dari kemampuan menyediakan sarana pendukung pencegahan Covid-19.

Kepala Disdik Jawa Barat, Dedi Supandi, mengatakan penyelenggaraan sekolah tatap muka tetap memerlukan izin orangtua dan pemerintah daerah. Selain memberikan izin, pemerintah juga berhak menghentikan sekolah tatap muka apabila di sekolah muncul kasus Covid-19.

Pada konferensi pers yang digelar 20 November 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menyatakan walau keputusan membuka sekolah berada di tangan pemerintah daerah, tapi pembukaan sekolah juga harus disetujui kepala sekolah dan perwakilan orang tua murid. ”Kalau tiga pihak ini tidak mengizinkan, maka sekolah tidak diperkenankan dibuka,” kata Nadiem.

Nadiem juga menyebutkan bahwa orang tua berhak menentukan apakah anak mereka akan mengikuti proses pembelajaran tatap muka di sekolah atau tidak.

Di Bandung, pemerintah belum resmi mengeluarkan keputusan mengenai pembelajaran tatap muka lantaran semester genap baru akan dimulai pada 11 Januari 2021 mendatang. Namun, Disdik Bandung sendiri telah melakukan kajian yang melibatkan sejumlah ahli kesehatan dan pendidikan, termasuk SKPD Kota Bandung dan organisasi pendidikan.

“Hasil FGD (focus group discussion) direkomendasikan 100 persen PJJ [pembelajaran jarak jauh] diperpanjang,” ujar Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bandung, Cucu Saputra.

Iman Zaidir, ayah dari dua anak kelas 4 SD dan 2 SMP, meminta Pemkot Bandung tidak melaksanakan pembelajaran tatap muka, minimal sampai seluruh warga Bandung dapat vaksin Covid 19. Menurutnya, warga Bandung masih abai dengan protokol kesehatan.

Sampai saat ini, Kota Bandung masih kategori zona oranye, bahkan beberapa kecamatan berzona merah.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Perda memutuskan untuk menunda pembelajaran tatap muka pada Januari ini, sesuai dengan Surat Edaran dari Gubernur DIY. Alasannya, perkembangan Covid-19 masih mengkhawatirkan.

“Jadi paling cepat Februari,” kata Didik Wardaya, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY. Menurut Didik, beberapa perguruan tinggi sudah ada yang siap untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan, seperti UGM, UNY dan kampus lainnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga ikut memutuskan menunda pelaksanaan sekolah tatap muka. Keputusan itu tertuang dalam surat edaran bernomor 445/0017480 yang ditujukan kepada Bupati/Wali Kota terkait antisipasi peningkatan COVID-19 di daerah-daerah di Jawa Tengah.

Di Semarang, Sukaton Purtomo Priyatmo selaku Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga setempat, mengaku sejak semester lalu memberlakukan “buka tutup”. “Buka artinya di sekitar sekolah atau warga sekitar sekolah aman-aman saja ya kami buka. Tutup jika di sekitar sekolah ada yang positif, itu kami tutup. Kuncinya adalah izin orangtua dalam melaksanakan SKB 4 menteri,” ujarnya.

Aik Manuhoro, orangtua dari salah satu siswa SMP Negeri 2 Ungaran, Kabupaten Semarang, menyatakan tidak mau anaknya bersekolah tatap muka. “Alasan saya sebagai orangtua tidak bersedia kalau pembelajaran tatap muka, tidak ada jaminan bahwa anak-anak yang masuk itu tidak terpapar. Jangan-jangan pada OTG (orang tanpa gejala). Jadi selaku orangtua, saya was-was,” jelasnya.

Ada pula pihak sekolah dan orang tua yang mengambil jalan tengah.

Di Magelang, orangtua meminta para guru menjumpai anak-anak mereka di rumah secara berkala. “Karena kalau online kendala dengan sinyal. Alasan kedua, orangtua stres,” kata Andri Novantino, guru kelas 1 SD Negeri Jogonayan, Ngablak, Kabupaten Magelang.

Di Papua, para orang tua murid dari sejumlah sekolah di Kota dan Kabupaten Jayapura belum menerima kepastian terkait aktivitas belajar anak-anaknya pada semester genap.

Pada Senin pagi, 4 Oktober 2020, pintu gerbang SD YPK Yoka Waena, SD dan SMP Advent Abepura, dan SMP YPPK Santo Paulus Abepura hanya dibuka setengah. Halaman sekolah dan pinggiran jalan dari sekolah-sekolah yang biasanya ramai dengan kendaraan orang tua murid yang biasanya mengantar tampak sepi. Hanya tiga-empat motor yang terparkir milik guru.

Di SD dan SMP Advent Abepura, dan SMP YPPK Santo Paulus Abepura hanya didatangi oleh para guru. Namun, di SD YPK Yoka, nampak sejumlah orang tua murid bersama anak-anaknya sedang menunggu di halaman sekolah.

“Kami juga tidak tahu ini, apakah belajar atau tidak karena sudah jam begini tidak ada guru, tidak ada informasi juga ke kami kalau ada perubahan. Karena, kemarin waktu terima raport anak, gurunya bilang hari ini masuk sekolah tatap muka,” ujar seorang ibu yang mengantarkan anaknya yang masih duduk di kelas 1 SD YPK Yoka.

Kepala SMP YPPK Santo Paulus Abepura, Ferdinando Lase mengatakan berdasarkan arahan Direktur Yayasan YPPK se-Kota dan Kabupaten Jayapura, semua sekolah Yayasan Katolik di dua daerah ini akan tetap melangsungkan proses pembelajaran secara daring. Hal tersebut dikarenakan tingkat penyebaran Covid-19 yang tinggi di Kota dan Kabupaten Jayapura. Lagipula, pihaknya belum siap menggelar aktivitas belajar-mengajar tatap muka.

Hanny Nahuway, orang tua dari murid SMP YPPK Bonaventura Sentani dan murid SMA Lentera Harapan Sentani di Kabupaten Jayapura, menyambut baik rencana pembelajaran tatap muka di sekolah. Menurutnya, meski anak-anaknya bisa belajar secara online, hal tersebut dipandangnya belum cukup.

“Saya (memilih) kasih masuk saja ke sekolah. Karena kalau dipikir, [sekolah] pakai sistem online itu anak-anak cari jawaban di google, jawabannya cari disitu. Terus habis sudah. Mulai pegang HP lagi. Jadi, saya pikir wawasan anak-anak ini tidak berkembang. Jadi lebih baik anak ke sekolah,” ujar Hanny.

Karolina Marselina Onim, yang menyekolahkan anak-anaknya di SD Advent Abepura, SMP YPPK Santo Paulus Abepura, dan SMA Negeri 1 Abepura, memilih agar keenam anaknya tetap menjalani pembelajaran secara online dari rumah selama masa pandemi Covid-19. Menurutnya, minim fasilitas kesehatan menjadi alasan utamanya.

Menanggapi Surat Keputusan Bersama Empat Menteri, Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Papua, Christian Sohilait mengatakan perlu adanya pertimbangan kembali pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. Salah satu pertimbangannya adalah evolusi virus Covid-19 dengan gejala baru.

Pihaknya berencana mendorong pemerintah Provinsi Papua untuk menerbitkan peraturan yang mengatur proses belajar mengajar secara tatap muka sesuai SKB Empat Menteri. “Karena kebijakan di Papua tidak bisa disamaratakan bahwa sekolah semua harus dibuka atau ditutup,” katanya.

Dia menambahkan, hal ini juga disebabkan angka penularan Covid-19 di Papua terus meningkat. Berdasarkan data hingga 27 Desember 2020, ada 74 daerah zona merah, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang dilaporkan mencapai 60. Kota Jayapura satu di antaranya.

Reporter: Muhammad Raja A.P.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini