Oleh: Alexandro Dimitri*)
Seiring dengan bergulirnya Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu pilar utama kebijakan sosial pemerintahan saat ini, sektor perbankan nasional — terutama bank milik negara (perbankan BUMN) — sedang dirangkul untuk mengambil peran strategis dalam mendukung penyaluran bantuan kepada jutaan rakyat. Inisiatif terbaru datang dari BPI Danantara, yang menggandeng bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menyediakan pembiayaan awal MBG — sebuah langkah penting dalam memastikan program sosial ini berjalan tepat waktu, efisien, dan merata.
Dalam pandangan pemerintah, kebijakan ini tidak hanya tindakan kemanusiaan, tetapi juga investasi sosial yang bisa mendongkrak stabilitas ekonomi, mendukung sektor perbankan, dan merangsang pertumbuhan di tingkat akar rumput.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa aliran dana dari kas negara ke perbankan BUMN merupakan bagian dari strategi fiskal makro yang lebih luas. Pada 12 September 2025, Purbaya mencairkan dana sebesar Rp 200 triliun ke lima bank Himbara untuk memperkuat likuiditas mereka.
Purbaya menyatakan bahwa suntikan dana tersebut akan menekan persaingan bunga dan memberi ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit, sehingga pembiayaan bisa lebih mudah diakses masyarakat dan pelaku usaha. Ia mengaku bahwa beberapa bank bahkan telah meminta tambahan dana karena penempatan Rp 200 triliun sudah habis terserap.
Langkah ini juga membuka jalan bagi bank-bank BUMN untuk mendukung program-program prioritas pemerintah, termasuk MBG, sebagai bagian dari kontribusi nyata mereka.
Di sisi lain, Rosan Roeslani selaku Chief Executive Officer BPI Danantara menyambut baik keterlibatan bank Himbara dalam pembiayaan MBG. Rosan menegaskan bahwa Danantara akan menyediakan pembiayaan di muka untuk dapur-dapur MBG melalui bank-bank BUMN, dimana ini berbeda dengan mekanisme reimburse yang digunakan sebelumnya.
Menurut Rosan, MBG bukan semata program filantropi, melainkan “investasi sosial yang berpenghasilan tetap.” Dengan model pembiayaan seperti ini, seluruh rantai distribusi makanan bergizi, mulai dari dapur, supplier, hingga distribusi, dapat didukung dengan modal yang andal dan aman.
Ia juga menilai bahwa perbedaan kapasitas antar bank dalam penyaluran kredit dan penyerapan dana adalah hal yang wajar, tapi dengan koordinasi yang tepat, Himbara bisa memainkan peran besar dalam menyukseskan MBG.
Keterlibatan Danantara dan bank-bank BUMN dalam pembiayaan MBG datang pada saat yang tepat. Pada 2025, anggaran MBG awalnya dialokasikan sebesar Rp 71 triliun, dan pemerintah telah memutuskan untuk menambah anggaran hingga Rp 100 triliun, agar program ini bisa mempercepat pencapaian target penerima manfaat hingga 82,9 juta orang.
Dengan skema pembiayaan dari Danantara–Himbara, likuiditas dan kesiapan sumber daya bisa lebih cepat terwujud. Ini menjadi penting mengingat kebutuhan dana besar untuk dapur, logistik, distribusi, hingga manajemen program yang sangat masif dan menyentuh seluruh pelosok negeri.
Selain itu, keputusan pemerintah menempatkan dana di perbankan BUMN telah terbukti mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif — seperti UMKM, industri padat karya, dan sektor strategis lainnya — yang pada gilirannya bisa memberi multiplier effect kepada perekonomian nasional.
Kolaborasi antara pemerintah, Danantara, dan perbankan BUMN juga memperlihatkan sinergi antara kebijakan fiskal, investasi, dan sosial, yang merupakan sebuah pendekatan komprehensif yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan dan gizi di Indonesia.
Meski demikian, pelaksanaan MBG tentu menghadapi tantangan besar, mulai dari logistik distribusi, pengawasan mutu pangan, hingga akuntabilitas dana. Oleh sebab itu, upaya pengawasan — mulai dari pengawasan internal pemerintah, lembaga seperti Ombudsman RI, hingga transparansi publik — tetap mutlak diperlukan.
Namun dengan komitmen Danantara dan bank-bank BUMN serta arahan tegas dari pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, langkah ini menunjukkan bagaimana kebijakan publik dan sektor keuangan bisa bersinergi untuk memastikan hak dasar rakyat — memperoleh makanan bergizi — terpenuhi.
Melalui kolaborasi ini, bukan hanya sekadar memberi makan, tetapi juga membangun fondasi kuat untuk generasi masa depan, menggerakkan sektor ekonomi kecil-menengah, dan menjaga stabilitas finansial nasional.
Semangat semacam ini layak kita dukung penuh — karena pada akhirnya, MBG bukan hanya program bantuan sesaat, melainkan investasi besar untuk generasi Indonesia Emas 2045. Dengan sinergi pemerintah, Danantara, dan perbankan BUMN, saya optimis bahwa MBG akan berhasil, dan rakyat — terutama generasi penerus bangsa — akan menikmati manfaat nyata dari keberpihakan negara.
*) Penulis merupakan Pengamat Ekonomi
