Cipayung Plus Bicara Pemuda dan Kepemimpinan Politik Nasional

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Dalam sejarah perjuangan bangsa, peran pemuda dalam perpolitikan Indonesia telah mengalami dialektika dengan berbagai konteks sosio-kultural yang dihadapinya. Jauh sebelum Indonesia merdeka, pemuda telah memperlihatkan partisipasi politik yang tinggi sebagai manifestasi dari keinginan untuk membebaskan diri dari berbagai macam belenggu kebuntuan.

Masalah kepemudaan ini dibahas dalam program mingguan Bioskop Politik (BIOTIK), yang diselenggarakan Parwa Institute dengan tema “Pemuda dan Kepemimpinan Politik Nasional”, Jumat 16 April 2021.

Hadir dalam program ini sejumlah ketua Organisasi Kepemudaan Cipayung. Mereka adalah Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Najih Prastiyo, Ketua Umum PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Benediktus Papa, Ketua Umum PP Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jeffri Edi Irawan Gulton, Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna P Aldino, Ketua Umum PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Susanto Triyoga dan Direktur Eksekutif Party Watch (Parwa) Institute, Muh Jusrianto.

Dalam pemaparannya, Muh Jusrianto melihat peran pemuda dalam perpolitikan Indonesia di abad ke-21 merupakan fenomena khas generasi milenial. Ia menegaskan pemuda saat ini harus mengambil peran penting dalam pembangunan umat dan bangsa.

”Di era industri 4.0 menuju industri 5.0, pemuda khususnya mereka yang aktif di organisasi-organisasi seperti dibawah Cipayung Plus harus mampu mengembangkan diri untuk berkreativitas,” katanya.

Kualitas kader, menurut Jusrianto, harus ditingkatkan kedepan sehingga mampu menduduki posisi strategis yang nantinya memiliki pengaruh dalam mengambil kebijakan. ”Kebijakan itulah yang akan memajukan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berangsa kita menuju Indonesia Unggul di 2035 dan Indonesia Emas di 2045,” ujarnya.

Sedangkan Ketua Umum DPP IMM Najih Prastiyo mengungkapkan bahwa yang perlu dilihat dalam perjalanan sistem perpolitikan bangsa Indonesia yaitu, adanya ruang meritokrasi yang coba dibangun. Ia menekankan lebih pada proses, dimana pemerintah mencoba membuka ruang bagi anak muda tanpa membatasi ruang-ruang lain. Namun disisi lain Najih mengakui modal tetap menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan di politik, baik modal sosial maupun kreativitas.

”Adanya anak-anak muda yang berada dalam pemerintahan seperti di Staf Khusus Kepresidenan seperti Putri Tanjung, Belva Devara, Billy dan lainnya karena mereka memiliki karya, kreativitas. Padahal mereka tidak dilahirkan dalam organisasi. Perlu kita sadari sebagai anak muda saat ini, hampir bisa dipastikan bahwa ada proses kemandekan dalam proses kaderisasi bahwa ada kamendaekan dalam membaca perkembangan zaman hari ini,” ujar Najih.

Sedangkan Benediktus Papa, Ketua Umum PP PMKRI, masih optimistis terhadap peran pemuda yang masih mewarnai perpolitikan nasional. Misalnya saja Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Ia mengatakan bahwa kehadiran mereka yang rata-rata adalah anak muda memperlihatkan pemuda Indonesia masih dalam lingkaran perpolitikan Indonesia. Ia juga mengungkapkan bahwa dua poin penghambat anak muda mengambil peran yang besar dalam politik yaitu soal trah dan finansial.

Terdapat dua varian penting yang menjadi penentu siapa yang berhasil dalam kontestasi politik hari ini; pertama trah politik yang biasa kita jumpai bahkan di setiap daerah.”Ini tentu menutup ruang bagi pemuda-pemuda yang diluar trah itu,” katanya.

Kedua adalah masalah finansial.”Siapa yang punya finansial cukup maka dia akan maju. Ini juga yang menjadi penghambat bagi pemuda-pemuda, apalagi generasi muda dari OKP yang dibawah Cipayung,” ujarnya.

Jeffri Edi Irawan Gulton, Ketua Umum PP GMKI, melanjutkan jika dulu generasi muda berjuang memperjuangkan kemerdekaan, maka saat ini generasi muda menikmati dan mengisi kemerdekaan. Pemuda saat ini tidak memiliki payung hukum sehingga tidak seperti perempuan yang harus dipenuhi 30 persen di parlemen misalnya.  Ia memberikan contoh hanya sekitar 20 Anggota DPR-RI dibawah umur 30 tahun. Hal ini, menurutnya, jadi refleksi bagi organisasi Cipayung Plus.

”Sangat penting bagi pemuda ada payung hukum dengan melibatkan generasi muda terlibat dalam politik itu sendiri, apalagi dalam menghadapi bonus demografi,” kata Jeffri.

Organisasi kepemudaan Cipayung perlu berbenah diri dengan melakukan training-training peningkatan kualitas diri para kader. GMKI, menurut Jeffri akan fokus pada isu-isu lingkungan, HAM dan pembinaan-pembinaan organisasi. ”Kita perlu menyiapkan pelatihan untuk meningkatkan sumber daya. Banyak juga kader GMKI yang maju dalam kontestasi politik dan tidak menskala prioritaskan money tetapi pada gagasan atau ide,” ujarnya.

Ketua Umum DPP GMNI Arjuna P. Aldino menegaskan bahwa perlu memahami pemuda pada tahun 1928 yang memiliki imajinasi yang sangat berani dengan kuantitas yang masih terbatas. Dan sekarang ini banyak anak muda yang terlibat dalam politik, menjadi menteri dan anggota DPR RI.”Tetapi apakah mereka memiliki imajinasi politik?” katanya.

“Ini yang menjadi tugas kita sebagai organisasi Cipayung Plus. Hari ini politik anak muda mendapat tantangan yang berat, apalagi politik itu harus di back up oleh high cost (dana besar). Problematika lain yang mesti diselesaikan, yakni politik hari ini yang harus memiliki kerabat politik dan modal sehingga hal itu mengacaukan rekruitmen kader politik,” ujarnya.

Yang menjadi PR bagi anak muda, lanjut Ketua Umum PP KAMMI Susanto Triyoga, yaitu harus menyiapkan kader politik yang memiliki kualitas tinggi untuk bertarung dalam kontestasi politik nantinya. Tantangan paling dasar, menurutnya, adalah bagaimana memepertahankan nilai-nilai perjuangan dalam realitas politik yang ada.

“Bagaimana terkait sistem politik kita. Misalnya di Jerman para politisi datang membawa ide dan itu dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan di Indonesia politisi perlu modal yang diutamakan bukan gagasan. Sebab itu, menjadi poin penting adalah perbaikan partai politik sebagai inkubator bagi para politisi. Bagi kita anak muda, idealisme dan energik harus dipertahankan oleh anak muda, jangan sampai karena pragmatisme, idealismenya runtuh,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini