MATA INDONESIA, MADINAH – Masjid Nabawi adalah tempat paling suci kedua bagi umat Islam setelah Masjidil Haram di Mekkah. Al-Masjid an-Nabawis ini merupakan masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam dan kini menjadi salah satu masjid terbesar di dunia.
Tapi, tahukah Anda bahwa awalnya masjid ini luasnya hanya 30×35 meter?
Masjid ini didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di sebelah rumahnya pada tahun 632. Bangunan masjid sebenarnya dibangun tanpa atap dan pada waktu itu dijadikan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat, majelis, dan sekolah agama.
Menurut sejarawan Mubarakfuri, Rasulullah SAW tiba di Madinah dan membeli lahan seharga 10 Dinar untuk mengeringkan kurma. Kemudian, dirinya membangun masjid di lahan itu, yang dimulai dari dinding berfondasi batu. Ketika pembangunan itu selesai, masjid itu hanya memiliki tiga pintu dan menghadap Masjid Al-Aqsa.
Di bagian belakang masjid ada tempat yang teduh untuk menampung orang miskin dan orang asing, namanya “Al-saffa”.
Ketika para sahabat meminta Nabi untuk memperkuat atap dengan lumpur, beliau menolak. Lantai masjid tidak ditutupi dengan apa pun hingga tiga tahun kemudian.
“Luas awal masjid adalah 1.050 meter persegi sebelum diperluas menjadi 1.452 meter persegi atas perintah Nabi, tujuh tahun sesudah Hijrah,” kata juru bicara Masjid Nabawi Sheikh Abdulwahed Al-hattab.
Rumah Nabi, berada di samping masjid itu dan disitulah Nabi wafat serta dimakamkan. Saat itu ketika Rasullulah SAW wafat para sahabat beruding mengenai tempat dimana Nabi akan dimakamkan. Tidak lama kemudian, Abu Bakar memberi tahu bahwa nabi pernah bersabda ‘para nabi dimakamkan di tempat dimana Allah SWT mencabut nyawa mereka’. Dari situlah, Nabi Muhammad SAW dimakamkan di ruangan sang istri, Aisyah. Kini, rumah dan makam Rasulullah SAW menjadi salah satu bagian dari masjid.
Ketika Abu Bakar sakit, ia meminta izin Aisyah agar bisa dimakamkan di dekat makam Nabi Muhammad, dan Aisyah setuju. Demikian juga dengan Umar bin Khattab — khalifah kedua. Ia mengajukan permintaan yang sama dan Aisyah, yang merupakan anak Abu Bakar, juga mengizinkan.
Menurut Dr. Zarewa, keutamaan Masjid Nabawi ini bagi umat Muslim adalah salat yang dilaksanakan di sini pahalanya 1.000 kali lipat daripada di masjid lain, kecuali di Masjidil Haram. Tambahan lagi, Masjid Nabawi adalah satu dari tiga masjid yang dianjurkan dikunjungi oleh Muslim dengan menempuh perjalanan jauh. Jutaan Muslim mengunjungi masjid ini dalam kesempatan menunaikan ibadah Haji dan Umrah.
Pengembangan masjid ini tidak lepas dari pengaruh kemajuan penguasa-penguasa Islam. Pada 1909, tempat ini menjadi tempat pertama di Semenanjung Arab yang diterangi pencahayaan listrik.
Awalnya ukuran masjid ini sekitar 1.050 meter persegi dan diperluas hingga 1.452 meter persegi atas perintah Nabi. Kemudian, perkembangan terus dilakukan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Usman, Bani Umayyah dan Abbasiah, Khalifah Usmani hingga era Arab Saudi sekarang ini.
Raja Abdulazeez Al-Saud memperluas ukuran 16.327 meter persegi pada tahun 1950. Kemudian, pada tahun 1973, Raja Faisal memperluas menjadi 35.000 meter persegi. Yang terakhir terjadi pada tahun 2012 mendiang Raja Abdullah melakukan modernisasi masjid. Fase ketiga pengembangan masjid sedang dilakukan, mereka berharap tahun 2040 masjid itu bisa menambah 1,2 juta jemaah. Selain peningkatan populasi di Madinah, landasan asli masjid dipertahankan sebagai sumbu dalam perluasan ke berbagai arah.
Dr Zarewa mencatat bahwa Khalifah Umar pernah mengatakan tak apa memperluas masjid ini bahkan hingga sampai Suriah, selagi masih di atas fondasi awalnya. Dalam makalah berjudul “Nabi Muhammad SAW dan urbanisasi Madinah”, Dr. Spahic Omer mengatakan masjid ini kini luasnya 100 kali lipat ukuran aslinya dan tersebar hingga hampir menutupi kota tua Madinah.
Profesor Omer menjelaskan bahwa pagar luar masjid kini merupakan batas Janatul Baqi, pemakaman yang pada masa Nabi terletak di kawasan luar kota Madinah. Perluasan pertama dilakukan di era khalifah Umar, dengan membeli lahan di kawasan barat, selatan dan utara masjid.
Penerus Umar, Usman, juga melakukan perluasan masjid setelah melakukan konsultasi dengan para sahabat pada 29 H atau pada tahun 650. Perluasan terus dilakukan di era kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah yang membuat luas masjid bertambah menjadi 8.890 meter persegi dengan 60 jendela dan 24 pintu.
Di era Usmani, juga dilakukan renovasi dan perluasan.
Pada era Saudi, Raja Abdulazeez Al-saud pada 1950 memperluas masjid menjadi 16.327 meter persegi, dengan 706 tiang dan 170 kubah. Terus bertambahnya pengunjung mendorong Raja Faisal pada 1973 mengalokasikan area seluas 35.000 meter persegi di barat masjid untuk mendukung kegiatan di masjid tersebut.
Perluasan terbesar dilakukan pada 2012 atas perintah mendiang Raja Abdullah agar masjid bisa menampung sekitar dua juta jemaah. Menteri Keuangan Arab Saudi, Ibrahim Al-Assaf, menyatakan gabungan luas masjid dan plaza nantinya 1.020.500 meter persegi, dengan rincian kapasitas masjid dan plaza masing-masing satu juta dan 800.000 jemaah.
Menurut juru bicara Badan Pengelola Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Sheikh Abdulwahed Al-hattab, Raja Abdullah memerintahkan pemasangan 250 payung besar yang melindungi area seluas 143.000 meter persegi. Kanopi otomatis ini melindungi jemaah dari terpaan matahari dan hujan. Menurut Sheikh Hattab, ada 3.200 pekerja yang membersihkan masjid itu. Fase ketiga pengembangan masjid sedang dilakukan dan pada tahun 2040 diharapkan bisa menampung tambahan 1,2 juta jemaah.
Keindahan Masjid
Masjid dibangun dengan arsitektur dan teknologi yang menakjubkan, dengan presisi dan kemegahan di seluruh gedung. Keindahan masjid ini ada pada teknologi, arsitektur, pengelolaan, efisiensi dan presisinya, mulai dari interior sampai bagian luarnya.
Mulai dari dalam gedung hingga ke halaman, dan atap gedung, masjid ini dipenuhi berbagai ornamen yang memanjakan mata. Dari ukuran dan tinggi, kubah dan menara, halaman dan kanopi, atap dan langit-langit serta sistem pengeras suara, pendingin, dinding dan lantai, pintu dan tangga, pilar bahkan karpet. Semuanya mengandung keindahan.
Juru bicara Masjid Nabawi, Sheikh Abdulwahed Al-hattab, mengatakan kompleks bangunan dan halaman masjid dilengkapi dengan 250 payung otomatis yang dipasang untuk melindungi jemaah dari cuaca panas dan hujan. Setiap payung dilengkapi sistem pengairan tersendiri dan bisa melindungi sekitar 800 jemaah, menutupi ruang seluas 143 meter persegi.
