Oleh: Nur Utunissa
Pemerintah terus mengonsolidasikan kekuatan nasional dalam menangani rangkaian bencana yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas meningkatnya intensitas dan frekuensi bencana alam yang dipicu oleh faktor cuaca ekstrem, kondisi geografis, serta tekanan lingkungan yang semakin kompleks. Konsolidasi tersebut tidak hanya berfokus pada penanganan darurat, tetapi juga mencakup upaya pemulihan dan penguatan ketahanan jangka panjang agar dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dapat ditekan secara berkelanjutan.
Konsolidasi kekuatan nasional diwujudkan melalui penguatan koordinasi antar kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, aparat keamanan, dunia usaha, serta unsur masyarakat sipil. Pemerintah pusat memastikan seluruh elemen bergerak dalam satu kerangka komando dan kebijakan yang terintegrasi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan maupun keterlambatan distribusi bantuan. Sinergi ini menjadi kunci dalam memastikan setiap wilayah terdampak memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kerusakannya.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memperkuat sinergi dengan dunia usaha dalam upaya penanganan bencana di wilayah Sumatera. Asisten Deputi Penanganan Bencana Kemenko PMK, Merry Efriana mengatakan bahwa penanganan bencana membutuhkan kolaborasi yang kuat agar bantuan dapat segera menjangkau masyarakat terdampak dan berlanjut hingga proses pemulihan.
Dalam fase tanggap darurat, prioritas utama diarahkan pada penyelamatan jiwa dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak. Mobilisasi sumber daya nasional dilakukan untuk mendukung evakuasi, pelayanan kesehatan, penyediaan pangan, air bersih, serta tempat pengungsian yang layak. Jalur logistik diupayakan tetap terbuka agar distribusi bantuan dapat menjangkau wilayah-wilayah yang aksesnya terputus akibat bencana. Di saat yang sama, pemerintah memperkuat sistem informasi kebencanaan agar data mengenai kondisi lapangan dapat diperbarui secara cepat dan akurat.
Konsolidasi kekuatan nasional juga mencakup penguatan peran pemerintah daerah sebagai garda terdepan penanganan bencana. Pemerintah pusat mendorong peningkatan kapasitas daerah dalam manajemen kebencanaan, mulai dari perencanaan, mitigasi, hingga respons darurat. Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah dilakukan agar langkah-langkah yang diambil selaras dengan karakteristik dan kebutuhan lokal. Dengan demikian, penanganan bencana dapat lebih adaptif dan efektif di setiap wilayah.
Di bidang lingkungan, pemerintah menempatkan upaya pemulihan ekosistem sebagai bagian integral dari strategi penanganan bencana. Rehabilitasi daerah aliran sungai, perlindungan kawasan hutan, serta pengendalian alih fungsi lahan menjadi fokus penting untuk menekan risiko bencana hidrometeorologi. Pendekatan ini menegaskan bahwa penanganan bencana tidak dapat dipisahkan dari agenda pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, keterlibatan masyarakat menjadi pilar penting dalam upaya penanganan bencana di Sumatera. Pemerintah mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam kesiapsiagaan dan mitigasi, termasuk melalui edukasi kebencanaan dan penguatan komunitas siaga bencana. Kesadaran dan kapasitas masyarakat lokal diyakini mampu mempercepat respons awal saat bencana terjadi, sekaligus memperkuat ketahanan wilayah secara keseluruhan.
Dari sisi pendanaan, pemerintah mengoptimalkan berbagai skema pembiayaan untuk mendukung penanganan bencana, baik melalui anggaran negara, dukungan daerah, maupun kolaborasi dengan sektor nonpemerintah. Pengelolaan anggaran dilakukan secara akuntabel dan transparan agar setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar berdampak pada pemulihan masyarakat terdampak. Langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligus memastikan keberlanjutan program penanganan bencana.
Konsolidasi kekuatan nasional dalam menangani bencana di Sumatera mencerminkan komitmen pemerintah dalam melindungi keselamatan rakyat dan menjaga stabilitas nasional. Bencana tidak hanya dipandang sebagai peristiwa darurat, tetapi juga sebagai tantangan pembangunan yang memerlukan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan. Dengan sinergi lintas sektor, penguatan kapasitas daerah, serta keterlibatan masyarakat, pemerintah berupaya memastikan bahwa penanganan bencana tidak berhenti pada pemulihan jangka pendek, melainkan menjadi bagian dari strategi ketahanan nasional.
Sebelumnya, Presiden RI, Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa dirinya sempat dihubungi sejumlah pemimpin negara yang menawarkan bantuan untuk penanganan bencana di wilayah Sumatera. Namun, pemerintah Indonesia menilai situasi masih dapat ditangani dengan kemampuan nasional. Menurut Presiden Prabowo, sejak awal pemerintah telah menggerakkan seluruh sumber daya yang tersedia untuk merespons bencana. Ia menyebut jajaran TNI dan Polri bergerak cepat di lapangan dan menunjukkan inisiatif tanpa harus menunggu arahan langsung dari presiden.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi juga menyatakan pemerintah belum membuka jalur bantuan dana dari luar negeri. Menurutnya, pemerintah masih memiliki kapasitas untuk menangani dampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Ia menambahkan, pemerintah memiliki cadangan pangan dan BBM yang mencukupi serta menyiapkan pola distribusi khusus, termasuk pengiriman bantuan melalui udara. Dana siap pakai dalam APBN sebesar Rp500 miliar disebut cukup untuk mendukung penanganan bencana.
Ke depan, pemerintah terus memperkuat upaya mitigasi dan kesiapsiagaan sebagai investasi jangka panjang dalam menghadapi risiko bencana. Konsolidasi yang dilakukan hari ini diharapkan mampu membangun fondasi yang lebih kokoh bagi Sumatera dalam menghadapi tantangan alam di masa mendatang. Melalui kerja bersama seluruh elemen bangsa, penanganan bencana di Sumatera diarahkan tidak hanya untuk bangkit dari dampak yang ada, tetapi juga untuk melangkah menuju masa depan yang lebih aman, tangguh, dan berkelanjutan.
*) Penulis adalah Penulis adalah Pegiat Literasi pada Narasi Nusa Institute
