Lucknow Kota Seni yang Paling Toleran di India

Baca Juga

MATA INDONESIA, NEW DEHLI – Ingin tahu miniatur toleransi beragama? Datanglah ke kota Lucknow, India. Meski sekarang babak belur dihajar pandemi covid-19 varian Delta, ibu kota negara bagian Uttar Pradesh, India ini, berkembang sebagai ibu kota budaya dan seni India Utara pada abad 18 dan 19.

Kota ini indah dan banyak dikunjungi wisatawan. Selain karena warganya ramah dan punya perilaku sopan, terdapat banyak taman-taman yang indah. Orang-orang bermain musik dan melantunkan puisi. Namun yang paling penting santapan makanannya lezat.

Lucknow populer dikenal sebagai Kota Nawabs, Golden City Timur, Shiraz -i-Hind dan Konstantinopelnya India.

Lucknow, kota di India ini disebut-sebut sebagai teladan soal toleransi. Meski berbeda keyakinan, penduduk di sana hidup berdampingan dengan rukun. ”Ilustrasinya Ganga dan Yamuna, dua sungai besar dari India, bertemu dan mengalir bersama-sama menuju laut,” ujar Najma Seth, warga Lucknow yang bercerita soal toleransi di kampung halamannya.

Kota ini menjadi saksi atas sikap toleransi yang bertahun-tahun dari lintas generasi. Dua sungai legendaris yang melintasi Lucknow menjadi gambaran bagaimana umat beragama Hindu dan Muslim hidup rukun dan harmonis.

Istana di Kota Lucknow
Istana di Kota Lucknow

Dilansir dari BBC, toleransi antar-agama adalah ciri khas kota Lucknow yang populasinya saat ini terdiri atas 70 persen warga beragama Hindu, hampir 30 persen Muslim, sedikit Sikh, dan Kristen yang kurang dari 1 persen.

Sementara, demografi nasional India terdiri atas hampir 80 persen pemeluk Hindu dan 15 persen Muslim. Sejauh ini, Lucknow adalah salah satu kota besar India yang tak mengalami masalah besar antara dua komunitas umat beragama itu. Meski pemerintahan dan tokoh-tokoh di Lucknow tetap harus terus berupaya meredakan sinyal-sinyal ketegangan antarumat beragama.

Berawal dari Abad ke-18 dan 19

Gaya hidup kosmopolitan di kota itu mengakar sejak kekuasaan nawabs atau para pangeran dari Kerajaan Awadh pada Abad ke-18 dan 19.

Awadh — meliputi wilayah Uttar Pradesh terbentuk pada 1722 ketika Nawab Saadat Ali Khan berkuasa –telah menjadi sebuah provinsi dari Kekaisaran Mughal sejak pertengahan Abad ke-16. Salah satu daerah yang paling sejahtera di bagian utara India ini memiliki wilayah yang subur, dengan perekonomian berbasis pertanian yang berkembang pesat.

Pada 1775, para nawabs mendirikan ibu kota mereka di Lucknow.

Ibukota politik itu dengan cepat menjelma jadi kota budaya di utara India, di bawah perlindungan nawabs Muslim Syiah kaya keturunan sebuah dinasti di Persia. Lantas, Lucknow menjadi lentera bagi para pelajar, artis, penyair, arsitek, musisi, penyulam, pengrajin, dan praktisi seni lainnya dari berbagai latar belakang budaya dan agama.

Kisah budaya Lucknow melegenda di seluruh benua. Kota ini populer karena film, puisi dan seni. Penggambaran kota ini adalah karikatur dari keberadaban dan kemerosotan periode Mughal: seorang nawab yang kaya berbaring di atas bantal, menggunakan gaun Sherwani dan perhiasan indah, sambil mengunyah paan –sejenis daun sirih– sambil bermalas-malasan mendengarkan pembacaan puisi Urdu.

Sekarang, kota ini penuh dengan usaha kreatif para penduduknya. Banyak monumen menara, masjid, dan gedung lain dari periode tersebut yang menunjukkan campuran pengaruh India, Persia, Arab, dan Turki yang harmonis.

