Kaya akan Gizi, Orang Eropa Pun Ketagihan Tempe

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Saat ini Tempe bukan lagi makanan kampung yang sederhana. Tempe telah menembus ke pasar dunia sebagai makanan sehat dan kaya akan nutrisi. Bahkan sebagian dari mereka menganggap sebagai makanan super walaupun di Indonesia masih dianggap biasa dan hanya jadi makanan rakyat.

Seorang ilmuwan muda asal Bogor bersama sekelompok anak muda lainnya berhasil membawa Tempe merambah ke pasar Eropa sebagai makanan siap saji.

Berawal pada 2018 sekelompok anak muda yang berasal dari negara yang berbeda –beda.  (Indonesia, Italia, Hongkong dan Inggris) mendirikan sebuah perusahaan kecil yang berpusat di London dalam bidang pangan yang dinamakan Better Nature. Karena kecintaannya pada Tempe,  mereka membuat sebuah inovasi baru agar dapat dinikmati oleh semua kalangan khususnya orang Eropa.

Tempe yang mereka buat adalah makanan siap saji dalam kemasan yang telah dibumbui sehingga bisa langsung dihangatkan di microwave atau digoreng kembali dengan minyak panas. Rasa dan bentuknya bermacam-macam  ada yang berbentuk dadu seperti umumnya sering ditemukan di Indonesia, namun ada juga model cincang dan yang diiris memanjang. Di masa pandemi ini, mereka mulai memasarkan Tempe inovasi ke Inggris dan beberapa negara Eropa. ”Produk kami yang paling laris adalah yang sudah dimarinasi [direndam dalam bumbu sebelumnya] karena mereka sangat mudah untuk dimasak,” kata salah satu pendiri Better Nature, Fabio Rinaldo, seorang ilmuwan pangan.

Hasilnya, sejak diluncurkan tahun 2020 lalu, Tempe inovasi ini ternyata laris dan digemari. Apalagi mereka yang menerapkan gaya hidup vegan (vegetarian) dan peduli akan kandungan nutrisi. Banyak warga Inggris dan Eropa bagian utara yang memborong Tempe inovasi ini. Makanan siap saji ini dapat ditemui di setidaknya di 200 toko dan supermarket di Inggris, Prancis, Jerman dan negara-negara di Skandinavia. Belakangan, produk  mereka menjadi salah satu dari tiga produk vegetarian terlaris di website Amazon untuk wilayah Britania Raya. ”Di pasar Eropa, Tempe masih merupakan produk makanan dengan segmen khusus tetapi kesadaran konsumen tumbuh luar biasa pesat,” kata Christopher Kong, pendiri Better Nature yang besar di Hong Kong.

Burger Tempe
Burger Tempe

“Saya lahir di Hong Kong dan hidup di sana selama 13 tahun, tapi tidak pernah mengenal Tempe, meski faktanya Hong Kong lebih dekat ke Indonesia,” kata Chris yang mengaku mengonsumsi makanan ini setiap hari.

Di website resminya, Better Nature menawarkan lebih dari selusin jenis produk tempe dengan rasa ala Asia, India, dan Eropa. Harganya berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp 76.000.

Untuk tempe mentah yang belum dibumbui, serupa dengan yang sering dijumpai di Indonesia, harganya sekitar Rp 50.000 per 200 gram atau Rp 300.000 per kilogram. ”Mengapa kami cinta makanan ini karena dalam produksinya menggunakan kacang kedelai utuh, sehingga seluruh nutrisi kacang kedelai terkandung di dalam Tempe,” kata Fabio.

Tempe carbonara, resep dari Better Nature.
Tempe carbonara, resep dari Better Nature.

Bagi vegetarian yang tidak memiliki asupan B12 yang cukup karena menghindari nutrisi hewani, Tempe dapat menjadi solusi bagi mereka, Namun sayangnya tidak semua Tempe mengandung vitamin B12. Justru yang banyak mengandung vitamin B12 itu Tempe Indonesia.  Suplai kacang kedelai Better Nature saat ini berasal dari Belgia, Belanda, dan Jerman dengan produksi juga di negara Eropa itu. Selain kacang kedelai, juga ada kacang lupin yang mirip dengan kedelai. Sementara, fermentasi tempe, pengolahan, dan pengemasan berpusat di Jerman.

Namun Amadeus Driando Ahnan-Winarno, ilmuwan pangan pendiri Better Nature yang berkebangsaaan Indonesia bersama dua ilmuwan pangan lain telah memformulasi perpaduan jamur fermentasi tempe dan bakteri yang tepat untuk meningkatkan kandungan vitamin B12 dan vitamin D pada tempe di luar negri sana agar kandungannya tak kalah bagus dari Indonesia.

