Perkembangan Musik Islami, dari Bimbo hingga Sabyan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT dalam ruang hampa budaya. Ajaran Islam dalam bentuk prinsip moral etik senantiasa dipertemukan dengan kebudayaan yang sudah ada.

Saat Islam turun dalam bentuk risalah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, ajaran Islam berdialog dengan budaya saat itu. Sepeninggal Rasulullah, ajaran Islam disebarkan oleh para penggantinya ke seluruh dunia.

Lagi-lagi terjadilah dialog antara ajaran moral Islam dengan kebudayaan setempat. Terjadilah sintesis antara ajaran agama dengan budaya yang melahirkan produk budaya dengan spirit Islam. Salah satu produknya adalah musik Islami.

Musik Islami adalah musik yang berupa lirik dan lagu dengan makna Islam. Terutama dalam syairnya, berisi pesan-pesan Islam secara tersurat.

Generasi Awal 

Dalam perkembangannya, Tanah Air kaya dengan khazanah musik Islami yang lahir sampai saat ini. Generasi 1960 hingga 1970-an mengenal Bimbo dan Nasida Ria sebagai simbol musik Islami.

Bimbo membawakan lagu bernafas Islam dengan aliran pop religi. Sementara Nasida Ria mempunyai aliran kasidah.

Tahun 1990-an mulai tumbuh musik Islami yang disebut dengan nasyid. Beberapa grup nasyid muncul dan menjadi terkenal, misalnya Snada asal Indonesia dan Raihan asal Malaysia. Nasyid digemari di kalangan aktivis Islam kampus.

Corak ideologi keislaman cukup kental dirasakan dalam musik nasyid generasi pertama. Misalnya musik yang digunakan tidak seperti musik pop pada umumnya, kadang hanya acapella atau perkusi saja.

Lirik-liriknya pun cukup berat, berisi kandungan dakwah yang sangat kentara, sangat Islami dan ideologis. Rata-rata liriknya berisi tentang Tuhan, ibadah, dan akhlak. Sangat sedikit berisi tentang percintaan, kalaupun ada itu tentang pernikahan.

Bersamaan dengan tumbuhnya grup nasyid generasi pertama, muncul juga genre salawat dengan pembawaan yang modern. Salah satunya Haddad Alwi dan Sulis.

Lagu-lagu “Ya Thayyibah” dan “Ummi” populer di pasaran. Selain itu, muncul pula grup musik Debu dengan syair-syair sufistik.

Setelah nasyid generasi pertama berlalu, sekitar tahun 2000 ke atas muncul nasyid generasi pertama. Tentu saja makna keislamannya tidak hilang, hanya saja nasyid generasi kedua secara musikalitas lebih ringan.

Sebut saja grup yang terkenal dalam generasi kedua, seperti Edcoustic, Shaffix, Gradasi, Tashiru, dan lain-lain. Pada generasi kedua, instrumen musik pop lebih nyata dibanding generasi sebelumnya.

Misalnya bisa didengarkan dalam lagu-lagu Edcoustic dan Shaffix. Tema-tema percintaan juga lebih banyak walaupun tetap menjaga norma keislaman.

Generasi Baru 

Meskipun sempat tenggelam pada generasi kedua, bukan berarti musik Islami hilang begitu saja. Pada 2006, grup band pop ramai-ramai membuat lagu Islami.

Ungu mengawali dengan album Surgamu. Serta Gigi yang mengaransemen ulang lagu-lagu Nasida Ria dengan versi Rock.

Grup band pop memanfaatkan Ramadan sebagai momentum memasarkan karya-karya religi mereka. Muncul juga penyanyi solo religi, seperti Opick yang lagunya meledak hingga saat ini.

Jika genre nasyid lebih eksklusif untuk kalangan muslim, terutama aktivitas dakwah kampus. Musik Islami mejadi lebih lebih luas penyebarannya di masyarakat.

Ungu dan Gigi memperoleh sambutan dan antusiasme yang baik dari masyarakat. Hal ini membuat seniman-seniman lain mengikuti jejak mereka.

Tercatat Afgan, Radja, Rossa, ST12, Vagetoz, dan musisi lainnya membuat lagu-lagu Islami. Berkembangnya musik pop religi ternyata tak hanya di Tanah Air, namun juga dalam musik internasional.

Kemudian muncul Maher Zain yang membawakan lagu religi berbahasa Arab dan Inggris di kalangan musik dunia. Kemunculannya membuat para pendengar musik mempunyai alternatif musik barat Islami selain yang sekuler. Setelah Maher Zain, muncul musisi lain seperti Harris J, Raef, dan Humood Alkhuder dengan lagu yang viral “Kun Anta”.

Pada 2018, musik Islami di Tanah Air kembali mencuat setelah grup musik Sabyan muncul. Sabyan mencoba mengaransemen ulang lagu-lagu Salawat yang biasanya dibawakan oleh kalangan santri pesantren tradisional.

Sabyan membuat lagu-lagu tersebut lebih modern dan digemari berbagai pihak. Lagu pertama yang booming adalah cover lagu berbahasa Arab, “Deen Assalam”.

Setelah itu, tepatnya pada 2020 muncul lagu “Aisyah Istri Rasulullah” yang dinyanyikan ulang oleh seorang artis multi talenta, Syakir Daulay. Selain Syakir, banyak sekali yang mengaransemen ulang lagu ini, meskipun terjadi sedikit polemik terkait liriknya.

Reporter : Afif Ardiansyah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Siap Amankan Natal dan Tahun Baru, GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota.

Mata Indonesia, Gunungkidul - Ketua PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Gunungkidul, Gus H. Luthfi Kharis Mahfudz menyampaikan, dalam menjaga Toleransi antar umat beragama dan keamanan wilayah. GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota untuk Pengamanan Nataru di Berbagai Wilayah di Kab. Gunungkidul.
- Advertisement -

Baca berita yang ini