MATA INDONESIA, DUBLIN – Dengarlah sejenak suara serak Bono, vokalis U2 di lagu Sunday Bloody Sunday.
Oh, I can’t close my eyes and make it go away
How long? How long?
We can be as one
Tonight
Bodies strewn across the dead-end street
But I won’t heed the battle call
It puts my back up, puts my back up against the wall
Lirik sederhana dengan retorika yang berhasil. Lagu U2 ini mengambarkan kegalauan Bono, atas peristiwa 30 Januari 1972 ketika Resimen Paratroop Angkatan Darat Inggris menewaskan 14 orang. Dan melukai 14 lainnya saat demonstrasi hak-hak sipil di Derry, Irlandia Utara.
Peristiwa itu terkenal dengan insiden “Bloody Sunday”. Terjadi di Irlandia Utara.
Salah satu peristiwa penting yang terjadi dari konflik berkepanjangan di Irlandia Utara yang terkenal sebagai insiden “The Troubles”.
Insiden ini adalah rangkaian pertumpahan darah di Irlandia Utara, tempat kelahiran para personel U2. Sebagai perang antara kubu Protestan dan Katolik. Dan menorehkan luka yang mendalam bagi orang Irlandia, yang merasa terjajah dalam kekuasaan Kerajaan Inggris.
Saat itu, kejadiannya Minggu 30 Januari 1972 pukul 15.00. 10.000 orang berkumpul di Londonderry. Para demonstran ini menggelar protes agar hak-hak sipilnya terpenuhi.
Demi menghindari keributan, serdadu Inggris menutup rute para demonstran. Bentrok pun tak terhindarkan. Aksi lempar batu dibalas aparat keamanan dengan meriam air, gas air mata, sampai peluru karet.
Tatkala kerusuhan mulai menyebar ke beberapa titik, militer Inggris menurunkan pasukan parasut untuk meredam kekacauan. Namun pasukan itu malah menambah masalah dengan menembaki kerumunan dan menewaskan 14 demonstran.
Menurut laporan The Guardian, seluruh korban adalah laki-laki yang berusia 17 sampai 41 tahun. Seorang pria berusia 59 tahun meninggal beberapa bulan kemudian akibat luka-lukanya.
Tragedi pada Minggu 30 Januari 1972 yang terkenal sebagai Minggu Berdarah (Bloody Sunday). Itu adalah episode klimaks The Troubles.
Pada 1996, perundingan yang lebih serius kembali bergulir. Kali ini pihak-pihak yang sudah lelah dengan konflik bersikap lebih realistis. Amerika Serikat berperan aktif dengan menunjuk senator veteran George Mitchell sebagai ketua perundingan yang kemudian menghasilkan Kesepakatan Jumat Agung (Good Friday Agreement).
Pada tahun 2010, David Cameron, Perdana Menteri yang menjabat saat itu mendengar tuntutan dari para pihak korban dan meminta maaf secara terbuka. Ia juga mengatakan kalau siap untuk memberikan kompensasi kepada para korban dan keluarga korban saat itu.
Reporter: Desmonth Redemptus Flores So