Ia mengakui saat ini perusahaannya masih dalam tahap penjajakan untuk menggunakan bahan baku kedelai lokal. ”Tahun 2018, saat memulai Better Nature, kita sudah coba membuat supply chain [pasok suplai] untuk mengekspor dari Indonesia,” kata pemuda yang lebih akrab disapa Ando, saat ditemui di laboratoriumnya di Bogor.

Ando dan timnya memiliki strategi untuk tempe dengan bahan baku kedelai Indonesia yang menurutnya akan menjadi nilai jual tersendiri.

Tempe yang dihasilkan dari perjodohan jamur dan bakteri yang tepat di laboratoriumnya berhasil mengandung vitamin B12 dan vitamin D. Temuan ini, menurut Ando, telah dipatenkan.

”Jadi sekarang di Indonesia kita bekerja sama dengan Indonesian Tempe Movement yang dekat dengan petani-petani kedelai; di Grobogan misalnya. Supaya Tempe tinggi vitamin B12 ini bisa dibuat dengan kedelai lokal,” lanjut Ando.

Menurutnya, meski telah berhasil di laboratorium, di lapangan ia masih berusaha mengadakan sistem produksi untuk memenuhi standard ekspor dari Indonesia ke Eropa.

Berawal dari sebuah kompetisi 

Sebelum mendirikan Better Nature dan bertemu ilmuwan muda lainnya, di tahun 2018, Ando memenangkan sebuah kompetisi bioteknologi tingkat dunia bernama Gap Summit di Cambridge University, Inggris.

Pada tahun itu terdapat 100 finalis dari 7000 pendaftar dari seluruh dunia.

”Saya satu-satunya orang Indonesia; yang lain bisa dibilang tidak ada yang tahu tempe selain saya di kompetisi itu. Jadi saya harus menjelaskan apa itu tempe dan kenapa pangan ini penting,” kata Ando.

Sebagian anggota tim Better Nature yang terdiri dari anak muda dari berbagai negara (ki-ka: Christopher Kong, Amadeus Driando Ahnan-Winarno, Ursa Dornik, Elfi Anggreani, Noora Parssinen, Elvira Sukamtoh, Fabio Rinaldo, Elin Roberts)
Sebagian anggota tim Better Nature yang terdiri dari anak muda dari berbagai negara (ki-ka: Christopher Kong, Amadeus Driando Ahnan-Winarno, Ursa Dornik, Elfi Anggreani, Noora Parssinen, Elvira Sukamtoh, Fabio Rinaldo, Elin Roberts)

Saat itu Ando membawa prototipe yang menjadi Better Nature sekarang. Ia juga menjelaskan kandungan gizi dari sumber gizi hewani dan perbandingan jumlah energi yang dibutuhkan untuk produksi tempe dibanding produksi pangan hewani.

“Mungkin itu yang menjadi salah satu faktor kemenangan yang akhirnya uang hadiahnya harus dijadikan perusahaan,” kata Ando yang belum lama ini menyelesaikan S3 di University of Massachusetts Amherst dan bergelar doktor di bidang ilmu pangan.

Turun Temurun

Sebelum Ando memenangkan kompetisi di Cambridge University, ia bersama ibu dan kakeknya mendirikan Indonesian Tempe Movement di tahun 2015.

Sang kakek adalah Profesor Winarno; seorang pakar ilmu pangan dan teknologi di Indonesia yang memprakarsai Konferensi Tempe Internasional di Indonesia.

Sementara, sang ibu, Wida Winarno, adalah ilmuwan pangan yang aktif mempromosikan tempe ke berbagai belahan dunia dan juga tengah meneliti kajian tempe untuk mengurangi stunting. ”Orang bilang kalau kita sedang ngumpul bareng, kayak seminar,” kata Wida.

Menurut pengalaman Wida, masyarakat internasional melihat Tempe dari kacamata yang berbeda dengan orang Indonesia. Kenyataan dianggap sebagai superfood atau makanan super di mancanegara belum sepenuhnya disadari karena kemudahan mendapatkan tempe dan merasa terbiasa. Wida juga mengatakan “tempe masih direndahkan” di Indonesia.

Namun ia optimis suatu saat hal itu akan berubah.

”Harapannya ada ‘Better Nature-Better Nature’ lain yang bisa menyerap hasil panen kedelai lokal,” kata Wida. Jadi petani panen sudah jelas ada yg beli, harganya juga sudah jelas jadi akhirnya semangat untuk menanam kedelai lagi.”

Bahkan menurut Wida, jangan berhenti pada kacang kedelai. Layaknya kacang lupin, banyak jenis kacang asli Indonesia yang bisa ‘ditempekan’

Reporter : Ananda Nuraini

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini