Mata Indonesia, Yogyakarta – Memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta soroti konsep pengembangan pangan lokal dan kerentanan pangan atas adanya krisis iklim.
Direktur Deputi Direktur Walhi Yogyakarta, Dimas R Perdana mengatakan, ketika bicara isu pangan maka ada 2 fokus yaitu, pertama soal ketahanan pangan yang bagaimana menghidupkan kembali soal konsep-konsep pangan lokal, kedua, tentang kerentanan pangan karena adanya krisis iklim.
“Dari data Walhi DIY, di Gunung Kidul terdapat 30% kerentanan pangan, di wilayah tersebut Gunung Kidul mengalami rawan atas pangan, sementara di Kulon Progo yang terkenal dengan ketahanan pangan keringnya sering juga mengalami kesulitan dalam menjaga kestabilan hasil panen akibat krisis yang terjadi,” ungkap Dimas saat diwawancarai tim minews.id pada Rabu (16/10/2024).
Dimas menjelaskan, Krisis iklim berkorelasi dengan ketahanan pangan misalnya, kebutuhan pangan rakyat yang tinggi, namun alih fungsi lahan untuk pertambangan, pembangunan kebutuhan untuk mengakomodasi pariwisata sangat mengancam persoalan ketahanan pangan di DIY.
“Krisis iklim tidak hanya persoalan lingkungan tapi juga ancaman serius terhadap ketahanan pangan, jadi produksi pertanian di DIY jelas terganggu dengan adanya krisis iklim,” jelasnya.
Walhi DIY mendorong pemerintah untuk dapat menghidupkan kembali pangan lokal yang menjadi kekuatan yang dimiliki masyarakat DIY.
“Sebagai bentuk implementasi konsep ini membutuhkan lahan, sehingga lahan ini sangat perlu dijaga dengan menjaga lingkungan, sehingga alih fungsi lahan harus dihentikan dan jangan ekspansif kembali,” tambahnya.
Momentum hari pangan perlu dijadikan momen untuk bicara soal kerentanan pangan yang diakibatkan krisis iklim, krisis lingkungan hidup (Krisis Ekologi), dan bagaimana rantai produksi dapat menjamin kesejahteraan atau perikehidupan dari para petani maupun nelayan.
Oleh karena itu perlu peran dari berbagai stakeholder dan pemangku kebijakan untuk memperkuat ketahanan pangan lokal yang memperjuangkan kebijakan yang berpihak kepada petani kecil dan nelayan serta mendesak langkah-langkah konkritnya yang sangat membutuhkan transformasi sistem pangan yang berkelanjutan, adil, dan berdaulat.