Kembalinya Dinasti Marcos, Frustasinya Rakyat Filipina Terhadap Demokrasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, MANILA – Nyaris semua orang tersentak saat pengumuman pemenang Pemilihan Presiden di Filipina.

Ferdinand Marcos Jr (64) atau panggilan akrabnya Bongbong berhasil memenangkan pemilihan umum Filipina. Putra mendiang diktator Ferdinand Marcos itu duduk di kursi kekuasaan. Kursi yang pernah diduduki ayahnya Ferdinand Marcos sebelum ia kabur dari negara ini akrena revolusi damai rakyat.

Keberhasilan Bongbong mengalahkan mantan Wakil Presiden Leni Robredo terbilang luar biasa. Rakyat Filipina sepertinya lupa dengan sejarahnya. Dengan 98 persen surat suara yang sah, Bongbong meraup 31 juta juta suara. Ini cukup mengagetkan. Jumlah ini dua kali lipat dari lawannya Robredo.

Para kandidat yang bertarung dalam pemilihan presiden Filipina selain Bongbong dan Robredo adalah:

  • Mantan petinju Manny Pacquiao
  • Wali Kota Manila Isko Moreno
  • Mantan kepala polisi nasional Panfilo Lacson

Peran Media Sosial

“Panalo ka na!—Kalian sudah menang!” Seruan di atas berkali-kali terlontar oleh barisan pendukung Marcos Jr jauh sebelum hari pemungutan suara. Optimisme kemenangan ini karena peran sosial media, Facebook dan Instagram. Dalam jejak pendapat pertama sebelum pemilihan berlangsung pasangan Bongbong dan Sara Duterte mendapat 60 persen suara.

Sosial media menjadi senjata andalan tim Bongbong untuk merebut kursi presiden. Tim sosial medianya berjalan efektif dan banyak strategi. Beruntung, Marcos Jr ini memiliki 6,4 juta pengikut. Di Youtube 2,3 juta pengikut. Sementara di TikTok 1,6 juta pengikut. Lewat platform-platform itu ia membangun citra sebagai politikus “bersih” dan punya visi misi memajukan Filipina.

Bahkan, klaim bahwa Filipina pada era Marcos Sr. adalah negara terkaya kedua setelah Jepang disebarluaskan sampai 300 kali. Dilansir dari Time, di samping Facebook (dimiliki oleh 84 juta akun di Filipina), kampanye Marcos Jr. juga disokong oleh TikTok, dengan jumlah pengikut  36 juta orang.

Kembalinya seorang keturunan Marcos sebagai orang nomor satu di Filipina menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana mungkin seorang politikus dari dinasti politik korup bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat?

Keluarga Ferdinand Marcos
Keluarga Ferdinand Marcos

Salah satu penjelasannya karena kekecewaan khalayak terhadap proses demokratisasi di Filipina. Selama 36 tahun Marcos lengser banyak peristiwa terjadi di negara itu. Dari mulai percobaan kudeta, skandal korupsi, dan sekian kali upaya pemakzulan (termasuk satu pengadilan pemakzulan). “Politik Filipina mencakup lumayan banyak drama—skandal, pengkhianatan, kekalahan, pembongkaran—yang bisa menyaingi telenovela paling memukau sekalipun.” tulis BBC.

Akibatnya, rakyat Filipina frustrasi dengan kegagalan langkah-langkah liberal untuk mengubah demokrasi negaranya. Konstitusi, Kongres, pengadilan, bahkan “parlemen jalanan” alias protes massa menjadi tumpul untuk menciptakan transformasi dalam negeri.

Pada akhirnya, sebagian besar masyarakat terdorong untuk mencari figur pemimpin kuat. Hal ini terbukti dari kemenangan Duterte pada 2016 silam.

Duterte menjadi figur yang sangat keras kepada rakyatnya. Namun ia memerhatikan kesejahteraan rakyatnya juga. Duterte tak segan-segan membunuh para bandit dan koruptor. Malah ia dengan cueknya membunuh para bandar narkoba dengan tangannya sendiri. Rakyat Filipina pun memuja Duterte karena menciptakan keamanan di negara yang sering konflik ini.

Sudah sejak lama, Duterte memuja Ferdinand Marcos. Apalagi saat ia mencalonkan diri sebagai presiden, Duterte mendapat dukungan politik dari sekutu-sekutu Marcos.

Duterte-lah yang mengampanyekan agar jenazah Marcos Sr pindah ke pemakaman pahlawan. Termasuk memproklamasikan figur tersebut sebagai “veteran Perang Dunia II, legislator hebat, dan mantan presiden.”

