Oleh : Gavin Asadit )*
Pemerintah resmi meluncurkan program stimulus ekonomi dengan total anggaranRp24,44 triliun pada awal Juni 2025. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai bentuk respons strategis atasmelemahnya pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal pertama tahun ini.
Ketua Fraksi Partai Gerindra, Budisatrio Djiwandono, juga menyatakan bahwastimulus ini sebagai langkah terukur untuk mendongkrak daya beli masyarakat, memperkuat konsumsi domestik, sekaligus mendorong pemerataan ekonomidaerah.
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa(PKB), Bertu Merlas mengatakan agar Pemerintah memanfaatkan semuamomentum untuk mendongkrak daya beli masyarakat di satunya masa libur sekolah.
“Pemerintah telah menyiapkan paket stimulus ekonomi. Kami akan kawalimplementasi di lapangan agar bisa efektif meningkatkan pertumbuhan ekonominasional. Apalagi momentum libur sekolah biasanya ditandai dengan peningkatandaya beli masyarakat yang cukup signifikan,” Jelasnya.
Program stimulus ini dirancang dengan tujuan utama meningkatkan konsumsi dan mobilitas masyarakat menjelang dan selama periode libur sekolah Juni hingga Juli 2025. Salah satu komponen utamanya adalah pemberian diskon pada sektortransportasi umum. Pemerintah memberikan diskon tiket kereta api kelas ekonomisebesar 30 persen bagi sekitar 2,8 juta penumpang. Untuk moda transportasi udara, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiket pesawat kelas ekonomi ditanggung pemerintahsebesar 6 persen, yang ditargetkan menjangkau enam juta penumpang. Sementaraitu, untuk transportasi laut, pemerintah memberikan diskon 50 persen pada tarifkapal penumpang bagi setidaknya 500 ribu warga. Total anggaran yang dialokasikanuntuk paket transportasi mencapai sekitar Rp940 miliar.
Selain itu, diskon tarif tol sebesar 20 persen juga diberikan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dalam skema pembiayaan non-APBN. Diskon ini berlaku selama 14 harimenjelang dan setelah masa liburan sekolah, dan diperkirakan akan dimanfaatkanoleh lebih dari 110 juta kendaraan. Langkah ini diharapkan bisa menurunkan biayaperjalanan antardaerah serta mendukung distribusi barang dan jasa selama masa konsumsi tinggi.
Di sisi lain, pemerintah juga menebalkan program perlindungan sosial untukmenambah daya beli masyarakat rentan. Tambahan bantuan langsung berupa top-up Kartu Sembako sebesar Rp200 ribu per bulan diberikan selama dua bulankepada lebih dari 18 juta keluarga penerima manfaat. Pemerintah juga melanjutkanbantuan pangan berupa beras 10 kilogram per bulan per keluarga selama dua bulan. Kedua bentuk bantuan ini menyerap anggaran hingga Rp11,93 triliun. Pendekatanini dinilai tepat karena menyasar langsung kelompok yang memiliki kecenderungankonsumsi tinggi terhadap bantuan tunai dan natura.
Program bantuan subsidi upah (BSU) menjadi instrumen berikutnya yang menyasarkelompok pekerja dengan penghasilan di bawah Rp3,5 juta per bulan. Sekitar 17,3 juta pekerja formal akan menerima BSU sebesar Rp600 ribu selama dua bulan, atauRp300 ribu per bulan. Pemerintah juga memberikan bantuan serupa kepada lebihdari 565 ribu guru honorer. Total anggaran yang digelontorkan untuk program subsidiupah ini mencapai Rp10,72 triliun. Dalam pelaksanaannya, distribusi BSU dilakukanmelalui data yang dihimpun dari BPJS Ketenagakerjaan, denganmempertimbangkan kemudahan, efisiensi, dan kecepatan penyaluran.
Sebagai tambahan, stimulus juga diberikan melalui perpanjangan diskon iuranJaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 50 persen bagi 2,7 juta pekerja di sektorpadat karya. Potongan ini berlaku selama enam bulan, mulai Agustus 2025 hinggaJanuari 2026. Sumber pendanaan stimulus JKK tidak berasal dari APBN, melainkanhasil kerja sama dengan lembaga asuransi ketenagakerjaan. Pemerintah sempatmengkaji skema diskon tarif listrik rumah tangga, namun memilih mengarahkananggaran tersebut ke subsidi upah yang dinilai lebih efektif dalam mendorongkonsumsi langsung dan merata. Anggaran yang sebelumnya direncanakan untukdiskon listrik dialihkan sepenuhnya ke program subsidi upah agar dampaknya lebihlangsung pada konsumsi rumah tangga.
Stimulus ekonomi kali ini sepenuhnya dibiayai dari kombinasi dana APBN sebesarRp23,59 triliun dan partisipasi non-APBN senilai Rp850 miliar. Pemerintahmemastikan bahwa kebijakan ini tidak akan melanggar disiplin fiskal, dengan tetapmenjaga defisit APBN di bawah batas 2,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Penyaluran program ini dilakukan melalui mekanisme yang telah berjalan, seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), BPJS Ketenagakerjaan, dan Perum Bulog.
Sejumlah ekonom menilai bahwa stimulus ini merupakan langkah cepat dan positif, serta menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan yang tepat sasaran dan tepat waktudemi mengoptimalkan dampak positifnya. Ekonom dari Trimegah Sekuritas, FakhrulFulvian, menyatakan bahwa stimulus ini baru langkah awal dan harus didukung oleh percepatan realisasi belanja pemerintah agar dampaknya terasa nyata dalammendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II. Ekonom BSI Banjaran Indrastomomenyoroti terkait perlunya komunikasi pemerintah untuk memastikan masyarakatmengetahui manfaat program, serta percepatan realisasi agar efek stimulus tidaktertunda.
Secara umum, peluncuran stimulus ekonomi Juni 2025 menunjukkan keseriusanpemerintah dalam menjaga daya beli dan stabilitas ekonomi di tengahketidakpastian global dan penurunan konsumsi domestik. Efektivitas program inisangat bergantung pada kecepatan penyaluran, koordinasi antarinstansi, sertakeakuratan data penerima manfaat. Dalam jangka panjang, agar kebijakansemacam ini benar-benar menjadi fondasi pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, pemerintah perlu menyusun strategi lanjutan yang menggabungkan pendekatanfiskal, ketenagakerjaan, dan produktivitas sektor riil secara lebih terintegrasi.
)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan