Fasilitasnya Oke, Malaysia Ditunjuk WHO Riset Vaksin Covid-19

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Malaysia menjadi salah satu negara yang ditunjuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melakukan sejumlah riset penemuan vaksin atau antivirus Covid-19.

Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Datuk Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan, negaranya mendapat kehormatan itu karena dianggap punya kemampuan riset yang mumpuni, serta didukung fasilitas memadai.

“Kami akan berdiskusi dengan WHO dan agenda yang akan dibahas dalam pertemuan itu adalah penelitian bersama oleh WHO dan Kementerian Kesehatan Malaysia,” Noor Hisham Abdullah, seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat 27 Maret 2020.

Malaysia juga sudah memiliki lokasi untuk penelitian bersama tersebut, yakni di Clinical Research Malaysia.

Noor Hisham juga memastikan kesiapan dan kualitas para peneliti yang ada di negaranya. Dia mengatakan, kementerian akan melakukan penelitian segera setelah obat tersebut diberikan kepada mereka oleh WHO.

“Obat itu telah diidentifikasi oleh WHO. Apakah obat ini efektif secara ilmiah atau tidak, kami harus melakukan penelitian terlebih dahulu,” ujarnya.

Remdesivir adalah obat antivirus yang digunakan untuk penyakit Ebola dan infeksi virus Marburg. Obat tersebut kemudian juga digunakan untuk pengobatan virus pernapasan respirasi, virus Junin, virus demam Lassa, dan virus MERS dan SARS.

Sementara ini, berdasarkan data Worldometers, sudah 591.278 warga dunia terkonfirmasi positif corona. Sebanyak 26.979 orang meninggal dunia dan 132.520 orang dinyatakan sembuh.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini