Begini Hukum Saf Salat Bercampur Seperti di Kampanye Prabowo, Menurut Kiai NU

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Netizen sedang ramai membahas saf salat yang bercampur antara laki-laki dan perempuan saat kampanye paslon 02 Prabowo-Sandiaga di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu 7 April 2019.

Banyak orang yang mempertanyakan, apakah mereka yang salat itu tidak tahu aturan dalam Islam karena mencampur barisan laki-laki dengan perempuan?

Ternyata, masing-masing ulama berbeda pendapat soal saf yang bercampur itu. Salah satu pendapat menyebut saf yang tercampur akan rawan terjadinya sentuhan kulit antara pria dan wanita sehingga salat jadi batal, ada juga yang menyebut akan timbul fitnah bila pria dan wanita berada dalam satu barisan.

Berikut penjelasan lengkap hukum saf salat yang bercampur, menurut Komisi Maudluiyyah PWNU Jatim, Kiai Zahro Wardi.

1. Urutan saf dalam berjamaah bila dalam satu bangunan atau lokasi adalah laki-laki dewasa, anak-anak kemudian wanita. Bila menyalahi urutannya maka keutamaan jamaah (pahala 27 derajat) hilang, sebagaian ulama berpendapat keutamaan safnya yang hilang. (Fathul Mu’in Bab Sholat Jamaah)

2. Sedangkan bila campur dalam satu saf/sejajar hukumnya makruh. Tentang hukum keabsahan salatnya ada dua pendapat: hukumnya sah, seperti pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik, lalu pendapat kedua hukumnya batal, seperti pendapat yang disampaikan oleh Abu Hanifah, Syekh Abu Bakar dan Abu Hafsh dari Ulama Madzhab Hambali. (al-Fatawa al-Kubro, 2/325)

3. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, disengaja atau tidak menurut mayoritas ulama hukumnya batal. Dalam situasi padat berdesakan seperti itu sangat mungkin terjadi. (Fathul Mu’in Bab Wudlu’)

4. Keabsahan salat bukan berarti aman dari hukum haram, bila dalam pelaksanaannya melanggar aturan Allah. Semisal tempat yang dipakai adalah ghosoban atau dalam pelaksanaannya terjadi campur baur laki-laki dan perempuan, hingga timbul fitnah dan sejenisnya. (Al Bajuri Bab Sholat)

5. Apakah situasi tersebut bukan masuk hajat syadidah atau dlorurot? Betul, situasi memang padat dan berdesakan. Namun, semua yang hadir tujuannya adalah politik, bukan ibadah murni. Sangat berbeda dengan situasi haji, semisal.

Jadi?

Wal hasil, saf campur dalam salat jamaah dengan tujuan utama kampanye, berdesakan laki-laki bukan mahram, itu ibarat sop buntut sapi, dicampur dengan es krim. Sama-sama enak dan mahal, tapi bila dicampur jadi satu, bukan hanya tidak enak, tapi bisa bikin murus. Pahamkan?

Wallohul Musta’an…

Kiai Zahro Wardi ,Koimisi Maudluiyyah PW NU Jatim

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Tinggal Menunggu Hari, Pengamat Politik Ingatkan 12 Kerawanan Ini

Penyelenggaraan Pilkada serentak pada 27 November mendatang mendapat sambutan positif, terutama dalam hal efisiensi biaya dan penyelarasan pembangunan. Menurut Yance...
- Advertisement -

Baca berita yang ini