MATA INDONESIA, – Intro
Pondok Pesantren Al Hasanah merupakan institut tempat aku menimba ilmu pengetahuan sejak aku SMP hingga saat ini, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum sama seperti sekolah umum diluar sana.
Di Pondok ini banyak hal menarik yang pernah ku alami. Pengalaman-pengalaman yang manis untuk diceritakan dan tak pernah terlupakan. Aku sangat yakin pengalaman ini tidak akan pernah kudapatkan jika aku tidak memutuskan sekolah di pesantren.
Hidup di asrama dan menjadi santri memang menyimpan banyak cerita unik dan lucu, disamping karena kita diatur oleh aturan yang sangat ketat, kita juga diajari untuk lebih dapat mengatur waktu kita dengan baik, belajar memahami teman-teman sekamar ataupun seasrama, serta membudidayakan antre. Betapa tidak, setiap hal-hal yang dilakukan di pondok itu harus antre, mau makan antre, mau mandi antre, mau menyetrika antre, pokoknya serba antre deh. Tapi tak mengapa, hal itulah justru menjadi cerita menarik untuk diceritakan kepada orang-orang yang tak pernah mengenyam pendidikan pesantren seperti kami, para alumnus pesantren.
Wira Arkana Putri itulah namaku. Saat ini aku duduk di bangku SMA kelas 2. Aku mulai masuk pesantren saat menginjakkan kakiku di kelas 1 SMP. Hari pertama aku menjalani kehidupan di pesantren rasanya begitu mengesankan, lelah dan letih kurasakan semuanya tercampur menjadi satu. Banyak pengalaman seru dan menarik yang telah kudapatkan selama hampir lima tahun berada di Pondok Pesantren ini. Salah satunya adalah pengalaman seru saat acara 17 Agustus-an ditahun 2020 ini yang mungkin berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
17 an kali ini kami laksanakan ditengah-tengah berlangsungnya Pandemi COVID-19 yang membuat heboh warga seantero dunia. Namun, keberadaan pandemi ini tidak membuatku serta teman-temanku yang lainnya menjadi patah semangat, karena banyak pengalaman seru dan menarik yang bisa kami dapatkan dalam acara 17 Agustusan ditahun pandemi ini.
Chekidot!
Tetes embun masih basah di dedaunan, suara ayam pun berkokok bersahutan. Para Patroli Malam bergegas membunyikan bel menandakan bahwa hari sudah pagi. Aku yang kaget dengan suara bel tersebut segera terbangun, perlahan membuka mataku. Jam menunjukkan pukul 03.00 pagi, aku segera bergegas menuju kamar mandi dan bersiap-siap pergi ke masjid untuk melaksanakan salat tahajjud dan salat subuh secara berjamaah. Indah nan syahdu lantunan ayat suci Alquran yang menggema dibacakan para santriwati sambil menunggu berkumandangnya adzan subuh.
Selepas subuh, kami segera membaca Alquran, bertadarus bersama dipimpin oleh seorang ustadzah cantik, sebut saja namanya Ustadzah Maryam. Beliau merupakan salah satu pengasuh di Pondok Pesantren Al-Hasanah ini. Parasnya yang elok nan rupawan membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona. Ditambah keindahan akhlaknya, membuat siapapun yang melihatnya akan jatuh hati, termasuk aku hehe walau aku sama-sama seorang wanita, namun aku sangat iri dengan keindahan akhlak beliau.
Setelah kegiatan tadarus selesai, Ustadzah Maryam memberikan beberapa informasi dan arahan kepada para santriwati mengenai agenda pada hari ini.
“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh…”
Salam Ustadzah Maryam dengan penuh semangat. Karena hari ini adalah hari yang sangat istimewa, hari dimana sebuah kemerdekaan telah ditebus dengan semangat juang para pahlawan. Hari dimana perjuangan para santri dan ulama terbayarkan dengan kata ‘MERDEKA.’ Walau ditengah musibah COVID-19 ini, tetap saja tidak menyurutkan semangat langkah kami dan para ustadzah dalam merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan negara kita yang tercinta ini, Indonesia.
