MINEWS.ID, JAKARTA – Kisah siswi SMP yang dikeroyok 12 murid sekolah lainnya di Pontianak hingga kemaluannya rusak mengundang keprihatinan jutaan orang. Mereka ingin para pelaku dihukum seberat-beratnya karena sudah merusak jiwa dan masa depan temannya sendiri
Hal tersebut tercermin dari platform petisi change.org. Petisi itu berisi keinginan masyarakat terhadap penyelesaian kasus yang menimpa siswi bernama Audrey itu.
Petisi dimulai oleh Fachira Anindy 18 jam yang lalu. Saat tulisan ini dibuat jumlah penandatangan sudah lebih dari 2 juta orang masih terus bertambah menuju 3 juta penandatangan.
Petisi dengan hastag #justiceForAudrey itu sebenarnya ditujukan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat.
Namun tampaknya, bukan hanya kedua institusi itu saja yang diharapkan turun tangan. Melainkan institusi yang bisa menghukum remaja pengeroyok Audrey.
Mereka pada umumnya ingin kasus itu tidak selesai dengan permintaan maaf, meski para status hukum pelaku masih di bawah umur.
Alifah Rania misalnya menandatangani petisi tersebut karena penyelesaian damai tetap merugikan korban. Dia ingin ada hukuman berat yang diberikan kepada pelaku.
“Melukai fisik dan psikis korban lalu berakhir damai? itu jelas BUKAN solusi sama sekali. mereka, para pelaku, semestinya mendapatkan hukuman yang sesuai dengan apa yang mereka perbuat.”
Dina Maulida juga mengharapkan yang sama, “Saya menandatangani petisi ini karena pelakunya biadab bngt bgst mana bisa damai!“
Sementara Nadya Arisca menyoroti rasa tidak bersalah pelaku yang masih bisa membuat status di instagram story-nya sebagai bentuk pembelaan yang tidak pantas.
Menurut Nandya, itu menunjukkan sikap tidak bersalah. Sementara Audrey sudah pasti dalam rusak mentalnya dan bisa mengarah ke depresi.
“Korban yang harusnya lebih dipikirkan bagaimana keadaan mentalnya untuk ke depan,” begitu alasan Nandya.
Tri Ambarwati juga berpendapat senada. Dia menandatangani petisi itu ingin agar masa depan pelaku juga dicabut hari ini.
“Masa depan korban lebih penting daripada pelaku, pelaku kyk gitu ga berhak nikmatin masa depan. Mereka bukan hanya menyakiti secara fisik tapi mental korban juga, blm lagi alat reproduksi korban. Mikir atuh kesel bgt gua pengen ngomong kasar gabisa,” begitu Tri membuat alasan.