Jangan Ulangi Masa Orde Baru, PNS Harus Netral

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Korps Pegawai Republik Indonesia atau yang kerap disingkat Korpri merupakan organisasi profesi yang berfungsi untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai Republik Indonesia. Korpri bertugas untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, Pegawai Negeri Sipil (PNS) harusnya bersikap netral dan terbebas dari pengaruh semua golongan dan partai politik. Tuntutan agar PNS netral dalam keanggotaan dan kepengurusan dalam partai politik adalah sesuatu yang wajar. Karena pada masa Orde Baru, Korpri dijadikan sebagai alat politik partai Golongan Karya (Golkar).

Di masa Orde Baru, PNS diberi kesempatan untuk bergabung dalam partai politik. Hal ini yang mendasari pembentukan Korps. Korps digunakan sebagai wadah untuk membina serta mengatur pegawai negeri. Korps pegawai negeri ini dikenal dengan Korpri dengan PNS menjadi salah satu anggotanya.

Korpri dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 82 Tahun 1971. Organisasi ini mempunyai andil yang sangat besar pada pemerintahan Orde Baru. Untuk mempertahankannya, dibuat beberapa kebijakan oleh pemerintah.

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan adalah Peraturan Pemeritah No. 26 Tahun 1970 tentang Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil dalam Partai Politik dan Golongan Karya. Peraturan ini mengharuskan PNS memilih calon pemimpin pada pemilihan umum yang berasal dari Golkar.

Pengamat politik Affan Gaffar semasa hidupnya menyatakan bahwa salah satu fungsi PNS turut serta masuk dalam partai politik adalah memberikan dukungan langsung kepada Golkar pada setiap kali pemilihan umum. Memang, dalam masa Orde Baru peran PNS tidak murni lagi sebagai abdi masyarakat. Fungsi PNS dialihkan menjadi alat dalam mencapai kemenangan Golkar setiap pemilihan umum, dan hal ini berlangsung sampai pemilu tahun 1997.

Pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden tanggal 21 Mei 1998 merupakan tonggak baru dalam pemerintahan Indonesia. Kebijakan tentang netralitas para PNS muncul saat masa Reformasi. Lewat Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1999, PNS dilarang menjadi anggota partai politik.

Dengan adanya peraturan ini, diharapkan politik Indonesia akan menjadi demokratis karena PNS tidak lagi dijadikan sebagai alat politik. ”Salah satu persoalan besar bangsa ini dalam kehidupan bernegara adalah persoalan netralitas pegawai negeri. Karena secara teoritis sulit menemukan hal yang menjadi pembenar ketika PNS terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik,” ujar Mahfud MD, Menkopolhukam.

Di zaman sekarang, sikap netral harus ditanamkan pada anggota Korpri. Hal ini dilakukan guna terciptanya stabilitas politik dan sosial yang dinamis di Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) bebas dari intervensi politik, netral tidak berpihak pada partai politik. Namun tetap mempunyai hak untuk menentukan pilihan politiknya dalam pileg maupun pilpres.

Bahkan, ada sanksi yang ditunjukan untuk PNS yang tidak netral dalam pemilihan umum. Sanksi tersebut antara lain, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS.

Reporter: Diani Ratna Utami

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Siap Amankan Natal dan Tahun Baru, GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota.

Mata Indonesia, Gunungkidul - Ketua PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Gunungkidul, Gus H. Luthfi Kharis Mahfudz menyampaikan, dalam menjaga Toleransi antar umat beragama dan keamanan wilayah. GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota untuk Pengamanan Nataru di Berbagai Wilayah di Kab. Gunungkidul.
- Advertisement -

Baca berita yang ini