”Anak-anakku semua yang Ustadzah sayangi dan cintai karena Allah SWT. Ada beberapa informasi yang ingin ustadzah sampaikan dan harus kalian perhatikan dan laksanakan sebaik mungkin. Mengingat bahwa hari ini bertepatan dengan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kita akan melaksanakan agenda yang memang telah rutin kita lakukan tiap tahunnya. Namun, untuk tahun ini mungkin agak berbeda dikarenakan musibah COVID-19 ini. Semoga Allah segera angkat pandemi ini dari bumi kita tercinta, bumi pertiwi ini, aamiin yaa rabbal ‘aalamiin. Agenda yang akan kita lakukan tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dimulai dengan upacara bendera di lapangan nanti pada pukul 07.00, setelah itu dilanjut dengan pembukaan acara jalan santai dan kerja bakti sekitar area pondok dan area rumah warga. Yang berbeda kali ini adalah kalian semua WAJIB MEMAKAI MASKER, dan jika ada yang memiliki handsanitizer bisa dibawa. Jangan lupa mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan demi kegiatan. Insyaa Allah pihak pondok sudah menyediakan basecamp untuk kalian beristirahat dan disana disediakan juga tempat untuk mencuci tangan. Pukul 06.30 ustadzah harapkan kalian sudah membuat barisan di depan Gedung Aisyah, berbaris sesuai urutan kelasnya, baris depan dimulai dari kelas 7 dan lanjut dibelakangnya sampai kelas 12. Petugas upacara pada hari ini ustadzah minta dari kelas 11 A. Cukup sekian dari ustadzah, untuk kelas 11 A setelah ini kumpul dengan ustadzah di Balai Pertemuan Santri. Terima kasih, silakan yang lainnya bisa membubarkan diri setelah ustadzah tutup dan bersiap-siap. Jangan lupa memakai seragam yang rapih dan bersih, dan jangan lupa WAJIB SARAPAN!!! Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. ” Ucap ustadzah dengan nada tegas.
“Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakaatuh, syukron yaa ustadzah.” Jawab para santriwati dengan kompak dan semangat.
Aku pun terkejut, kelas 11 A? It’s my class. Tidak kusangka kelasku terpilih menjadi petugas upacara di acara yang spesial ini. Kuharap kelasku bisa memberikan kontribusi terbaiknya dalam upacara pengibaran merah putih dihari yang istimewa ini.
Aku dan teman-teman sekelasku segera menuju Balai Pertemuan Santri. Aku berangkat kesana bersama dua orang sahabat terbaikku, sebut saja namanya Ananda dan Anindi. Mereka anak kembar identik. Aku bersahabat baik dengan mereka sejak kelas 7, awal pertama kali aku masuk pesantren.
“Nan, Nin ayo cepetan. Nanti kalau terlambat kita bisa dihukum, ustadzah juga mungkin sudah menunggu sejak tadi.” Sahut aku pada dua orang sahabatku itu.
“Iya, Wir. Sebentar nih aku nunggu Nindi ganti kerudung dulu,” jawab Nanda yang sedang merapihkan kerudung kembarannya, Nindi. Aku pun duduk menunggu mereka di teras depan kamar mereka sambil membaca mushaf yang sudah kugenggam sedari tadi.
5 menit kemudian…
“Ayo Wir, berangkat,” sahut Nanda dan Nindi berbarengan.
Kami segera berangkat menuju Balai Pertemuan, namun karena takut kena hukuman akhirnya kami pun berlari sekuat tenaga dan ketika itu kami juga melihat Qismul Amni (bagian keamanan pondok) yang sudah berjaga-jaga di setiap pos untuk menghukum santriwati yang terlambat hadir di Balai Pertemuan. Alhamdulillah, kami tiba di Balai Pertemuan dengan tepat waktu. Kami duduk di bagian belakang dan langsung meluruskan kaki serta mengatur nafas baik-baik. Lumayan capek loh berlari dari asrama menuju Balai Pertemuan. Ternyata banyak teman-temanku lainnya yang sudah hadir di tempat ini. Beberapa ustadzah pun sudah hampir semuanya berkumpul. Seperti mau disidang saja hehe…
“Kok tegang banget yah akuu.. Yaa Allah deg-deg-an banget. Bakal dapat tugas apa yah aku?” tanyaku dalam hati. Melihat aku yang sedang termenung, Nanda segera menepuk pundakku.
“DOOORRR! Hayoo mikirin apa sih? Hemm ciee jangan mikirin aku terus dong, aku masih ada nih disini. Aku selalu ada disampingmuu babyy, eaaaaaa…” ledek Nanda padaku.
“Ihhh apa sih, huuhhh GE-ER bangett yah kamu. Aku lagi mikirin diacara 17 an kali ini aku bakal jadi petugas apa ya, Nan? Huhh, Aku gak mau jadi pembaca susunan acara.” Jawabku dengan raut muka penuh kegelisahan.
“Loh, emang kenapa Wir? Suaramu kan sangat lantang, tegas pula. Kenapa kamu gak mau?” sambung Nindi.
“Emmmmm… gimana ya Nin. Iya betul aku sih bisa-bisa aja. Tapi upacara kali ini aku pengen banget jadi bagian Paskibra. Seneng rasanya kalo aku bisa jadi orang yang pertama kali di ponpes ini yang mengibarkan Sang Merah Putih ditengah Pandemi COVID-19 ini. Menurutku acara 17-an kali ini spesial, walau ditengah musibah wabah ini semangat kemerdekaan kita sebagai santri tidak pernah surut dan takkan lekam oleh waktu.” Jawabku dengan penuh semangat.
“Wahh, bener juga Wir. Aku dukung kamu deh seratus persen.. moga kamu terpilih yaaa..” ucap Nindi.
“Iya, Nin. Aamiin.. makasih yah Nanda, Nindi kalian memang sahabat terbaikku..” aku memeluk mereka dengan eratnya.
Beberapa lama kemudian, Ustadzah Maryam pun datang. Terlihat teman-temanku yang lainpun sudah berkumpul semua. Nanda sahabatku, ia adalah ketua kelas di kelas 11 A. Sikapnya yang ramah pada siapapun namun tegas dan juga berwibawa membuatnya terpilih menjadi seorang ketua kelas. Aku sangat senang sekali. Dia termasuk siswi yang cerdas dan menjadi saingan beratku di kelas, eitss bukan berarti kami saling menjatuhkan atau mengalahkan satu sama lain yah, persaingan kami sehat kok, kami saling berlomba-lomba dalam kebaikan, fastabiqul khoiroot.
Wali kelasku, Ustadzah Sofi sudah hadir bersamaan dengan Ustadzah Maryam. Beliau duduk bersebelahan dengan Ustadzah Maryam. Sedikit perkenalan, kelasku memang kelas terfavorit di Pondok Pesantren ini. Para siswi nya pun aktif dalam mengikuti kegiatan apapun, baik kegiatan sekolah, kegiatan pondok, maupun kegiatan tertentu diluar pondok.
Kelasku sudah sering sekali memenangkan banyak perlombaan, baik lomba di dalam pondok maupun lomba-lomba di luar pondok. Dan kelasku juga sering ditugaskan atau dipilih menjadi Duta Paskibra dalam acara-acara penting di dalam maupun luar pondok. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur sekali bisa menjadi bagian daripada kelas ini. Dan akupun sangat bersyukur, ternyata tidak sia-sia orangtuaku memasukkan aku ke pondok pesantren ini. Di sinilah aku belajar banyak hal, di sinilah banyak pengalaman-pengalaman menarik yang bisa kudapatkan dan kuambil pelajarannya. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik.
Kami semua, termasuk para ustadzah wajib memakai masker. Sebelum masuk pun kami harus dicek terlebih dahulu suhu tubuhnya baru diperkenankan untuk masuk. Bahkan duduknya pun kami tidak boleh berdekatan, ada jarak di antara kita eaaa. Oh pandemi, segera berakhirlah, kami rindu bumi kami yang dulu.
Ustadzah Sofi selaku wali kelasku, beliaulah yang membuka acara pada perkumpulan pagi hari ini.
“Bismillah, mengingat waktu juga yang sudah hampir mendekati acara 17-an ini. Mari kita buka terlebih dahulu perkumpulan pada pagi hari ini dengan ucapan basmallah. Bismillahirrahmaanirrahiim. Untuk acara selanjutnya ustadzah serahkan pada Ustadzah Maryam, kepada beliau waktu dan tempat dipersilakan.”
“Assalamualaikum anak-anak ustadzah yang ustadzah cintai. Langsung saja ya mengingat waktunya yg sudah sangat mepet sekali, ustadzah bagikan petugas-petugas upacara pada 17 Agustusan hari ini. Bismillahirrahmaanirrahiim
1. Petugas MC atau Pembawa Acara: Hanifah
2. Petugas Pembacaan UUD 1945: Rena Ramadhani
3. Petugas Pembacaan Janji Santri: Kayla Azhari
4. Petugas Qiroatul Qur’an: Anindita Salsabila
5. Pemimpin Pasukan: Ananda Salsabila
Dan sisanya menjadi pasukan pengibar bendera merah-putih. Untuk Wira Arkana, mana Wira? Hadir tidak?” tanya ustadzah.
“Hadir ustadzah, di belakang sini.” Jawabku dengan suara lantang, karena ruangannya cukup besar dan suasana pun sangat riuh berisik, jadi terpaksa kukeluarkan suara lantangku.
“Wira, kamu siap kan nak jadi pasukan paskibra? Ustadzah tunjuk kamu sebagai orang yang mengibarkan bendera. Gimana nak, kamu siap?” tanya ustadzah dengan ramah.
“Maasyaa Allah, Wira gak nyangka loh ustadzah. Baik ustadzah, insyaa Allah Wira siap!” jawabku dengan tegas.
Ahh gak nyangka banget doaku terkabul, terima kasih Allah. Ujarku dalam hati.
“Tuhkan bener, kataku juga apa Insyaa Allah pasti kamu terpilih Wir.” Colek Nanda padaku.
“Selamat ya, Wir. Semoga berhasil, awas jangan sampe terbalik benderanya hehe..” ledek Nindi.
“Hai Wira, wah selamat yah aku gak nyangka loh kita satu team yah.” Sahut Nisa yang memang dia pun menjadi pasukan pengibar bendera bersamaku.
“Nanda? Apakah Nanda hadir?” tanya ustadzah Maryam.
“Ehh hemm… ada ustadzah di sini, di belakang. Afwan ustadzah kurang terdengar suaranya.” Jawab Nanda dengan terbata-bata karena sejak tadi ia sangat asyik sekali mengobrol denganku.
“Nanda, ustadzah minta tolong kamu sebagai ketua kelas 11 A tolong panggil ketua kelas 11 B. Dan suruh dia pilih beberapa orang anggota kelasnya untuk menjadi panitia acara jalan santai dan kerjabakti. Karena kalau memakai anggota kelasmu saja sepertinya kurang cukup untuk mengontrol santri yang sebanyak ini.” ucap ustadzah Maryam.
“Baik ustadzah. Kira-kira perlu berapa anak ya ustadzah untuk menjadi panitia tersebut?” tanya Nanda.
“Sekitar 10 orang saja sudah cukup nak, Insyaa Allah. Sisanya biar nanti para ustadzah saja yang memegang acara ini.” Jawab Ustadzah Maryam. “Ustadzah tunggu datanya setelah upacara selesai.”
“Baik ustadzah.” Seru Nanda. Sebelum pertemuan ditutup, Nanda pun langsung keluar untuk mencari ketua kelas 11 B dan meminta data yang diperintahkan oleh Ustadzah Maryam.
“Baik para santriwati kelas 11 A, silakan dipersiapkan segalanya dengan semaksimal mungkin. Berikan kontribusi terbaik kalian dalam acara 17-an ditengah pandemi ini. Semoga Allah melancarkan dan memberi kemudahan selalu pada kita semua. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin. Cukup sekian dari ustadzah, untuk pasukan paskibra setelah ini langsung memakai seragamnya dan segera kumpul di lapangan bersama Ustadzah Sofi untuk persiapan upacara nanti. Terima kasih, wassalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh.” Seru ustadzah Maryam mengakhiri perkumpulan dipagi hari ini.
Setelah acara perkumpulan selesai, kami para santriwati kelas 11 A langsung berhamburan keluar menuju kamar masing-masing untuk bersiap-siap dalam pelaksanaan acara 17 Agustus-an serta menjadi petugas upacara dalam acara 17-an kali ini. Aku pun segera bergegas memakai seragam dan langsung menuju lapangan untuk menemui Ustadzah Sofi. Aku sangat bersemangat sekali. Aku datang lebih awal daripada yang lain. Apa yang kuharapkan terkabul. Semoga Allah senantiasa memudahkan aku dan teman-temanku semua dalam berjalannya acara pada hari ini.
Jam menunjukkan pukul 6 pagi. Waktu berjalan begitu cepat dan tak terasa hampir mendekati acara dimulai. Setelah hampir 10 menit aku menunggu petugas paskibra lainnya, akhirnya kami telah berkumpul semua, begitupun Ustadzah Sofi yang sudah datang lebih awal dari aku.
Tanpa basa-basi lagi, kami pun langsung merapihkan barisan, untuk berlatih sebentar dipimpin langsung oleh Ustadzah Sofi. Seragam putih dengan balutan kerudung putih serta masker dan syal merah putih, membuat kami terlihat sangat menawan dan berwibawa. Aku berdiri ditengah-tengah memegang bendera merah putih dengan gagahnya. Jarak kami pun tidak saling berdekatan. Kami saling berjauh-jauhan, sesuai dengan prosedur kesehatan saat ini. Meskipun begitu, latihan yang kami lakukan tetap berjalan dengan khidmat, dan tanpa kendala apapun. Selain memakai masker, kami semua juga diberikan face shield untuk melindungi diri dari paparan virus.
Tidak terasa, acara pun akan segera dimulai. Tampak para santri tengah bersiap-siap menuju lapangan dan langsung membuat barisan. Para petugas upacara yang lainnya pun sudah berkumpul termasuk kedua orang sahabatku, Nanda dan Nindi.
Waktu sudah menunjukan pukul 07.00, menandakan bahwa acara akan segera dimulai. Para santriwati pun sudah rapih membuat barisan dengan berjarak, sesuai dengan tempat yang telah ditentukan. Mereka juga menggunakan masker selama berlangsungnya acara.
Upacara pada pagi hari ini, walau ditengah-tengah Pandemi Covid-19 tetap berlangsung dengan khidmat dan penuh semangat. Aku bangga sekali bisa mengibarkan bendera merah putih ditengah Pandemi Covid-19 ini. Terlihat para santriwati pun hormat dengan penuh keseriusan dan semangat yang menggelora.
Setelah upacara selesai, acara dilanjut dengan jalan santai ke sekitar kampung warga. Para santri pun diwajibkan membawa alat-alat kebersihan, serta membawa masker untuk dibagikan kepada pengguna jalan atau warga sekitar yang tidak menggunakan masker. Meski pandemi seperti ini, tidak menyurutkan sama sekali semangat kami dalam mengikuti acara 17-an yang diselenggarakan di pondok pesantren ini. Selain acara jalan santai, pihak pondok juga menyelenggarakan berbagai perlombaan seperti lomba menghias kamar, lomba penyuluhan kesehatan, dan lain sebagainya.
Aku bangga sekali menjadi santri. Karena dengan menjadi santri aku menjadi tahu ilmu agama, tidak hanya itu aku juga dididik menjadi santri yang patriotik dan tangguh.
Aku bangga menjadi santri karena dengan mejadi santri aku bisa merasakan nikmatnya kebersamaan yang tidak bisa kudapatkan diluar sana.
Aku bangga menjadi santri karena saat menjadi santri, aku diajarkan untuk menjadi orang yang sederhana yang tak gampang puas diri.
Aku bangga menjadi santri karena saat menjadi santri, aku dididik untuk menjadi insan yang islami.
Aku bangga menjadi santri karena dari santri, aku siap berkecimpung dengan masyarakat.
Aku bangga menjadi santri karena dari santri aku tahu bahwasanya ilmu dunia serta akhirat harus seimbang agar tak salah dalam melangkah.
Pandemi, takkan pernah menyurutkan semangat kami
Untuk bumi tercinta kita, Indonesia. Katakan pada corona bahwa, sekali merdeka, tetap MERDEKA!!!
Penulis: Gani Putri Ar
Ig: nurhikmatul_hasanah
Twitter: @Be_better208
Alhamdulillah berita ini sangat bagus sekali.. semangat ya..
Masya Allah santriwati ini kok keren banget yaa. Lanjutkan semangat menulisnya ya.
Masya Allah… Barakallah gani kuu cayang?❤
Aku sukaa.. Suka bnget sama cerita ganti.. Biidznillah semoga menangg ya beb.. Emng indah bnget klo ngerasain kemerdekaan 17 Agustus di pondok tercinta walau keadaan sedang pandemi seperti ini.. Semangat terus ganii
Assalamualaikum , Ma Sya Allah keren gani lanjutkan terus karyamu ??
Zeall !! Good luck ?