MATA INDONESIA, JAKARTA – Hanya dalam empat hari terakhir hingga Jumat 7 Februari 2020, sekitar 90 ribu warga sipil Idlib, Suriah, terpaksa meninggalkan ruamh mereka akibat meningkatnya ketegangan antara pasukan pemerintah Bashar Al Assad dan para pemberontak di wilayah tersebut.
Mengutip Anadolu Agency, pergerakan pengungsi mengarah menuju perbatasan Suriah-Turki. Mereka dilaporkan terpaksa mengungsi karena perang tak kunjung mereda, padahal sebelumnya sudah terjadi kesepakatan genjatan senjata.
Warga sipil melarikan diri ke daerah-daerah dekat perbatasan Turki. Banyak dari mereka yang juga berlindung di daerah-daerah yang bebas dari teroris oleh operasi anti-teror Turki.
Otoritas Turki khawatir, jika situasi tak mereda, akan ada total tiga juta warga Idlib yang terancam mengungsi untuk menyelamatkan diri, di tengah upaya rezim sah Suriah dibantu Rusia memerangi pemberontak.
Sejak Januari 2019, jumlah warga Suriah yang dipindahkan dari Idlib dan Aleppo telah meningkat menjadi hampir 1,77 juta. Rusia dan Turki berada pada posisi bersebrangan di Suriah. Rusia memihak rezim Suriah pimpinan Presiden Bashar Al Assad, sedangkan Turki mendukung kelompok perlawanan yang menentang Assad.
Pada September 2018, Turki dan Rusia sepakat untuk mengubah Idlib menjadi zona de-eskalasi. Itu artinya tindakan agresi secara tegas dilarang.
Sejak meletusnya perang saudara berdarah di Suriah pada 2011, Turki telah menampung sekitar 3,7 juta warga Suriah yang melarikan diri dari negara mereka. Tindakan ini menjadikan Turki sebagai negara tuan rumah pengungsi terbanyak di dunia.