MATA INDONESIA, LONDON – Kejadian ini sekitar 66 juta tahun yang lalu, di Semenanjung Yucatan, Meksiko. Sebuah asteroid dengan lebar 12 kilometer menabrak Bumi. Ledakan dahsyat yang besarnya sulit dibayangkan hari ini — beberapa miliar kali lebih kuat dari ledakan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, membuar bumi berguncang. Sebagian besar hewan di benua Amerika langsung terbunuh karenanya. Dampak tabrakan ini juga memicu gelombang tsunami di seluruh dunia.
Berton-ton debu terbang hingga ke atmosfer, membuat Bumi diselimuti kegelapan. Terjadilah musim dingin yang sangat panjang dan menyebabkan banyak spesies binatang dan tanaman punah.
Di antaranya, yang paling simbolis, adalah spesies dinosaurus. Tapi bagaimana keadaan dinosaurus sebelum bencana ini terjadi?
Sebuah studi terbaru soal ini baru saja dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Communications. Dalam studi ini diadakan penelitian enam keluarga dinosaurus. Species yang dipilih dari yang paling representatif dan paling beragam selama 40 juta tahun sebelum tabrakan asteroid.
Tiga di antaranya adalah karnivora: Tyrannosauridae, Dromaeosauridae (termasuk Velociraptor, yang dipopulerkan oleh film Jurassic Park) dan Troodontidae (dinosaurus kecil seperti burung).
Sementara, tiga lainnya adalah herbivora: Ceratopsidae (yang diwakili oleh Triceratop), Hadrosauridae (keluarga yang paling beragam), dan Ankylosauridae (diwakili oleh Angkylosaurus, dinosaurus yang seluruh tubuhnya tertutup oleh cangkang tulang dengan ekor seperti sekop).
Hewan-hewan ini adalah jenis yang hidup puluhan juta tahun dan benar-benar musnah saat asteroid menabrak bumi. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pada tingkat apa keluarga dinosaurus ini berubah — membentuk spesies baru — atau punah.
Selama lima tahun penelitian, semua informasi dikumpulkan untuk mengetahui tentang hewan ini, termasuk berapa sebenarnya jumlah mereka yang bertahan dan hidup. Dalam ilmu paleontologi, setiap fosil diberikan nomor unik supaya bisa dilacak, sehingga kita bisa mengikutinya melalui literatur ilmiah dari waktu ke waktu.
Penelitian Membosankan
Dalam proses penelitian memang cukup membosankan. Bayangkan membuat inventarisasi dari sebagian besar fosil yang telah ditemukan dari keenam keluarga dinosaurus, yang mewakili lebih dari 1.600 individu dari sekitar 250 spesies.
Tidak mudah untuk mengkategorikan setiap spesies dan menanggalinya dengan benar: seorang peneliti mungkin mencatat tanggal dan spesies tertentu, kemudian peneliti yang lain membuat analisis berbeda.
Dalam kasus seperti itu, keputusan ketua tim penelitian harus jelas karena terlalu banyak keraguan saat setiap peneliti mempunyai analisanya. Malah kalau fosil-fosil itu kemudian membingungkan maka segera disingkirkan.
Setelah semua fosil dikategorisasikan dengan benar, dibuatlah model statistik untuk memperkirakan jumlah spesies yang berevolusi dari waktu ke waktu untuk setiap keluarga.
Tim peneliti menelusuri spesies yang muncul dan menghilang antara 160 dan 66 juta tahun lalu dan memperkirakan, untuk setiap keluarga, tingkat spesiasi — yakni evolusi spesies baru — dan kepunahan seiring waktu.
Penurunan tajam
Nah yang menarik dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah spesies-spesies dinosaurus menunjukkan penurunan tajam sejak 10 juta tahun sebelum asteroid menyerang. Penurunan ini menarik karena terjadi di seluruh dunia dan terjadi pada kelompok karnivora, seperti Tyrannosaurus, dan kelompok herbivora, seperti Triceratop.
Beberapa spesies bahkan mengalami penurunan jumlah yang tajam, seperti Angkylosaurus dan keluarga Ceratopsia, dan hanya satu keluarga dari enam yang diteliti — yakni Troodontis — yang menunjukkan penurunan kecil, yang terjadi di lima juta tahun terakhir keberadaan dinosaurus.
Apa yang menyebabkan penurunan tajam ini? Salah satu teori adalah perubahan iklim. Pada saat itu, Bumi mengalami periode pendinginan global sebesar 7-8 derajat celcius.
Dinosaurus butuh iklim hangat agar metabolisme mereka berfungsi dengan baik. Dinosaurus bukanlah hewan ektotermik (berdarah dingin) seperti buaya atau kadal, juga bukan hewan endotermik (berdarah panas) seperti mamalia atau burung.
Mereka adalah mesotherms, yang memiliki sistem metabolisme antara reptil dan mamalia, dan membutuhkan iklim yang hangat untuk mempertahankan suhu mereka agar dapat melakukan fungsi biologis dasar.
Dan penurunan suhu Bumi pastinya memberikan dampak yang besar terhadap mereka.
Dalam penelitian itu terjadi perbedaan penurunan antara herbivora dan karnivora: dinosaurus pemakan tumbuhan menurun sedikit lebih cepat daripada dinosaurus pemakan daging.
Kemungkinan penurunan dinosaurus herbivora ini yang menyebabkan penurunan dinosaurus karnivora.
Inilah yang disebut dengan kepunahan cascade.
Satu pertanyaan besar yang belum terjawab: apa yang akan terjadi pada dinosaurus bila tabrakan asteroid itu tak pernah terjadi?
Apakah dinosaurus akan tetap punah, mengingat penurunan jumlah spesies yang telah terjadi, atau bisakah populasi mereka naik kembali?
Banyak ahli paleontologi percaya bahwa jika dinosaurus bertahan, maka primata — dan karena itu manusia — tidak akan pernah muncul di Bumi.
Fakta penting, kemungkinan naiknya lagi populasi spesies bisa sangat heterogen dan bergantung pada kelompok, sehingga beberapa kelompok akan bisa bertahan dan yang lainnya tidak.
Hadrosaurus atau dinosaurus “berparuh bebek”, misalnya, menunjukkan beberapa ketahanan terhadap penurunan populasi dan kemungkinan bangkit kembali setelahnya.
Jadi sebenarnya ada atau tidak adanya asteroid menabrak bumi, seiring waktu dinosaurus pun perlahan-lahan akan musnah dan ini juga bisa terjadi pada mahluk lainnya termasuk manusia.
Reporter: Irania Juliasih