MATA INDONESIA, JAKARTA – Dari sekian banyak menteri dan kementerian yang paling populer sepanjang sejarah Indonesia, Kementerian Luar Negeri yang dipimpin Menteri Luar Negeri (menlu) adalah yang paling populer.
Kementerian ini berdiri pada 19 Agustus 1945, tepat hari ini 76 tahun lalu. Namun, penunjukan Menteri Luar Negeri baru pada 2 September 1945 ketika Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo yang dikenal sebagai penyusun teks Proklamasi Kemerdekaan RI ditunjuk Soekarno dan Hatta untuk mengisi posisi ini.
Di awal kemerdekaan, salah satu tugas kementerian ini adalah melakukan diplomasi menggalang dukungan kemerdekaan Indonesia. Ini tugas yang tidak mudah. Achmad Soebardjo dianggap tidak mumpuni untuk mengalang diplomasi ke luar, sehingga dia hanya menjabat 3 bulan. ada 14 November posisinya digantikan oleh Sutan Syahrir yang merangkap sebagai Perdana Menteri. Kawan dekat Soekarno dan Hatta ini menjalani tugas sampau 27 Juni 1947.
Turunnya posisi Syahrir sebagai Perdana Menteri yang mewakili Partai Sosialis Indonesia digantikan oleh Amir Syarifuddin. Ia menunjuk Agus Salim. Ia menjadi Menlu pada 3 Juli 1947 – 4 Agustus 1949.
Nah ada yang menarik. Saat Belanda menangkap Soekarno dan Hatta di Yogyakarta, maka berdirilah Pemerintahan Darurat. Karena kabinet vakum, maka Syafruddin Prawiranegara sementara mengamil alih pemerintahan. Alexander Andries Maramis, menjalani peran sebagai Menteri Luar Negeri mulai 19 Desember 1948 – 13 Juli 1949.
Pada masa Kabinet Hatta II, Agus Salim kembali menjabat tepatnya 4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949 dan berlanjut saat Mohammad Hatta menjadi Perdana Menteri Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 20 Desember 1949 – 6 September 1950.
Lalu, ada Mohammad Roem saat Kabinet Natsir pada 6 September 1950 – 27 April 1951. Lain dari pada itu, ada Wilopo yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri selama 26 hari terhitung dari 3 April 1952 – 29 April 1952. Dengan waktu yang amat singkat, posisi tersebut ia serahkan kepada Moekarto Notowidigdo periode 29 April 1952 – 3 Juni 1953.
Dilanjutkan oleh Soenario Sastrowardoyo, 1 Agustus 1953 – 24 Juli 1955. Berikutnya Ida Anak Agung Gde Agung, 11 Agustus 1955 – 3 Maret 1956. Roeslan Abdulgani 26 maret 1956 – 28 Januari 1957 dan Ali Sastroamidjojo 28 Januari 1957 – 14 Maret 1957.
Sejak awal kemerdekaan hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Menlu rata-rata menjabat selama setahun atau dua tahun saja. Hanya segelintir yang menjabat lebih dari dua tahun, yakni Soenario Sastrowardoyo dan Subandrio di akhir masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal yang sering berganti kabinet dan perdana menteri, posisi Menlu pun kerap berganti. Ada Wilopo yang hanya menjabat selama 26 hari dari 3 April hingga 29 April 1952. Rekan satu partainya di Partai Nasional Indonesia (PNI), Moekarto Notowidagdo menggantikan posisinya sebagai Menlu. Wilopo saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri dari 3 April 1952 hingga 30 juli 1953.
Para Menlu di awal kemerdekaan dan demokrasi liberal, sejak 1945 hingga 1959, hampir semuanya berasal dari partai politik. Sutan Sjahrir dari Partai Sosialis Indonesia (PSI), Agus Salim dari Sarekat Islam (SI), dan Achmad Subardjo dari Masyumi. Kebanyakan berasal dari Partai Nasional Indonesia (PNI), yakni Soenario Sastrowardoyo, Moekerto Notowidagdo, Wilopo, dan Ruslan Abdul Gani.
Menlu Terlama
Saat Soekarno mengendalikan sistem Demokrasi Terpimpin, satu-satunya orang yang mengisi pos Menlu adalah Subandrio. Dari 9 April 1957 hingga 24 Februari 1966.
Subandrio berasal dari Partai Sosialis Indonesia namun dekat sekali dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain Menlu, Subandrio juga merangkap sebagai Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Dwikora I, dan Kepala Badan Pusat Intelejen.
Setelah Orde Lama hancur dan muncul Orde Baru, Soeharto menunjuk seorang wartawan Adam Malik menjadi Menlu. Ia juga menjadi menlu terlama dari 18 Maret 1966 hingga 1 Oktober 1977. Adam Malik kemudian menjadi Wakil Presiden. Ahli hukum internasional Mochtar Kusumaatmadja menjadi Menlu berikutnya. Ia menjabat dari 29 Maret 1978 hingga 11 Maret 1988.
Ali Alatas kemudian menggantikan posisi Mochtar. Pria keturunan Arab ini menjadi Menlu terlama di masa Orde Baru. Ia menjabat dari 21 Maret 1988 hingga 20 Oktober 1999 atau sekitar 11 tahun.
Berikutnya ada Syarief Thayeb yang pernah belajar di Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran zaman Jepang) di Jakarta, ia menjabat pada 1 Oktober 1977 – 11 Maret 1978.
Tak lupa ada Alwi Shihab 29 Oktober 1999 – 23 Juli 2001. Ada juga Hassan Wirajuda yang menjabat dalam dua kabinet, 10 Agustus 2001 – 20 Oktober 2004. Dan lanjut kembali 21 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009. Pada masa Kabinet Bersatu II, menlu terpilih yaitu Marty Natalegawa 22 Oktober 2009 – 20 Oktober 2014.
Kementerian Luar Negeri juga memiliki menteri-menteri yang populer, antara lain Adam Malik dan Ali Alatas. Adam Malik adalah sebagai salah satu pendiri ASEAN. Sementara Ali Alatas aktif dalam menggalang suara G77, yaitu kelompok negara-negara berkembang.
Saat ini, Menlu adalah Retno L P Marsudi. Ia merupakan wanita pertama yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan mulai menjabat pada 27 Oktober 2014.
Sebelumnya ia pernah menjadi duta besar untuk Kerajaan Belanda. Maka dari itu, tak heran jika sosoknya populer di kalangan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Negeri Kincir Angin.
Selain Retno, beberapa Menlu juga pernah menjadi duta besar. Marty Natalegawa pernah jadi Duta Besar di Inggris dan Irlandia, Hasan Wirayudha di Mesir dan Djibouti, Syarief Thayeb di Amerika Serikat. Subandrio di Inggris, serta Adam Malik di Polandia dan Uni Soviet. Sebaliknya, ada juga mantan Menlu yang menjadi duta besar, seperti Achmad Subardjo yang jadi Duta Besar Indonesia di Swiss, Moekarto Notowidagdo di Amerika Serikat, dan Ruslan Abdulgani di PBB.
Reporter: Annisaa Rahmah