Salah satu fitur terkenal Masjid Nabawi adalah Kubah Hijau yang berada di tenggara masjid, lokasi tempat peristirahatan terakhir Nabi Muhammad, yang dulunya merupakan kamar Aisyah, istri Nabi. Menurut Al Samhudi dalam “Wafa Al-Wafa” kubah pertama di bangun pada tahun 1279 (678 H) Sultan Qalawun. Kubah itu berbentuk persegi di dasarnya dan persegi delapan dari atasnya.
41 Gerbang.
Di atas setiap pintu, terdapat plakat batu dengan aksara Arab: “Masuklah dengan damai dan aman” (diambil dari Surat Al-hijr, 15:46). Jumlah keseluruhan pintu adalah 85.
Beberapa gerbang memiliki pintu satu, dua, tiga atau bahkan lima. Nama-nama gerbang yang ada di Masjid Nabawi.
- Bab Al-salam
- Bab Abubakar Siddiq
- Bab Al-rahmah
- Bab Al-hijrah
- Bab Quba
- Bab Al-malik Sa’ud
- Babu Imam Al-bukhari
- Bab Al-aqiq
- Bab Al-sultan Abdulmajid
- Bab Umar bn Al-Khattab
- Bab Badr
- Bab Al-malik Fahd
- Bab Uhud
- Bab Usman bn Affan
- Bab Ali bn Abi-talib
- Bab Abu-zar
- Bab Al-imam Muslim
- Bab Al-malik Abdulaziz
- Bab Makka
- Bab Bilal
- Bab Nisa’
- Bab Jibril
- Bab Al-baqi’
- Bab Al-ana’iz
- Bab Al-a’imma
Raudlah
Raudhah adalah suatu tempat di dalam Masjid Nabawi yang letaknya ditandai dengan tiang-tiang putih, berada diantara Rumah Nabi (sekarang Makam Rasulullah SAW) sampai mimbar. Adapun luas Raudhah dari arah timur ke barat sepanjang 22 meter dan dari utara ke selatan 2 meter. Raudhah adalah tempat yang mustajab untuk berdo’a.
Nabi Muhammad SAW memberi nama tempat tersebut Raudhatul Jannah atau Taman Surga. Semula lokasi Raudhah berada di luar Masjid Nabawi atau tepatnya di antara rumah Nabi dan mighrab di masjid. Namun seiring perluasan Masjid Nabawi yang telah dilakukan beberapa kali, lokasi itu saat ini berada di dalam masjid. Dahulu, Nabi Muhammad sering duduk untuk membacakan wahyu dan mengajarkannya kepada sahabatnya di Raudhah. Nabi pernah bersabda, “Antara kamarku dan mimbarku terletak satu bagian dari taman surga.”
Sedangkan kamar yang dimaksud sekarang menjadi makam Nabi, sesuai wasiatnya yang mengatakan, “Tidak dikuburkan seorang Nabi, kecuali di tempat dia meninggal.” Berdasarkan hadis itulah kebanyakan umat Islam berusaha untuk bisa berada di Raudhah. Jamaah berupaya melaksanakan shalat di tempat itu. Mereka berharap dengan bisa berada di salah satu taman surga tersebut nantinya akan dimasukkan sebagai ahli surga.
Imam pertama masjid
Imam pertama Masjid Nabawi adalah Nabi Muhammad SAW. Namun setelah ia wafat, imam shalat dilanjutkan oleh para sahabat dan generasi penerus, salah satunya yaitu khalifah pertama Abu Bakar.
Nabi Muhammad sendiri tidak punya wakil imam, sekalipun terkadang ia memerintakan Abu Bakar untuk menjadi imam bagi para sahabat yang lain.
Namun pernah Nabi masuk masjid ketika Abu Bakar sedang menjadi imam, Abu Bakar mundur dan Nabi kemudian menggantikannya.
Sesudah Nabi wafat, Abu Bakar menjadi khalifah pertama, dan Imam di Madinah.
Saat ini, Sheikh Abdul Rahman Al-Hudaify merupakan imam masjid, walaupun pada tanggal 11 Oktober 2019, kerajaan mengumumkan dua imam lagi, Sheikh Ahmed Hudaify, putra imam sekarang dan Sheikh Khalid Al Muhanna.
Imam-imam pembantu lain juga ditunjuk, khususnya untuk berjaga selama salat Tahajud.
Berikut nama-nama imam di Masjid Nabawi:
- Sheikh Abdulrahman Ali Hudhaify
- Sheikh Abdul Bari Ath Thubaiti
- Sheikh Salaah Budair
- Sheikh Abdullah Buayjaan
- Sheikh Ahmad Al Hudhaify
- Sheikh Ahmad Taleb Hameed
- Sheikh Hussain Aal Sheikh
- Sheikh Imaad Zuhair Hafiz
- Sheikh Khalid Al Muhanna
Muazin pertama
Muazin pertama dari Masjid Nabawi adalah Bilal Bin Rabah yang ditunjuk langsung oleh Nabi Muhammad. Kini masjid itu memiliki 17 muazin menurut muazin utama, Sheikh Abdul Rahman Khashogji yang dilaporkan oleh surat kabar Al-Riyad. Setiap harinya, tiga muazin menyerukan azan dari Mukabbariyah (tempat khusus azan).
Berikut adalah nama-nama muazin:
- Sheikh Adul Majeed Surayhi
- Sheikh Abdul Rahman Kashukji
- Sheikh Abdullah Hattab Al Hunaini
- Sheikh Adil Katib
- Sheikh Ahmed Afifi
- Sheikh Ahmed Ansari
- Sheikh Anas Sharif
- Sheikh Ashraf Afifi
- Sheikh Esam Bukhari
- Sheikh Faisal Noman
- Sheikh Hassan Kashukji
- Sheikh Iyad Shukri
- Sheikh Mahdi Bari
- Shiekh Muhammad Majid Hakeem
- Shiekh Muhammmad Qassas
- Sheikh Sami Dewali
- Sheikh Saud Bukhari
- Shiekh Umar Kamaal
- Sheikh Umar Sunbul
- Sheikh Usaama Akhdar
Mimbar (tempat nabi menyampaikan khotbah)
Menurut Al-mubarakfuri, mimbar pertama dibuat dari kayu kurma dan memiliki tiga anak tangga. Sejak saat itu Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya menggunakan mimbar untuk menyampaikan khotbah.
Dalam sejarahnya, dikisahkan bahwa pada mulanya mimbar adalah sebuah gundukan sebagai tempat duduk Rasulllah SAW. Ini dimaksudkan agar Rasulullah SAW mudah mengenali orang asing yang datang saat menyampaikan khutbah. Pembuatan gundukan itu dilatari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, kemudian datang orang asing yang tidak dikenal. Para sahabat lalu minta izin untuk membuat tempat duduk agar beliau mudah mengenali orang asing itu.
Ini berarti mimbar yang saat ini dikenal menjadi tempat khatib menyampaikan khutbah di masjid-masjid sejatinya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Tidak seperti mimbar yang ditemui di banyak masjid saat ini, kala itu mimbar dibuat dengan sangat sederhana. Mimbar Rasulullah SAW hanya terbuat dari tumpukan batu bata dan kayu dari pelepah kurma.
