MATA INDONESIA, NEW YORK – Dampak krisis Rusia dan Ukraina ternyata malah menimpa Amerika Serikat. Kebijakan embargo pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia justru berimbas kepada warga AS.
Pemerintah AS sudah memutuskan untuk berhenti mengimpor minyak dari Rusia. Keputusan ini sebagai upaya untuk menekan ekonomi negara itu. Untuk menganti minyak dari Rusia, AS berencana melakukan kesepakatan impor minyak baru dengan Arab Saudi, Venezuela, dan Iran.
Tapi keputusan ini tak membuat Rusia pusing. Presiden Rusia Vladimir Putin malah cuek. Ia hanya mengatakan negaranya mulai menyesuaikan diri dengan situasi buruk saat ini. Bahkan, ia membalas AS dan sekutunya dengan melarang ekspor berbagai macam produk-produk strategis.
Selain minyak, Rusia juga punya gas alam. Rusia sebelumnya sudah memperingatkan AS dan sekutu bahwa harga minyak bisa tembus lebih dari 300 dollar AS per barel menindaklanjuti kemungkinan penutupan pipa gas utama Rusia-Jerman.
Dan benar saja, sekarang ini para pemilik kendaraan di Amerika Serikat mengeluh. Kini mereka harus membayar bensin lebih mahal dari sebelumnya. Harga untuk satu galon bensin melonjak hingga 4,17 dollar AS atau Rp 59.580 (kurs Rp 14.280).
Satu galon bensin di Amerika Serikat setara dengan 3,78 liter. Harga bensin ini memecahkan rekor tertinggi di Juli 2008, saat segalon bensin dibanderol 4,11 dollar AS.
Saat Rusia mulai menyerbu Ukraina, harga minyak maupun gas sudah naik. Harga minyak di AS juga semakin parah dengan rusaknya beberapa kilang akibat Badai Katrina.
Kepala Analis Energi Global, Tom Kloza, mengungkapkan harga bensin dan gas di AS akan terus mengalami lonjakan. Dalam dua pekan terakhir, harga bensin naik sekitar 55 sen, lalu kembali naik 63 sen per galonnya.
Meski minyak impor asal Rusia relatif sedikit, yakni hanya 2 persen dari total impor BBM AS, namun Rusia adalah salah satu produsen besar minyak global.
Dengan kata lain, Rusia bisa menyeret harga minyak dunia ikut naik. Dampaknya pun bisa merembet ke banyak negara. Belum lagi, Rusia juga memasok gas alam sangat besar ke Eropa yang tentunya juga akan berpengaruh ke harga minyak.
Menurut Kloza, jika AS dan sekutunya semakin menekan Rusia dengan sanksi ekonomi, Putin bisa nekat untuk menghentikan pengiriman minyak dan gasnya sebagai bentuk pembalasan.
Untuk mengantisipasi balasan dari Putin, Amerika Serikat sudah ancang-ancang mencari negara produsen minyak lainnya. Negara yang diincar adalah Iran, Arab Saudi, dan Venezuela.
Masalahnya, dengan Iran dan Venezuela, Amerika Serikat selama ini memiliki hubungan kurang bagus. AS telah lama memiliki hubungan yang kurang baik dengan kedua negara tersebut.
Sementara dengan Arab Saudi, AS juga nggak bisa apa-apa. Apalagi Presiden Joe Biden sempat menyebut Arab Saudi sebagai “paria” karena perannya dalam pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi.
Reporter: Irania Usman