Oleh : Samuel Christian Galal )*
Aksi massa yang mengusung narasi ‘Indonesia Gelap’ terus menjadi sorotan. Dalam kondisi nasional yang stabil, gerakan tersebut justru berpotensi merugikan masyarakat dengan menyebarkan kepanikan yang tidak berdasar.
Upaya provokasi melalui tema Indonesia Gelap dianggap tidak relevan. Pasalnya, hal dapat mengganggu ketertiban sosial dan menciptakan keresahan di tengah upaya pemerintah menjaga keseimbangan ekonomi serta kesejahteraan publik. Jika kepanikan semakin meluas, dampaknya bisa menghambat kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah, mengganggu stabilitas pasar, dan menurunkan optimisme pelaku usaha yang berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
Terbukti, aksi bertajuk Indonesia Gelap tersebut menyebabkan kericuhan di sejumlah daerah di Indonesia. Di Jawa Timur misalnya, aksi demonstrasi berakhir ricuh karena sebagian demonstran berupaya ingin masuk Gedung DPRD dan membakar keranda hingga spanduk yang di bawa, sehingga mendorong aparat keamanan untuk bertindak tegas. Di Jakarta, para demonstran juga melempar botol plastik, sampah, bilah kayu ke aparat keamanan.
Sementara itu, di Makassar-Sulawesi Selatan, para demonstran nekat memblokade alur Trans-Sulawesi hingga menyebabkan kemacetan panjang. Akibatnya, masyarakat yang katanya mereka wakili terpaksa menderita dan terganggu aktivitasnya.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran saat ini berada di jalur yang benar demi kepentingan rakyat. Dalam pidatonya pada perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra, ia menyampaikan keyakinannya bahwa langkah tersebut akan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Kebijakan efisiensi anggaran kementerian yang mencapai Rp306 triliun merupakan bagian dari strategi besar untuk memperkuat perekonomian nasional tanpa mengorbankan pelayanan publik.
Komitmen pemerintah terhadap kebijakan ini mencerminkan upaya serius untuk memastikan stabilitas fiskal tetap terjaga. Prabowo menekankan bahwa efisiensi ini bukan sekadar pemotongan anggaran, tetapi penyelarasan belanja negara agar lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat langsung bagi rakyat.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menepis kekhawatiran mengenai pemutusan hubungan kerja tenaga honorer akibat efisiensi anggaran. Dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, ia menegaskan bahwa tidak ada PHK bagi tenaga honorer di lingkungan kementerian dan lembaga.
Pemerintah tengah melakukan rekonstruksi anggaran guna memastikan efisiensi belanja tanpa mengganggu hak tenaga honorer. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD menjadi acuan utama dalam mengoptimalkan anggaran tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.
Menkeu menjelaskan bahwa proses rekonstruksi ini melibatkan evaluasi mendalam terhadap kebutuhan masing-masing kementerian dan lembaga agar belanja tetap efisien sekaligus mempertahankan kesejahteraan pegawai, termasuk tenaga honorer yang memiliki peran penting dalam kelangsungan layanan publik.
Selain itu, kondisi inflasi yang tetap terkendali juga menjadi bukti bahwa ekonomi nasional masih berada dalam jalur yang stabil. Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik (BPS) Nunukan, Ramadhan Wafid Mustafa, mengungkapkan bahwa inflasi yang berada dalam rentang 1,5% hingga 3,5% tidak akan terlalu berdampak pada daya beli masyarakat.
Meskipun inflasi sering dikaitkan dengan penurunan daya beli, stabilitas harga dalam rentang tersebut masih memungkinkan masyarakat untuk menjalankan aktivitas ekonomi dengan normal.
Sebaliknya, inflasi yang tidak terkendali, baik yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi, justru dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan. Ramadhan menambahkan bahwa jika inflasi menurun terlalu jauh di bawah 1,5%, pertumbuhan ekonomi bisa mengalami perlambatan, sementara jika inflasi melonjak di atas 3,5%, harga-harga akan naik signifikan dan membebani daya beli masyarakat.
Fakta-fakta tersebut mengindikasikan bahwa narasi yang dibawa oleh aksi ‘Indonesia Gelap’ tidak memiliki dasar yang kuat. Kondisi nasional saat ini tetap terkendali berkat berbagai kebijakan strategis yang telah diterapkan oleh pemerintah.
Penyebaran informasi yang bertujuan menimbulkan kepanikan hanya akan berdampak negatif bagi masyarakat sendiri, terutama dalam situasi ekonomi yang sedang dalam tahap pemulihan. Kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah yang berbasis data dan fakta harus diperkuat agar tidak mudah tergoyahkan oleh provokasi yang merugikan.
Aksi yang didasarkan pada provokasi dan ketidakakuratan informasi dapat menciptakan ketidakstabilan yang merugikan banyak pihak. Alih-alih terjebak dalam kekhawatiran yang tidak berdasar, masyarakat perlu lebih jeli dalam menyaring informasi serta memahami langkah-langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas nasional.
Ketahanan ekonomi dan sosial tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada bagaimana masyarakat menyikapi informasi yang beredar di ruang publik. Kewaspadaan terhadap penyebaran berita palsu dan hoaks menjadi faktor penting dalam menjaga situasi tetap kondusif.
Dalam situasi seperti ini, bijak dalam menerima informasi menjadi kunci utama untuk menghindari dampak negatif dari aksi-aksi yang dapat memperkeruh keadaan. Masyarakat diharapkan tidak mudah terprovokasi oleh gerakan yang tidak memiliki landasan faktual dan tetap berperan aktif dalam menjaga situasi tetap kondusif.
Dengan memahami kondisi ekonomi dan kebijakan yang sedang dijalankan, kepentingan bersama dapat lebih terjaga tanpa terpengaruh oleh provokasi yang berpotensi merugikan. Pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam menjaga ketertiban sosial serta memastikan bahwa narasi yang berkembang di masyarakat tidak justru memperburuk keadaan, melainkan menjadi dasar untuk kemajuan bersama.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Gala Indomedia