Mihrab (tempat imam memimpin salat)
Mihrab mulai dibangun dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Masjid Nabawi. Dalam perkembangannya, saat ini terdapat enam mihrab di masjid Rasul itu. Mihrab pertama yakni, mihrab Nabi SAW yang terletak di bagian Raudah antara mimbar dan makam Rasulullah. Yang kedua adalah Mihrab Utsmani. Ketiga, Mihrab Hanafi sekarang mihrab Sulaimani yang dibangun Togan Syekh sesuadah tahun 860 H. Mihrab ini dihiasai marmer putih dan hitam oleh Sulaiman I dari Kerajaan Ottoman pada 938 H. Keempat, Mihrab Tahajud terletak di belakang bekas kamar Fatimah Az-Zahra. Kelima, mihrab Fatimah yang terletak disebelah mihrab tahajud. Keenam adalah mihrab tarawih, yang sering digunakan imam Masjid Madinah saat memimpin shalat.
Kubah hijau
Sama halnya dengan Al Raudah, kubah hijau yang ada di Masjid Nabawi juga membuat para jemaah takjub dibuatnya. Keberadaan kubah hijau di atas makam Nabi SAW baru muncul pada abad ke-7 Hijriyah. Yang pertama kali membangunnya adalah Sultan Qalawun. Awalnya kubah tidak dicat, masih berwarna kayu. Namun kemudian dicat putih, lau cat biru dan yang terakhir berwarna hijau hingga sekarang.
Dalam bukunya Fushul Min Tarikh Al-Madinah Al-Munawwarah, Prof Ali Hafidz mengatakan, belum pernah ada kubah di atas rumah makam Nabi SAW. Dahulu di atap masjid yang lurus dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang berdiri untuk membedakan antara ruang makam dengan bagian atap masjid lainnya.
Sulton Qalawun As-Shalihi, dialah yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut. Dikerjakan pada tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang dari sisi bawah, sedangkan atasnya berbentuk delapan persegi dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas tiang-tiang yang mengelilingi kamar, dikuatkan dengan papan dari kayu, lalu dikuatkan lagi dengan tembaga, dan ditaruh di atas kayu dengan kayu lain.
Kubah tersebut diperbarui pada zaman An-Nasir Hasan bin Muhammad Qalawun, kemudian papan yang ada tembaganya retak. Lalu diperbarui dan dikuatkan lagi pada masa Al-Asyraf Sya’ban bin Husain bin Muhammad tahun, 765 H. Akan tetapi ada kerusakan, dan diperbaiki pada zaman Sultan Qaytabai tahun 881 H.
Rumah dan kubah sempat ikut terbakar pada saat terjadi kebakaran Masjid Nabawi tahun 886 H. Lalu pada zaman Sultan Qaytabai tahun 887 H, kubahnya diperbarui. Dan dibuat pondasi yang kuat di tanah Masjid Nabawi, dibangun dengan meninggikan batanya.
Pada tahun 1253 H Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani mengeluarkan perintah untuk mengecat kubah dengan warna hijau. Ia yang pertama kali mengecat kubah dengan warna hijau. Kemudian cat tersebut terus menerus diperbarui setiap kali dibutuhkan, sampai hari ini. Dinamakan kubah hijau setelah dicat hijau. Dahulu dikenal dengan Kubah Putih, Fayha dan Kubah Biru.
Perpustakaan
Masjid Nabawi ternyata punya perpustakaan yang cukup lengkap. Badan Pengelola Masjid mengatakan bahwa perpustakaan ini dibangun pertama kali pada tahun 1352 Hijriah atas usulan dari Direktur Awkaf Madihan dan Obaid Madani. Di dalamnya terdapat ruang baca dan ruang audio untuk menyimpan materi kuliah, khotbah maupun salat.
Sebagian besar koleksi buku perpustakaan berbahasa arab, namun ada satu ruangan khusus yang menyediakan buku-buku dengan bahasa asing, diantaranya bahasa Indonesia, Inggris, Urdu dan Turki. Koleksi buku terbilang cukup lengkap, terdiri dari berbagai macam tema, seperti sirah nabawiyah, sejarah kota Madinah dan Makkah, buku-buku tentang sejarah kehidupan Rasulullah, buku karangan Imam Hanafi, Imam Maliki dan buku Ulumul Qur’an.
Reporter : R Al Redho Radja S