MATA INDONESIA, JAKARTA – Salah satu peninggalan sejarah terpenting yang masih ada adalah prasasti Ashurbanipal yang berasal dari milenium pertama sebelum masehi. Prasasti ini ada di wilayah Iran dan masuk dalam peninggalan yang dilindungi UNESCO.
Lokasi prasasti ini ada di Provinsi Ilam, Iran. Prasasti Ashurbanipal merupakan salah satu situs bersejarah dan arkeologi yang berharga dari milenium pertama SM. Tulisannya menggunakan sistem tulisan Cuneiform.
Karya besar tersebut berada di desa Gul Gul, 25 kilometer dari kota Ilam dan di antara jalan setapak berbatu yang tinggi. Ashurbanipal telah terdaftar sebagai salah satu monumen nasional Iran pada bulan Desember 1977.
Prasasti Ashurbanipal berbentuk bujur dengan dimensi 130 X 90 sentimeter. Tingginya sekitar 270 sentimeter. Pada prasasti itu ada ukiran seorang prajurit Asyur (Asiria) dengan helm perang dan memegang panah. Namun sebagian koleksi tulisan itu sekarang tersimpan di British Museum London.
Raja Singa
Dalam prasasti ini terdapat cerita tentang Ashurbanipal. Ia adalah raja besar Asiria. Ia putra raja Esarhadon. Dan raja besar terakhir dari Kekaisaran Asyur Baru (668 SM – c. 627 SM).
Di Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen ia disebut Asnapar yang agung. Sejarawan Romawi, Justinus menyebut Ashurbanipal ini sebagai Sardanapalus.
Ia lahir menjelang akhir dari periode 1500 tahun kejayaan Asyur.
Ayahnya, Esarhadon, adalah putra bungsu Sanherib. Esahardon sebenarnya bukan pewaris tahta. Selain karena anak bungsu, ia juga bukan lahir dari rahim permaisuri.
Namun ia terpilih sebagai raja setelah ayahnya Sanherib mati dibunuh Adramelekh dan Sarezer, dua kakaknya yang lahir dari permaisuri. Kedua kakaknya ini kemudian melarikan diri ke ke wilayah Ararat.
Ashurbanipal tumbuh di istana kecil yang dibangun oleh kakeknya Sanherib. Ia sendiri sebenarnya adalah anak kedua. Sejak remaja ia ikut pelatihan militer yang cukup keras. Ia menguasai berbagai skill seperti berkuda sambil memanah. Ia juga disekolahkan, belajar politik bahkan mengurus urusan mata-mata Ayahnya. Nama Ashurbanipal terkenal karena ia mampu membunuh dan menaklukan singa yang mengancam salah satu desa di wilayah kerajaan ayahnya. Sejak itu ia disebut raja singa.
Saat ia menjadi raja, ia menghidupkan kembali perburuan Singa. Biasanya usai perburuan, ia melakukan ritual menuangkan anggur di atas Singa yang mati. Ia pun menghiasi Istananya dengan relief ukiran yang menunjukkan kehebatannya sebagai pemburu pemberani.
Raja Esarhaddon meninggal tahun 669 SM. Khawatir terjadi perebutan kekuasaan, Esarhaddon membagi wilayahnya menjadi dua. Anak tertuanya, Shamash-shum-ukin memerintah Babylonia. Sedangkan Ashurbanipal memerintah daerah di Asyur.
Kerajaan Asyur semakin lama semakin besar karena kegemaran Ashurbanipal berperang dan meluaskan wilayah. Ia terkenal sebagai orang yang tidak ada ampun terhadap musuhnya. Kalau lagi menguasai satu tempat, ia bisa membuat daerah itu miskin dengan aturan bayar pajak yang tinggi sehingga penduduk asli sampai harus pindah.
Tahanan perang akan dijadikan objek penyiksaan sadis dan percobaan mental. Ashurbanipal juga sadis terhadap pemimpin daerah yang ia berhasil kuasai. Mereka akan dipermalukan dan dieksekusi secara publik—tanpa ampun.
Perang Saudara
Ashurbanipal menjadi raja di Ashur dan kakaknya memimpin Babylonia. Awalnya hubungan mereka baik, tapi lama kelamaan hubungan mereka mulai retak. Hal ini karena ambisi Ashurbanipal yang ingin menguasai Babylonia.
Ketakutan karena ambisi adiknya, pada tahun 652 SM, Shamash-shum-ukin memilih melawan adiknya. Namun Ashurbanipal bergerak cepat. Bersama pasukannya ia mengepung kota Babylonia. Selama dua tahun pengepungan ini mengakibatkan kota ini lumpuh. Banyak rakyatnya yang menjadi kanibal karena krisis makanan.
Setelah lumpuh, barulah Ashurbanipal menyerang kota Babylonia. Kakaknya yang ketakutan tertangkap, memilih bunuh diri dengan cara membakar istananya.
Kesadisan Ashurbanipal saat itu luar biasa. Ia memerintahkan pasukannya untuk memotong lidah rakyat Babylonia. Tak hanya itu, rakyat tak berdosa ini kemudian menjadi umpan binatang-binatang buas peliharaan Ashurbanipal. Kesadisan Ashurbanipal menjadi legenda. Malah saat ia menyerbu wilayah Elam, semua rakyatnya dibakar dan dimusnahkan.
Raja Cendekiawan
Di balik kesadisan Ashurbanipal, ia ternyata punya perhatian terhadap seni dan pengetahuan. Ia juga mempertahankan kultur dan agama yang ada. Ashurbanipal memercayai beberapa Dewa-dewi. Meski ia membunuh rakyatnya, Ashurbanipal tak pernah menyentuh kuil-kuil keagamaan.
Ia pun mendorong sekolah-sekolah untuk mendidik rakyatnya supaya belajar. Ashurbanipal terkenal mengoleksi ribuan naskah dan merupakan orang pertama yang punya perpustakaan dalam sejarah.
Perpustakaan ini untuk pribadi. Isinya ada 20,000-30,000 tablet. Perpustakaan rapih dengan ribuan tablet dengan berbagai kisah tentang Peradaban Mesopotamia. Walau banyak yang mengira dia belajar karena politik, nggak bisa dipungkiri kalau pengetahuannya menjadi salah satu faktor kesuksesan kepemimpinannya.
Gambaran tentang Ashurbanipal tentu terlihat begitu berbeda. Di satu sisi, catatan tentang Raja ini terlihat sadis. Ia tidak memberi ampun kepada musuh. Beberapa catatan sejarah menyebutkan secara detaik bagaimana sadisnya hukuman.
Tapi, di catatan lain penggambaran Ashurbanipal sebagai Raja yang dermawan terhadap perkembangan seni dan pengetahuan. Ia juga seorang pemaaf. Ini jadi kontradiktif. Satu sisi ia sadis kepada orang yang melawannya tapi sisi lain ia bersikap murah hati.
Peninggalan
Walau sempat berjaya dan punya kekuasaan yang besar, namun ia juga penyebab hancurnya kekaisaran Assyria di masa depan. Setelah Ashurbanipal meninggal di tahun 627 SM, sistem dan struktur di kerajaannya pelan-pelan mulai runtuh.
Menurut cendekiawan, sebab dari kehancurannya adalah musuh Ashurbanipal yang memberontak. Perang yang berlangsung dalam jangka waktu lama merusak sistem internal kerajaan.
Sang Raja gagal melanggengkan kesuksesannya tapi ia meninggalkan pelajaran bagi kerajaan lain. Dari taktik militer hingga cara memimpinnya.
Pada tahun 609 SM, Kekaisaran Asyur hancur untuk selamanya. Ia meninggalkan catatan sejarah dan berbagai pengetahuan di perpustakaannya. Dengan kontribusinya untuk para cendekia dari koleksinya, Ashurbanipal rasanya cocok dengan label “Raja Dunia” yang ia sematkan sendiri.
Penulis: Deandra Alika Hefandia