Oleh : Dhita Karuniawati )*
Pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1% untukmemperkuat ekonomi nasional dalam jangka panjang. Rencana kenaikan tarif PPN inimerupakan tindak lanjut dari pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 7 Oktober 2021. Kebijakan tersebut mendapatdukungan dari berbagai elemen masyarakat. Mereka meyakini bahwa kenaikan PPN 1% sudah dipertimbangkan secara matang untuk kepentingan bangsa dan tidak akanmerugikan masyarakat khususnya bagi kalangan menengah ke bawah.
UU HPP menetapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap, dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku pada 1 April 2022, dan selanjutnya menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan penerimaannegara guna mendukung program-program pembangunan dan kesejahteraanmasyarakat.
Selain itu, pemerintah juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuanperlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah (bantuanpangan, diskon listrik 50%, dll), serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 T untuk tahun2025.
Pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalumengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasaripenerapan kebijakan kenaikan PPN 1% menjadi 12% yang bersifat selektif untuk rakyatdan perekonomian. Selain adil, stimulus ini juga mengedepankan keberpihakanterhadap masyarakat. Keberpihakan itu dapat dilihat dari penetapan barang dan jasayang dibutuhkan masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasakesehatan, jasa angkutan umum tetap dibebaskan dari PPN (PPN 0%). Namun barangyang seharusnya membayar PPN 12% antara lain tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (dulu minyak curah) beban kenaikan PPN sebesar 1% akan dibayaroleh Pemerintah (DTP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan tarifpertambahan nilai (PPN) naik 1% menjadi 12% berlaku untuk barang mewah yang sebelumnya bebas PPN.
Penyesuaian tarif PPN tersebut dikenakan bagi barang dan jasa yang berkategorimewah dan dikonsumsi masyarakat mampu, termasuk layanan atau fasilitas kesehatan(faskes) dan sekolah internasional yang biasa digunakan masyarakat kelas atas. Sedangkan pemerintah tidak memberikan PPN untuk rumah sakit atau sekolah swastayang banyak diakses masyarakat menengah ke bawah.
Senada, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan kebijakan kenaikanPPN 1% difokuskan untuk barang mewah dan disertai program afirmatif yang mendukung masyarakat berpenghasilan rendah.
Herman mengeklaim penaikan PPN pada barang mewah bertujuan meningkatkanpendapatan negara, yang selanjutnya akan dialokasikan untuk program-program pro-rakyat.
Pemerintah telah menyiapkan langkah afirmatif untuk memastikan bahwa dampakkebijakan ini tidak meluas ke masyarakat umum. Pada saat menerapkan kenaikan PPN 1% untuk barang mewah atau dikenakan untuk kalangan masyarakat yang berkemampuan, maka pada saat yang sama juga ada program-program prorakyat gunameningkatkan kemampuan ekonomi di masyarakat. Oleh karena itu, untuk sektor yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat seperti Sembako, pajaknya di 0 persen. Kemudian juga ada insentif-insentif yang akan diberikan kepada masyarakat yang memang berpenghasilan rendah.
Gerakan Muda Nurani Rakyat (Gemura) juga menegaskan dukungannya terhadapkebijakan kenaikan PPN 1%. Gemura menilai kebijakan tersebut sebagai bagian dariupaya krusial untuk memperkuat ekonomi Indonesia.
Wakil Ketua Umum DPP Gemura, M. Ria Satria mengatakan bahwa Gemuramendukung penuh pernyataan Partai Gerindra yang menekankan bahwa kenaikan PPN 1% hanya akan diterapkan pada barang-barang mewah, dengan tujuan untuk tidakmemberatkan kalangan bawah.
Gemura percaya bahwa kebijakan kenaikan PPN 1% memiliki tujuan jangka panjanguntuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia dan meningkatkan pendapatan negara. Pendapatan tambahan tersebut sangat dibutuhkan untuk mendanai proyekpembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Kebijakan ini adalah langkah strategis yang perlu diambil untuk memastikanpembangunan yang berkelanjutan.
Gemura menegaskan bahwa meskipun kritik terhadap kebijakan ini masih berkembang, mereka percaya kebijakan ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagiperekonomian negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Sementara, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyantojuga mengklarifikasi bahwa kebijakan kenaikan PPN 1% bukan kebijakan daripemerintah Prabowo Subianto. Melainkan hasil dari keputusan legislasi yang dilakukanoleh DPR pada periode 2019-2024 yang dipimpin oleh PDI Perjuangan. Kenaikan PPN 1% merupakan keputusan legislatif yang diambil dalam kerangka Undang-UndangHarmonisasi Peraturan Perpajakan. Partai Gerindra hanya memberikan dukungan.
Pemerintah akan terus mendengar berbagai masukan dalam memperbaiki sistem dankebijakan perpajakan yang berkeadilan. Dengan berbagai upaya ini, momentum pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat terus dijaga, sekaligus melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN.
Mari kita sudahi perdebatan yang cenderung mencari kesalahan pihak yang memprakarsai kenaikan tarif PPN. Sebab, hal tersebut justru memperuncing danmemperkeruh opini di masyarakat. Dengan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antarapemerintah, DPR, dan pemangku kepentingan, kenaikan PPN 1% dapat mendukungpertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat secaraberkelanjutan.
*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia