Oleh: Dwi Axela )*
Pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan langkah penting dalam memperkuat sistem pertahanan negara dengan tetap menegaskan supremasi sipil. Setelah melalui proses panjang di DPR, revisi ini akhirnya disahkan dengan fokus utama pada modernisasi peran TNI tanpa mengganggu tatanan demokrasi. Pemerintah dan DPR sepakat bahwa perubahan ini tidak hanya memastikan profesionalisme TNI, tetapi juga menjaga nilai-nilai demokrasi yang selama ini menjadi landasan negara.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa perubahan dalam UU TNI menitikberatkan pada tiga substansi utama, yakni perluasan tugas operasi militer selain perang (OMSP), peningkatan jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif, serta penyesuaian masa dinas keprajuritan. Langkah ini, menurut Puan, tetap berpegang pada prinsip demokrasi dan supremasi sipil, memastikan peran TNI dalam sistem pertahanan negara tidak keluar dari koridor konstitusi.
Salah satu perubahan signifikan dalam revisi ini adalah penambahan cakupan tugas pokok TNI dalam OMSP. Sebelumnya, TNI memiliki 14 tugas pokok, tetapi kini bertambah menjadi 16 dengan penekanan pada peran dalam menanggulangi ancaman pertahanan siber dan melindungi warga negara di luar negeri. Hal ini mencerminkan kebutuhan akan adaptasi TNI terhadap tantangan keamanan modern yang semakin kompleks.
Peningkatan fleksibilitas dalam penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga juga menjadi bagian penting dari revisi ini. Jika sebelumnya hanya 10 kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, kini jumlah tersebut bertambah menjadi 14. Meski demikian, aturan tersebut tetap tunduk pada regulasi administrasi di masing-masing lembaga, dengan tujuan utama menjaga profesionalisme dan tidak mengganggu supremasi sipil. Penempatan di luar 14 lembaga tersebut hanya diperbolehkan jika prajurit telah pensiun dari dinas aktif.
Masa dinas keprajuritan juga mengalami perubahan yang disesuaikan dengan jenjang kepangkatan. Sebelumnya, perwira pensiun pada usia 58 tahun dan Bintara serta Tamtama pada usia 53 tahun. Dengan revisi ini, usia pensiun diatur lebih fleksibel berdasarkan pangkat. Kebijakan tersebut diharapkan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan prajurit tetapi juga memastikan bahwa mereka tetap produktif selama masa dinas.
Puan menegaskan bahwa revisi ini merupakan bagian dari upaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan pertahanan dan prinsip demokrasi. Pemerintah bersama DPR memastikan bahwa setiap perubahan tetap berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia dan hukum internasional yang diakui. Tidak ada ruang bagi kembalinya peran militer dalam kehidupan sipil, yang sempat menjadi kekhawatiran beberapa kalangan.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani turut menegaskan bahwa revisi UU TNI bertujuan memperjelas peran TNI tanpa mengganggu supremasi sipil. Menurutnya, perubahan ini memastikan bahwa profesionalisme TNI tetap terjaga, dengan fokus pada tugas utama sebagai penjaga kedaulatan negara. Ia juga menyampaikan keyakinannya bahwa Presiden Prabowo Subianto akan segera menandatangani pengesahan ini setelah melalui proses administrasi yang berlaku.
Ahmad Muzani berharap semua pemangku kepentingan memahami manfaat revisi ini. Baginya, yang terpenting adalah implementasi yang efektif agar TNI semakin profesional dan mampu menghadapi tantangan modern. Dengan regulasi yang lebih jelas, peran TNI dalam menjaga stabilitas nasional diharapkan semakin optimal tanpa mengganggu kehidupan sipil.
Di sisi lain, dukungan juga datang dari kalangan politik. Politikus Partai Demokrat, Sigit Raditya, menyatakan bahwa revisi UU TNI merupakan langkah strategis dalam memperkuat sistem pertahanan nasional. Menurutnya, perubahan ini tidak hanya memastikan kapabilitas TNI dalam menghadapi tantangan keamanan masa depan tetapi juga menjaga agar peran TNI tetap berada dalam kerangka demokrasi dan supremasi sipil.
Sigit menekankan pentingnya aturan yang lebih adaptif agar TNI dapat menjalankan tugasnya secara optimal tanpa menimbulkan kekhawatiran akan dominasi militer dalam kehidupan sipil. Regulasi yang lebih tegas akan membantu menghindari tumpang tindih peran antara militer dan sipil, sekaligus memastikan stabilitas nasional tetap terjaga.
Ia juga menyoroti bahwa reformasi di tubuh TNI harus dilakukan secara berkelanjutan. Profesionalisme, netralitas, dan fokus pada pertahanan negara harus terus menjadi prioritas utama. Keterlibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil hanya diperbolehkan di lembaga yang relevan dengan keamanan dan pertahanan negara. Dengan demikian, peran TNI tidak akan melebar ke ranah politik atau ekonomi.
Revisi UU TNI ini menjadi bukti komitmen pemerintah dan DPR dalam memperkuat pertahanan negara dengan tetap menghormati prinsip demokrasi. Dukungan dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa perubahan ini dipandang sebagai langkah positif yang akan memperjelas peran TNI tanpa mengganggu supremasi sipil.
Sebagai institusi yang bertanggung jawab menjaga kedaulatan negara, TNI memerlukan aturan yang adaptif terhadap perubahan zaman. Dengan revisi UU ini, pemerintah memastikan bahwa TNI akan terus berkembang menjadi kekuatan yang profesional dan akuntabel. Prinsip supremasi sipil yang dijaga dalam revisi ini menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen pada demokrasi, dengan militer yang kuat namun tetap tunduk pada aturan sipil.
Pengesahan ini bukan sekadar perubahan regulasi, tetapi juga bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kekuatan pertahanan dan prinsip demokrasi. Dengan demikian, TNI diharapkan semakin siap menghadapi tantangan global tanpa melupakan akar konstitusional yang menjunjung tinggi supremasi sipil.
)* Pengamat Kebijakan Publik Lembaga Analisis Strategis Mandala