Akulturasi 2 Agama

Najma Seth mengisahkan bahwa Nawab Mir Jafar Abdullah — seorang keturunan dari nawabs yang berkuasa — adalah sosok yang mewujudkan kesopanan dan pemurnian budaya. Ia menceritakan saat-saat bertemu dengannya.

Dengan menggunakan pakaian kurta (semacam tunik) putih dengan cincin bermata batu di jarinya, Nawab Mir Jafar Abdulla  menekankan komitmen nawabs terhadap nilai-nilai sekularisme.

”Banyak yang dia katakan kepada saya, merujuk pada perdana menteri Hindu dan membangun kuil untuk subyek Hindu mereka,” kata Najma.

Selama berada di Lucknow, Najma mengaku bertemu dengan banyak orang yang masih berkomitmen terhadap keserasian antara dua keyakinan tersebut. Sebagai contoh, Kuil Hindu Purana Hanuman yang menaruh bulan sabit simbol Islam di atas kubahnya. Hal itu sebagai tanda penghormatan terhadap nawabs yang telah membangun kuil itu.

Warga Muslim lokal juga seringkali membantu komunitas peziarah Hindu, terutama dalam festival — dengan mendirikan kios bunga dan air.

Sementara penganut Hindu akan melakukan hal yang sama bagi Muslim selama Muharram, bulan suci di kalender Islam. Dan kedua komunitas itu seringkali bertukar salam sesuai agama mereka, salaam alaikum (bagi Muslim) dan namaste (untuk Hindu) — dengan penuh hormat.

Integrasi Ekonomi

Produk penting lain yang menggambarkan pengaruh nawabs adalah integrasi ekonomi dari dua komunitas, terutama di industri bordir.

Awalnya kegiatan itu untuk melengkapi kebutuhan para nawabs dan kelas elite dalam menciptakan pakaian elok. Pekerjaan padat karya itu pun lantas menjadi jantung perekonomian Lucknow.

Hal itu membuat masyarakat Hindu dan Muslim saling tergantung secara ekonomi. Warga menghindari setiap kekerasan komunal yang terjadi. Termasuk mereka juga tak mau ikut campur pergolakan politik di tingkat nasional sejak kemerdekaan India. Hal inilah yang membuat kota ini aman, tenang, tentram dan damai.

Setelah Perpisahan India-Pakistan pada tahun 1947, bahasa Urdu menjadi bahasa resmi Pakistan. Banyak budaya Urdu di Lucknow kian terhimpit karena terkait dengan Pakistan dan Muslim.

Pembagian bahasa terkait politik — Urdu untuk Muslim Pakistan dan Hindi untuk Hindu India — tak sejalan dengan budaya toleransi dari generasi ke generasi.

Terkait hal tersebut, di Lucknow justru bahasa dan budaya Urdu yang berkembang. Sejumlah warga sadar bahwa mereka akan berhadapan dengan pemerintah pusat termasuk warga India lainnya. Namun seiring waktu, akhirnya pemerintah pusat di India memperbolehkan penggunaan bahasa tersebut di Lucknow.

Korupsi

Sayangnya di masa pandemi ini, kota Lucknow harus menghadapi masalah modern yang berkaitan dengan kemiskinan, kejahatan, dan korupsi. Warga kota ini secara turun temurun tetap mempertahankan karakter toleransi bergama. Meski beberapa kali terjadi gesekan antar warga, namun bisa selesai dan tidak meluas kemana-mana. Persoalan baru yang warga adalah datangnya sejumlah investor ke kota ini yang kemudian menumbuhkan budaya dan perilaku korupsi.

Reporter : Ananda Nuraini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

DBD dan Leptospirosis Ancam Warga Jogja di Musim Hujan, Dinkes Tekankan Hal Ini

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menjelang musim hujan yang tiba pada Oktober 2024, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja mengimbau masyarakat agar waspada terhadap peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis. Hingga saat ini, sudah tercatat ratusan kasus DBD tersebar di hampir seluruh kelurahan di Jogja.
- Advertisement -

Baca berita yang ini