MATA INDONESIA, SLEMAN – Sebanyak 12 pelaku penganiayaan suporter sepakbola dihadirkan dalam rekonstruksi penganiayaan suporter sepakbola pada Kamis (6/10/2022).
Pasalnya, satu korban suporter sepakbola bernama Aditya Eka Putranda telah meninggal dunia disebabkan penganiayaan dari 12 pelaku itu, tepat di dekat rel kereta api, Padukuhan Mejing Kidul, Kalurahan Ambarketawang, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (28/8/2022) sekitar pukul 02.00 WIB.
Kanit 3 Tipiter Reskrim Polres Sleman, Iptu Sulistio Bimantoro S.Tr.k.,M.H, mengatakan, ada 25 adegan yang diperagakan selama rekonstruksi penganiayaan suporter sepakbola itu berlangsung.
Ucapnya, rekonstruksi itu dilakukan untuk memperjelas adegan pada saat kejadian itu berlangsung.
Tidak hanya itu saja, pihaknya ingin pihak jaksa penuntut mengetahui seperti apa kronologi yang berlangsung pada saat itu.
“Untuk temuan baru tidak ada. Semua sama seperti adegan pada saat pelaksanaan. Tidak ada perubahan. Semua sesuai dengan BAP,” tuturnya kepada awak media di tempat kejadian perkara (TKP).
Sementara itu, kronologi kasus itu di mulai dari korban yang hendak pulang usai menonton Persebaya Surabaya di laga pekan ketujuh Liga 1 2022/2023 di Stadion Maguwoharjo, Sleman.
Namun, saat di pertengahan perjalanan, tiba-tiba di dekat rel kereta api dimana TKP itu berlangsung ada 12 orang yang menyerangnya.
Adanya tragedi itu pun tidak hanya menyebabkan satu orang meninggal dunia, tetapi tiga orang lainnya juga mengalami luka-luka.
“Supaya lebih riil dalam pelaksanaanya (rekonstruksi suporter sepakbola) kami pilih di sini (TKP). Bisa melihat situasinya,” imbuhnya.
Rekonstruksi itu berlangsung selama empat jam atau dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir pada 12.00 WIB.
Atas berlangsungnya kejadian itu, dia berharap masyarakat tidak mengulangi hal yang serupa.
Proses rekonstruksi tersebut dihadiri oleh Tim Kuasa Hukum korban, di antaranya adalah M. Mukhlasir, Widhie Arie Sulistyo, dan Heri Sukrisno.
M. Mukhlasir menuturkan perasaannya yang sedikit lega atas dilakukannya pelaksanaan rekonstruksi suporter sepakbola di TKP.
“Harapan kami memang ketika dilakukan rekonstruksi itu ya dilakukan di TKP. Kan banyak nih, perkara-perkara yang dilakukan di kantor polisi, itu kan jiwanya enggak dapet,” ujarnya.
Jiwa dalam perkara itu tentu untuk memastikan kebenaran perbuatan para pelaku penganiayaan.
“Karena peran-peran dari pelaku ini kan terlihat jelas di mana tempatnya? Peran apa yang dilakukan? Jadi, ini kan semuanya terbuka untuk umum,” tuturnya.
Senada, Widhie Arie Sulistyo, menyampaikan, dengan adanya rekonstruksi yang dihadiri oleh jaksa terkait bisa menjadi obyektif lagi dalam melakukan tuntutan.
“Ini kan peran-perannya terlihat nih, siapa saja yang berperan sangat penting? Bagaimana ceritanya dari awal sampai akhir kan ada di rekonstruksi ini,” terangnya.
Melalui hal itu, pihaknya berharap tidak ada intervensi atau campur tangan dalam perselisihan antara dua belah pihak.
“Jaksa lebih obyektif. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Jadi kembali lagi ke citra penegakan hukum itu semoga jauh lebih baik lagi,” pintanya.
Di sisi lain, menurut R. Heri Sukrisno, adanya rekonstruksi itu bisa menjadi pemenuhan rasa keadilan.
“Kami akan mengawal sampai nanti di proses P21 (pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap) dan sampai nanti divonis,” ujarnya.
Oleh karena itu, proses rekonstruksi menjadi poin penting untuk dilampaui saat finalisasi proses.
“Sekali lagi kami tegaskan, bahwa proses ini seobyektif mungkin untuk dilaksanakan dan harus memenuhi rasa keadilan. Karena bagaimana juga, kami sebagai pihak korban sampai ada yang meninggal dan sebagainya tentu tidak ada gantinya,” pungkasnya.
Reporter: Abraar