Dinasti Korup

Ferdinand Marcos Jr sebenarnya bukan sosok yang cerdas ataupun pintar seperti ayahnya. Ia hanya orang beruntung dan punya tim yang kuat.

Lahir di Manila pada 13 September 1957, ia pernah menjabat sebagai senator sejak 2010 hingga 2016. Bongbong pernah mengeyam pendidikan di biara Benediktin khusus laki-laki, Worth School, Inggris/ Setelah itu, ia mengejar gelar sarjana dan lulus dengan Diploma Khusus dalam Ilmu Sosial dari Universitas Oxford di Inggris.

Selanjutnya mengambil Magister Administrasi Bisnis di Wharton School of Business, University of Pennsylvania di Philadelphia, AS. Pada tahun 1981 saat berusa 23 tahun, ia terpilih sebagai Wakil Gubernur Provinsi Ilocos Norte pada 1981 dan terpaksa harus mempersingkat masa studinya. Bongbong memimpin di provinsi tersebut dari tahun 1983 sampai 1986.

Setelah keluarganya kembali dari pengasingan pada tahun 1992, Bongbong menjabat sebagai Anggota Kongres di Distrik Kedua Ilocos Norte. Dari tahun 1998 hingga 2007, Bongbong menjabat sebagai Gubernur Ilocos Norte di mana ia menjabat selama tiga periode berturut-turut. Selama masa jabatannya, ia mengubah Ilocos Norte menjadi provinsi kelas satu yang mendapat pengakuan internasional, menampilkan daerah tujuan alam dan budayanya.

Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Bongbong Marcos Jr kecipratan hidup enak. Pria yang pernah sekolah di Oxford tapi gagal membawa pulang gelar sarjana ini sempat menjajal kursi wakil gubernur di provinsi kelahiran bapaknya, Ilocos Norte, saat berusia 23 tahun.

Tak lama kemudian ia menjadi gubernur karena tantenya alias adik ayahnya yang menjabat sebagai gubernur jatuh sakit. Namun Bongbong  hanya jadi gubernur selama tiga tahun karena bapaknya lengser dari jabatannya.

Setelah sibuk berfoya-foya dan menyelesaikan sekolah di luar negeri, pada awal 1990-an Marcos Jr kembali ke Filipina dengan sokongan dari para pendukung dan sekutu Marcos. Ia menjadi anggota DPR di Ilocos Norte.

Ia sempat tersandung masalah hukum karena kasus penggelapan pajak. Berkat koneksi yang kuat dengan lembaga hukum Filipina yang terkenal korup, hukumannya batal. Karier Marcos Jr. perlahan merangkak sampai berhasil jadi senator.

Ia pun berambisi untuk menjadi presiden. Sayangnya secara kualitas, banyak yang meragukan Bongbong. Ia selalu menolak sesi debat dengan kandidat presiden lain. Bongbong hanya sibuk bermain vlog yang dibagikannya melalui sosial media. Video yang dibuatnya pun hanyalah seputar kenangan ia bersama ayahnya Ferdinand Marcos, tak lebih.

Analis politik Filipina Earl Parreno menganggap penolakan ini tak lain adalah usaha agar “pengetahuannya yang dangkal tentang berbagai isu tidak terbongkar.” Bongbong bahkan enggan diwawancarai secara spontan oleh media. Ia malah sibuk menuding kalangan media sudah bias, merujuk pada jurnalis veteran Jessica Soho yang selama ini, menurut Marcos Jr selalu berusaha memojokkan riwayat korup keluarganya dan dianggap “anti-Marcos”.

Bongbong cukup nyaman dengan wilayah Ilocos Norto, daerah kelahiran ayahnya Marcos. Wilayah ini menjadi milik keluarga Marcos. Malah salah satu cucu Marcos di usia 27 sudah menjadi anggota dewan di provinsi ini. Tak hanya itu, dengan dukungan Presiden Duterte, tahun 2020 lalu, pemerintah meresmikan 11 September (hari lahir Marcos Sr.) sebagai hari libur khusus di tempat itu.

Reporter: Fadila Aliah Hakim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Wujudkan Pilkada Damai, Masyarakat Harus Lebih Bijak Gunakan Media Sosial

Jakarta - Masyarakat perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial untuk mewujudkan Pilkada Serentak 2024 yang Damai. Pusat Riset Politik...
- Advertisement -

Baca berita yang ini