Otak Manusia Lebih Besar 3.000 Tahun Lalu Dibanding Saat Ini

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON –  Otak manusia memiliki berat sekitar 1,4 kilogram. Organ paling kompleks dalam tubuh manusia ini terdiri dari miliaran sel sebutannya adalah neuron. Sehubungan dengan evolusi, ternyata ukuran otak mengecil sekitar 3.000 tahun lalu.

Menurut SciTechDaily, para ahli mempelajari semut sebagai model untuk mengilustrasikan mengapa ukuran otak dapat bertambah atau berkurang.

Para peneliti memiliki hipotesis. Bahwa penyusutan otak selaras dengan perluasan kecerdasan kolektif dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan mempelajari dan memahami penyebab serta konsekuensi evolusi otak membantu kita untuk mengerti sifat manusia.

Ukuran otak manusia memang meningkat selama sejarah evolusi. Namun, ukurannya juga telah berkurang sejak zaman Pleistosen. Kapan dan mengapa perubahan ini terjadi tidak pernah ketahuan secara pasti.

”Fakta mengejutkan tentang manusia saat ini adalah bahwa otak kita lebih kecil dibandingkan dengan otak nenek moyang (dari zaman) Pleistosen. Mengapa otak kita mengecil menjadi misteri besar bagi para antropolog,” ujar Dr. Jeremy DeSilva dari Dartmouth College kepada SciTechDaily.

Tim peneliti dari berbagai bidang akademik bersatu untuk mempelajari pola sejarah evolusi otak manusia. Studi ini telah dipublikasikan di jurnal Frontiers in Ecology and Evolution dengan judul When and Why Did Human Brains Decrease in Size? A New Change-Point Analysis and Insights From Brain Evolution in Ants pada 22 Oktober 2021.

Pada studi ini para peneliti menerapkan analisis pada kumpulan data dari 985 fosil tengkorak manusia purba dan modern. Mereka mendapati bahwa ukuran otak manusia membesar 2,1 juta tahun. Dan 1,5 juta tahun lalu atau selama masa Pleistosen. Akan tetapi ukuran otak manusia menyusut sekitar 3.000 tahun lalu (Holosen). ”Kebanyakan orang menyadari bahwa manusia memiliki otak yang luar biasa besar. Jauh lebih besar dari yang diperkirakan melihat ukuran tubuh kita. Dalam sejarah evolusi kita yang mendalam, ukuran otak manusia meningkat secara dramatis. Pengurangan ukuran otak manusia 3.000 tahun lalu tidak terduga,” ujar Dr. James Traniello, salah satu ahli dalam studi ini dari Boston University.

Perihal waktu peningkatan ukuran otak, bertepatan dengan apa yang sebelumnya tentang evolusi awal manusia.

Hal ini mengarah pada pola makan dan nutrisi lebih baik. Serta kelompok sosial yang lebih besar. Sementara mengenai penyusutan ukuran otak, tim peneliti mengajukan hipotesis baru. Dan mereka menemukan petunjuk dari kehidupan sosial semut.

Melansir dari Daily Mail, para ahli mempelajari model komputasi dan pola ukuran otak semut pekerja. Struktur dan penggunaan energi di beberapa kelompok semut. Misalnya semut rangrang, semut pemotong daun atau semut taman biasa. Mereka menunjukkan bahwa kognisi dan pembagian kerja dapat terpilih untuk variasi ukuran otak adaptif.

“Kehidupan sosial semut dan manusia sangat berbeda dan telah menempuh jalur yang berbeda dalam evolusi sosial,” kata Dr James Traniello.

Meski begitu, semut juga memiliki kesamaan dengan manusia dalam aspek kehidupan sosial. Seperti pengambilan keputusan dalam kelompok, pembagian kerja, serta produksi makanan (pertanian). Kesamaan ini secara luas dapat memberi tahu kita tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi perubahan ukuran otak manusia.

Para peneliti menjelaskan bahwa otak yang lebih kecil menggunakan lebih sedikit energi. Dan karena manusia purba mulai berbagi pengetahuan 3.000 tahun lalu, otak mereka membutuhkan lebih sedikit energi untuk menyimpan banyak informasi, sehingga mengakibatkan penyusutan ukuran.

Reporter : Alyaa

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini