Bolak Balik Peralihan Kekuasaan, Militer Tetap Menguasai Myanmar

Baca Juga

MATA INDONESIA, YANGON – Myanmar, negara yang dahulu bernama Burma ini, berada dibawah kekuasaan militer sejak tahun 1962 hingga 2011. Namun, kini kekuasaannya telah beralih dengan diadakan pemilihan umum secara langsung oleh negara tersebut. Lalu, bagaimana kondisi sebenarnya di Myanmar?

Sistem politik di Myanmar dapat dibilang kacau, sebab dinilai telah mengesampingkan konsensus yang disepakati melalui pemilu. Hal tersebutlah yang dinilai bahwa Myanmar tak mampu menjalankan supremasi hukum, karena sistem hukumnya pun ilegal serta penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Pemerintah setempat menutupi keadaan negaranya terhadap dunia internasional. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan adanya instabilitasi politik dan ekonomi.

Pada tahun 1988 terjadi suatu pemberontakan yang dipimpin oleh para biksu dan mahasiswa untuk menggulingkan Jenderal Ne Win. Jenderal Saw Maung yang diangkat sebagai panglima militer Tatmadaw dan ditunjuk sebagai pengganti Ne Win.

Jenderal Ne Win
Jenderal Ne Win

Di bawah pimpinan Jenderal Saw Maung kondisi perekonomian Burma mulai membaik. Lalu, perubahan ekonominya ini didukung oleh sikap Saw Maung yang lebih terbuka terhadap bantuan asing. Pengurangan kontrol serta dorongan masuknya investasi asing mulai dijalankan sebagai upaya reformasi di bidang ekonomi.

Akan tetapi, upaya pembenahannya belum mampu menghasilkan perbaikan ekonomi secara pesat. Ketidakpuasan muncul dalam bentuk demonstrasi terhadap pemerintah. Demonstrasi ini akhirnya memicu pertumpahan darah pada 8 Agustus 1988 yang dikenal dengan kejadian “the 8888 uprising”.  Namun, terdapat perubahan nama-nama sejak peristiwa itu terjadi, tetapi tak banyak memberikan perubahan pada reformasi politik.

Di tahun 2017 lalu, militer Myanmar melakukan serangan terhadap warga Rohingya. Kondisi negara tersebut sangat mengabaikan etnis Rohingya. Tindakan pemerintah dinilai telah menargetkan Rohingya secara sistematis bahkan berujung genosida. Banyak etnis Rohingya yang dibunuh massal, pemerkosaan, hingga pembakaran rumah-rumah yang menjadi tempat tinggal mereka, tujuannya untuk meleyapkan warga tersebut.

Setelah itu, banyak warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Karena mereka mendapatkan tindakan yang tak adil dan pemerintah negara tersebut tak melakukan apapun terhadap mereka. Sejak saat itu negara menjadi sorotan internasional.

Kini, kondisi negara Myanmar sedang darurat. Sebab petinggi-petinggi negara tersebut ditahan oleh militer. Kudeta militer ini bermula ketika menghadapi krisis politik sejak pemilihan umum November 2020 lalu, karena dinilai telah curang. Lalu, kekuasaan Myanmar tengah diambil alih oleh militer setempat. Pengambilalihan tersebut merupakan pembalikan tajam dari kemajuan demokrasi dalam beberapa tahun terakhir.

Warga negara ini pun menjadi panik, mereka memenuhi supermarket, apotek, dan warung-warung kecil untuk membeli barang kebutuhannya. ATM pun ramai dikunjungi warga hingga menimbulkan antrean yang panjang. Karena mereka khawatir jalan-jalan akan ditutup. Lalu seluruh warga Myanmar diperintahkan untuk tidak beraktivitas di luar rumah.

Reporter: Azizah Putri Octavina

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini