Jiwa Kepahlawanan dari Seorang Guru Milenial

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Andaikata diajak mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita dengan cara menuliskannya, tentu saja tidak akan cukup jika hanya dituliskan dalam tulisan yang singkat ini. Tentang jerih payahnya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Perjuangan pahlawan zaman dulu memang sangat luar biasa hebatnya. Meskipun begitu, mereka telah tiada dan kita hanya bisa mengenangnya. Jika demikian, Lantas siapa yang bisa disebut dengan pahlawan di era milenial ini?

Menilik arti pahlawan di KBBI V online bahwa pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran atau pejuang yang gagah berani.

Bagi saya, guru adalah pahlawan di era milenial. Kenapa? Karena guru adalah orang yang gagah berani memberantas kebodohan bangsa dengan cara mengajarkan banyak ilmu kepada murid-muridnya.

Jalan yang ditempuhnya tidak dapat dibilang mulus-mulus saja. Banyak sekali jalan terjal yang harus dilalui. Mulai dari mengorbankan waktunya, mendapatkan gaji yang tidak seberapa, menghadapi murid yang nakal, sampai keharusan membuat cerdas murid-muridnya dan masih banyak lagi.

Meskipun demikian, seorang guru dengan jiwa kepahlawanan yang dimilikinya mampu menjalani jalan terjalnya dengan keteguhan, kegigihan dan kesabarannya. Harapannya tidak lain adalah semoga murid-muridnya menjadi orang-orang sukses yang dapat bermanfaat bagi masyarakat, nusa dan bangsa.

Seorang guru akan bahagia melihat muridnya yang dapat meneruskan atau menyebarluaskan ilmunya. Suatu kisah dari saya sebelum duduk di bangku smp, saya paling jengkel kalau tidak bisa dibilang benci dengan pelajaran bahasa inggris. Soalnya saya tidak paham dan sulit mempelajarinya.

Namun gayung bersambut, kejengkelan itu berubah menjadi kesukaan. Bahasa inggris yang dulunya saya tidak paham sama sekali menjadi mulai paham sedikit demi sedikit.

Kesukaan ini tidak datang secara tiba-tiba. Ada andil dari guru saya terkait hal ini. Dalam proses belajar di kelas smp, guru saya tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran saja tetapi beliau juga memberikan cerita-cerita yang sangat menginspirasi bagi kehidupan saya.

Proses mengajar demikian nyatanya berpengaruh bagi saya dalam belajar bahasa inggris terutama di samping memang smp saya dulu berbasis bilingual school yaitu sekolah dengan menggunakan dua bahasa; bahasa inggris dan indonesia.

Tidak hanya di kelas, di luar kelas guru saya juga sering mengajak murid-muridnya berinteraksi. Dari sini saya dan teman-teman saya selaku murid bisa membicarakan banyak hal mulai dari kesusahan belajar, masalah pertemanan bahkan sampai masalah percintaan yang memang lagi masa-masanya seumuran anak smp gitu, hehe. Bahkan pernah suatu kali teman saya kesurupan kemudian guru saya bergegas untuk menyadarkannya.

Tapi begitulah guru saya selalu memiliki waktu luang bagi murid-muridnya. Mendengarkan segala keluh kesah murid-muridnya dari hal serius sampai sepele. Beliau selalu menanggapinya dengan ikhlas tanpa ada keluh kesah.

Sejak saat itu, saya mulai menyukai pelajaran bahasa inggris. Saya mempelajarinya pelan-pelan mencoba mengulangi pelajaran yang didapat dari sekolah, membaca-baca buku saku bahasa inggris yang diberikan dan hal itu berdampak sekali bagi kehidupan saya.

Sebelumnya, saat saya mendengarkan lagu bahasa inggris tidak tahu maksud yang dinyanyikan itu apa, namun sekarang saya bersyukur meskipun belum mengetahui secara keseluruhan maksudnya setidaknya saya sudah bisa menikmati lagu yang berbahasa inggris.

Modal bahasa inggris yang saya dapat dari SMP itu sangat bermanfaat bagi saya ke depannya. Terutama saat saya melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu SMA atau MA atau sederajat. Dan saya melanjutkannya di suatu pesantren yang juga ada MA-nya. Di pesantren tersebut nyatanya terkenal dengan kedisiplinan berbahasanya dalam komunikasi sehari-hari yaitu berkomunikasi dengan bahasa arab dan inggris.

Dengan modal bahasa inggris yang saya miliki, saya bersyukur sekali setidaknya saya sudah bisa salah satu dari bahasa yang ada di pesantren tersebut.

Seiring berjalannya waktu, saya diberi amanah  menjadi pengurus bagian kebahasaan di pondok tersebut. Sampai sini, saya sangat bersyukur dan bangga karena ilmu yang saya pelajari ternyata bermanfaat dan bisa dikatakan guru saya telah menjadi pahlawan karena ilmu yang diberikan olehnya sangat berguna bagi saya.

Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan dari beliau bukan hanya ilmu pengetahuan di dalam kelas tetapi juga ilmu kehidupan. Memang pantas guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa.

Selain menjadi guru juga berlabel pahlawan, menjadi guru itu mulia karena banyak hal yang harus dipertaruhkan olehnya selain mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi generasi penerus bangsa. Jadi, tidak ada salahnya jika guru masuk dalam kategori pahlawan.

Penulis: Muhammad Afiruddin
FB: Apiruddin
Ig: apiruddin30

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini