Oleh : Anindira Putri Maheswani )*
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menjadi kabar baik bagi masyarakat luas. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, melalui akun Instagram pribadinya, menegaskan bahwa tarif PPN tetap berada pada angka 11 persen untuk barang dan jasa, kecuali bagi kelompok barang mewah. Langkah ini adalah bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap rakyat sekaligus menunjukkan perhatian mendalam terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
Pernyataan ini muncul setelah rapat Tutup Kas APBN 2024 dan peluncuran sistem Core Tax di Kementerian Keuangan yang turut dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam penjelasannya, Sri Mulyani menjawab keraguan publik yang berkembang terkait kemungkinan kenaikan PPN. Ia menegaskan bahwa barang dan jasa yang selama ini bebas dari PPN akan tetap demikian, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022. Selain itu, barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 11 persen juga tidak akan mengalami kenaikan.
Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat yang masih berjuang menghadapi tantangan ekonomi global. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN hanya untuk kelompok barang mewah yang selama ini sudah dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Barang-barang yang termasuk dalam kategori ini antara lain pesawat jet pribadi, kapal pesiar, yacht, rumah atau apartemen mewah bernilai lebih dari Rp30 miliar, serta kendaraan bermotor kelas atas. Dengan demikian, hanya golongan masyarakat mampu yang akan terdampak oleh kebijakan ini, sementara mayoritas rakyat tidak akan merasakan perubahan.
Presiden Prabowo Subianto secara tegas menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN ini hanya berlaku untuk barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat papan atas. Kebijakan ini sekaligus menegaskan komitmen Presiden untuk melindungi daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Keberpihakan ini sejalan dengan visi besar pembangunan ekonomi yang inklusif dan merata, di mana tidak ada golongan masyarakat yang tertinggal.
Langkah pemerintah ini mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk Pimpinan MPR RI Eddy Soeparno. Ia menilai bahwa kebijakan ini menunjukkan konsistensi Presiden Prabowo dalam mengutamakan kepentingan rakyat. Eddy menyebut keputusan ini sebagai bukti nyata bahwa Presiden mendengar dan menanggapi aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui berbagai saluran, termasuk media sosial dan petisi. Menurutnya, kebijakan ini mencerminkan semangat “no one is left behind,” di mana kesejahteraan adalah hak semua lapisan masyarakat.
Lebih jauh, kebijakan ini juga mencerminkan pendekatan pemerintah yang proaktif dalam mendengar suara rakyat. Dalam era di mana komunikasi antara pemerintah dan masyarakat semakin terbuka, Presiden Prabowo menunjukkan bahwa penyampaian aspirasi memiliki tempat penting dalam pengambilan keputusan. Dengan memberi ruang bagi demokrasi yang sehat, kebijakan ini menjadi bukti bahwa suara rakyat benar-benar didengar dan diterjemahkan ke dalam langkah konkret yang berpihak kepada masyarakat.
Selain itu, Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pajak merupakan instrumen penting untuk menciptakan keadilan sosial dan gotong royong. Dengan memfokuskan kenaikan tarif hanya pada barang-barang mewah, pemerintah berhasil menjaga keseimbangan antara kebutuhan penerimaan negara dan perlindungan terhadap daya beli masyarakat. Langkah ini tidak hanya melindungi kelompok rentan tetapi juga memastikan bahwa beban pajak lebih proporsional, sesuai dengan kemampuan ekonomi setiap lapisan masyarakat.
Keputusan untuk tidak menaikkan PPN secara menyeluruh ini juga memberikan dampak positif pada stabilitas ekonomi. Dengan tidak adanya tambahan beban pajak, masyarakat dapat tetap fokus pada pemulihan ekonomi mereka tanpa khawatir kehilangan daya beli. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, penerapan tarif PPN 12 persen untuk barang mewah menjadi langkah yang tepat dalam memastikan kontribusi dari golongan masyarakat mampu. Kebijakan ini juga berfungsi sebagai upaya redistribusi yang adil, di mana pendapatan dari pajak barang mewah dapat digunakan untuk membiayai program-program yang berdampak langsung pada masyarakat luas, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Langkah pemerintah yang mengutamakan kepentingan rakyat ini menunjukkan bahwa pajak bukan sekadar alat untuk mengumpulkan pendapatan negara, tetapi juga cerminan dari keadilan dan gotong royong. Keberanian pemerintah untuk tidak menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen secara menyeluruh adalah bukti nyata bahwa kebijakan fiskal dapat dirancang dengan pendekatan yang inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan ini patut diapresiasi sebagai langkah strategis yang berpihak kepada rakyat sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Keputusan untuk tidak menaikkan PPN menjadi 12 persen tidak hanya melindungi daya beli masyarakat, tetapi juga memperlihatkan komitmen pemerintah dalam membangun ekonomi yang berkeadilan. Mari kita dukung langkah pemerintah yang pro-rakyat ini, sekaligus terus memberikan masukan yang konstruktif demi terciptanya Indonesia yang lebih baik.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute