Oleh : Safira Tri Ningsih )*
Dalam rangka mendorong pemerataan ekonomi di seluruh Nusantara, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan strategi hilirisasi sebagai salah satu pilar kebijakan ekonomi nasional.
Berlandaskan visi untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam secara optimal, Presiden Prabowo ingin menghadirkan pemerataan yang berkeadilan, khususnya dengan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Hilirisasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia.
Kementerian Investasi dan Hilirisasi serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menekankan pentingnya hilirisasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah sebesar 8% dalam lima tahun mendatang.
Saat ini, roadmap hilirisasi telah disempurnakan untuk 28 komoditas prioritas guna mengoptimalkan potensi alam Indonesia, termasuk nikel, tembaga, bauksit, kelapa sawit, dan berbagai hasil perikanan serta kehutanan.
Penyempurnaan ini menargetkan akselerasi dan optimalisasi pada aspek finansial, teknis, dan legal agar investasi sektor hilirisasi semakin menarik bagi investor besar maupun pelaku usaha daerah.
Di sektor mineral, misalnya, pemerintah telah menghentikan ekspor nikel sejak 2020, yang berdampak pada peningkatan nilai ekspor dari hanya US$3 miliar menjadi lebih dari US$30 miliar setelah diolah di dalam negeri.
Dengan mengandalkan hilirisasi, nilai investasi sektor tersebut diproyeksikan mencapai US$127,90 miliar pada tahun 2040, dan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga US$43,20 miliar. Efek dari hilirisasi diperkirakan akan menciptakan lebih dari 357.000 lapangan kerja baru, memberikan pengaruh signifikan pada ekonomi lokal serta membangun kemandirian bangsa.
Presiden Prabowo juga menyusun kebijakan yang mendorong keterlibatan pengusaha daerah dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam proyek hilirisasi. Dalam Peraturan Menteri Investasi Nomor 1 Tahun 2022, investor diwajibkan untuk bekerjasama dengan pengusaha nasional di daerah.
Dengan cara ini, pengusaha lokal diharapkan menjadi pemain utama di negeri sendiri, UMKM bisa naik kelas, dan distribusi ekonomi lebih merata. Hilirisasi tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga menjadi langkah strategis menuju visi Indonesia-sentris yang mengedepankan keadilan ekonomi bagi seluruh masyarakat.
Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), turut menyuarakan dukungannya terhadap transformasi ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo. Bamsoet menilai kebijakan hilirisasi merupakan jawaban terhadap tantangan global di era industri 4.0 dan kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Transformasi tersebut mengubah pola pikir dalam mengelola sumber daya alam sehingga menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi. Agenda hilirisasi sumber daya alam menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang dan akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan dinamika zaman.
Menurut Bamsoet, hilirisasi menuntut pergeseran pola kerja dan koordinasi antarlembaga agar mampu merespons perubahan dengan cepat dan tepat. Tantangan utama dari hilirisasi mencakup mahalnya barang modal dan ketergantungan impor.
Bamsoet meyakini bahwa dengan meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang), Indonesia mampu memproduksi barang modal sendiri dan memperluas nilai tambah komoditas. Lembaga penelitian seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diharapkan mampu mendorong inovasi di bidang ini, seperti optimalisasi proses produksi ramah lingkungan dan pengelolaan limbah industri.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Sunarso, mengungkapkan bahwa strategi hilirisasi yang diterapkan oleh Presiden Prabowo sejalan dengan visi BRI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hilirisasi merupakan salah satu upaya fundamental untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan yang lebih baik.
Pengembangan produk hilir berbasis agrikultur seperti minyak kelapa sawit, misalnya, akan berdampak besar pada peningkatan kesempatan kerja serta pemerataan distribusi pendapatan. BRI memandang hilirisasi sebagai peluang bisnis yang menjanjikan, mengingat setiap peningkatan aktivitas ekonomi di sektor hilir akan berkontribusi pada pertumbuhan PDB.
Sunarso menambahkan bahwa dalam mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6%, ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia menjadi faktor utama. Oleh karena itu, upaya hilirisasi harus berjalan beriringan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui swasembada pangan dan akses nutrisi yang baik. Dengan gizi yang cukup, masyarakat diharapkan dapat memperoleh pendidikan yang lebih baik dan menjadi tenaga kerja yang kompeten untuk mendukung proses produksi di sektor hilirisasi.
Hilirisasi menjadi jembatan bagi Indonesia untuk menghindari jebakan kelas menengah atau middle income trap. Dengan mengolah kekayaan alam di dalam negeri, pemerintah dapat meraih pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta memperkecil kesenjangan ekonomi antarwilayah.
Kebijakan tersebut tidak hanya berfokus pada peningkatan PDB semata, tetapi juga pada distribusi manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Presiden Prabowo ingin memastikan bahwa setiap daerah dan setiap lapisan masyarakat mendapatkan keuntungan dari hilirisasi, sehingga keadilan ekonomi dapat tercipta secara nyata dan merata.
Dengan langkah-langkah konkret dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, visi pemerataan ekonomi melalui hilirisasi akan menjadi lebih dekat dengan kenyataan. Presiden Prabowo berharap bahwa melalui hilirisasi, Indonesia akan mampu mewujudkan ekonomi yang mandiri, kokoh, dan inklusif, membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
)* Penulis adalah kontributor Daris Pustaka