Kita Diminta Belajar dari Kasus Yahya Waloni dan Muhammad Kace

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Nama Muhammad Kace dan Yahya Waloni beberapa waktu terakhir ini jadi buah bibir dan penghias laman media sosial. Keduanya ditangkap Bareskrim Polri karena dugaan penistaan agama.

Muhammad Kace diduga menistakan agama Islam karena membuat konten yang menghina Nabi Muhammad SAW. Sementara Yahya Waloni dianggap menistakan agama Katolik dan Kristen karena mengklaim secara sepihak bahwa Alkitab itu palsu.

Keduanya pun dianggap bersalah karena melanggar UU ITE. Banyak pihak yang besorak atas penangkapan dua sosok ini. Bareskrim Polri pun dipuja-puji bak pahlawan.

Okelah, keduanya dari sisi hukum layak ditangkap karena kelakuan mereka bertentangan dengan pancasila, UUD 1945 dan nilai-nilai kultural yang beranekaragam di nusantara.

Namun, kalau penangkapan tersebut hanya sebatas perimbangan untuk rasa keadilan, apalagi didasarkan pembelaan untuk memihak kelompok atau keyakinan tertentu, sudah pasti pandangan tersebut keliru. Saya sepakat dengan argumen analis konflik dan keamanan, Alto Labetubun.

“Yahya Waloni harusnya ditangkap karena perbuatannya yang melawan hukum. Bukan karena ada 1 penista Islam ditangkap jadi harus ada juga 1 penista Kristen yang harus ditangkap. Ini kemnunduran,” demikian cuitan Bang Alto di laman Twitternya, @AltoLuger.

Usai membaca cuitan Bang Alto, saya lantas teringat akan pemikiran Platon dalam buku The Republic. Filsuf Yunani kuno tersebut merumuskan dengan indah mengenai aktualisasi hukum dalam kehidupan bernegara.

“Orang yang melanggar undang-undang harus dihukum, tapi hukuman itu bukan balas dendam,” tulis Platon.

Platon dalam buku tersebut juga menegaskan bahwa undang-undang adalah tumpuan utama bagi tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Menurutnya tanpa undang-undang, niscaya akan terjadi kekacauan hukum.

Pemikiran Platon ini bisa jadi bahan refleksi bagi kita semua untuk patuh pada hukum, tapi bukan lantas menjadikan hukum sebagai alat untuk menindas orang lain atau untuk menguntungkan segelitir pihak.

Kita juga diminta untuk tidak cepat melakukan justifikasi dan menilai suatu persoalan dari satu sisi saja. Kita diminta untuk lebih jernih dalam berpikir dan membuat simpulan atas jejak peristiwa yang datang dan pergi. Bukan begitu?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Semua Pihak Perlu Bersinergi Wujudkan Pilkada Damai

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Pilkada tidak hanya sekadar agenda politik,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini