Oleh: Alfitra Wijaya
Pemerintah semakin tegas dalam memerangi judi online dengan menyiapkan sanksi berat bagi para pelaku, baik pemain maupun penyedia layanan. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk respons terhadap dampak luas yang ditimbulkan oleh judi online, terutama di kalangan masyarakat bawah. Presiden Prabowo Subianto telah memberikan instruksi kepada kepolisian untuk melakukan tindakan maksimal dalam pemberantasan praktik ilegal ini.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggarisbawahi bahwa judi online telah menyusup hingga ke berbagai lapisan masyarakat, bahkan menyentuh anak-anak di bawah umur. Hal ini menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi muda, mengingat dampaknya yang merusak stabilitas ekonomi keluarga serta berpotensi meningkatkan angka kriminalitas. Oleh karena itu, kepolisian diperintahkan untuk memberantas judi online dari akar permasalahannya, mulai dari jaringan kecil hingga bandar besar yang menjalankan operasi di balik layar.
Untuk memperkuat pemberantasan, Polri akan menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para bandar judi online. Dengan mekanisme ini, aset yang diperoleh dari kegiatan ilegal tersebut dapat disita dan dikembalikan kepada negara. Langkah ini diharapkan tidak hanya menutup akses keuangan bagi pelaku, tetapi juga memberikan efek jera yang lebih besar. Selain itu, kepolisian juga diperintahkan untuk menindak tegas anggota yang terbukti terlibat dalam jaringan judi online.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai bahwa kebijakan ini merupakan langkah yang tepat untuk menekan peredaran judi online di Indonesia. Menurutnya, semua pihak yang terlibat, baik pemain maupun bandar, harus dikenai hukuman setimpal karena aktivitas perjudian bertentangan dengan hukum yang berlaku. Ia menekankan bahwa revolusi di bidang teknologi komunikasi telah mempermudah akses judi online, sehingga tindakan tegas harus segera dilakukan sebelum dampaknya semakin meluas.
Dampak negatif dari judi online sudah terlihat nyata di masyarakat. Banyak kasus di mana individu kehilangan kendali akibat kecanduan judi hingga berujung pada tindakan kriminal. Salah satu contoh yang sempat menjadi sorotan adalah kasus seorang ayah yang tega menjual anaknya sendiri demi melunasi utang akibat judi online. Fenomena seperti ini menunjukkan bagaimana praktik judi dapat menghilangkan akal sehat seseorang dan merusak tatanan sosial.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menilai bahwa upaya pemerintah dalam menangani peredaran konten negatif di dunia digital harus lebih diperkuat. Ia menekankan bahwa regulasi perlindungan terhadap masyarakat dari konten berbahaya seperti judi online telah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, implementasi di lapangan masih menjadi tantangan besar karena lemahnya penegakan hukum.
Salah satu langkah konkret yang sedang dirancang oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) adalah pembatasan usia dalam penggunaan media sosial. Dengan kebijakan ini, diharapkan anak-anak tidak lagi terpapar dengan konten judi online yang tersebar luas di berbagai platform digital.
Pemerintah juga tengah menyusun aturan mengenai sanksi yang akan dikenakan kepada platform digital yang terbukti membiarkan konten judi online beredar di layanan mereka. Sanksi ini dapat berupa teguran tertulis, denda, penghentian sementara, hingga pemutusan akses secara permanen.
Namun, Heru menyoroti bahwa kebijakan semacam ini harus didukung dengan penegakan hukum yang lebih ketat. Sejauh ini, meskipun sudah ada larangan tegas terhadap judi online, praktiknya masih marak di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa negara masih memiliki pekerjaan rumah dalam memastikan regulasi yang telah dibuat benar-benar dijalankan.
Selain penindakan hukum, pemerintah juga mengupayakan strategi pencegahan dengan meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat. Edukasi mengenai bahaya judi online menjadi salah satu langkah penting dalam membentengi masyarakat dari godaan perjudian daring. Kampanye ini menyasar berbagai kelompok, termasuk pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga ibu rumah tangga yang rentan menjadi korban perjudian.
Dalam aspek teknologi, pemerintah bekerja sama dengan penyedia layanan internet untuk memperkuat sistem pemblokiran situs judi online. Langkah ini dilakukan agar akses ke platform ilegal tersebut semakin sulit, terutama bagi masyarakat yang masih awam dalam mengenali modus operandi para pelaku judi online.
Keberhasilan pemberantasan judi online tidak hanya bergantung pada tindakan kepolisian atau pemerintah, tetapi juga pada kesadaran kolektif masyarakat. Dukungan dari keluarga, komunitas, serta sektor swasta juga berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari pengaruh negatif perjudian.
Meskipun tantangan dalam pemberantasan judi online masih besar, kebijakan pemerintah dalam menerapkan sanksi berat bagi pemain dan penyedia layanan judi online merupakan langkah progresif dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman. Dengan strategi yang terencana, sinergi antara aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat terbebas dari ancaman judi online yang telah merugikan banyak orang.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute