MATA INDONESIA, JAKARTA – Michael Jordan adalah sosok ‘Jumpman’ yang menjadi logo sepatu ternama Nike, Air Jordan. Pebasket legendaris asal Amerika Serikat ini tergabung dalam National Basketball Association (NBA) dan masuk dalam klub Chicago Bulls. Ia dikenal berkat gerakan Slam Dunk-nya yang terkadang sering diwarnai dengan aksi menjulurkan lidah.
Mengutip dari Huffington Post, pria yang kerap disapa MJ ini ternyata melakukan hal tersebut karena terinspirasi oleh sang ayah yang selalu menjulurkan lidah saat sedang memperbaiki barang di rumahnya.
Sang ayah, James Raymond pun memberikan klarifikasi dengan mengatakan bahwa kebiasaannya tersebut sudah menjadi warisan keluarga yang dilakukan secara turun-temurun. Ayah dari salah satu pebasket terbaik di dunia ini mengaku mempelajari hal tersebut dari sang kakek. Ia merasa memperoleh konsentrasi penuh saat melakukan kebiasaan uniknya tersebut.
Bagi Jordan, aktivitas menjulurkan lidah bukan hanya ekspresi bermain yang menjadi ciri khasnya dalam bertanding. Sama seperti ayahnya, ia juga memperoleh konsentrasi lebih saat menjulurkan lidah sebelum melakukan aksi slam dunk andalannya.
Seorang antropolog bernama Desmond Morris, mengatakan kepada Chicago Tribune bahwa sebenarnya terdapat arti tersirat dari gerakan menjulurkan lidah yang dilakukan oleh Jordan.
Bagi Morris, gerakan menjulurkan lidah yang dilakukan Jordan bukan hanya wujud dari upaya mengumpulkan konsentrasi murni. Ia juga mengatakan bahwa gerakan Jordan tersebut merupakan wujud dari ungkapan ‘tolong tinggalkan aku dalam damai’.
Kebiasaan menjulurkan lidah ala Jordan ini pun pada akhirnya dinamai sebagai Sindrom Michael Jordan. Aksi yang disebut ‘Lidah Konsentrasi’ ini dikenal sebagai kunci kesuksesan Jordan di setiap pertandingannya.
Bahkan terdapat suatu ungkapan di Amerika Serikat yang berbunyi, “Jika Jordan sudah menjulurkan lidah, maka dia tidak bisa dihentikan.”
Seorang ahli neurologi asal Amerika Serikat, Paul Mazzeo, pun mengatakan bahwa sejumlah ilmuwan mengklaim aksi menjulurkan lidah merupakan salah satu cara untuk mengurangi input sensor yang tidak diperlukan ke otak, sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam berkonsentrasi. (Marizke/R)