Sudah Sembilan Partai Daftar Jadi Peserta Pemilu 2024, Ada Nama Baru yang Unik Karena Dimotori Praktisi Hukum Fenomenal

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Ada delapan partai politik yang mendaftar sebagai calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), tiga di antaranya partai baru.

Hal itu diungkapkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin 1 Agustus 2022.

Kedelapan parpol itu adalah PDIP, PKS, PKP, Perindo, Prima, Nasdem, PBB dan Partai Reformasi.

PKP, Prima dan Partai Reformasi adalah tiga partai baru yang mencoba peruntungan mereka di 2024.

Selain itu ada Partai Pandai yang mendaftar pada pukul 13.00 WIB.

Pandai itu kependekan dari Partai Negeri Daulat Indonesia yang dimotori dua pengacara fenomenal, Farhat Abbas dan Elza Syarif.

Masa pendaftaran itu akan berlangsung selama 14 hari sejak Senin ini hingga 14 Agustus 2022.

Partai politik yang pernah ikut Pemilu 2019 dan lolos ke parlemen hanya menyerahkan syarat administrasi untuk bisa ditetapkan sebagai peserta pemilu dua tahun mendatang.

Sedangkan partai politik baru maupun partai yang tidak lolos parlemen pada Pemilu 2019 harus menyerahkan syarat administrasi dan faktual.

“Kategorinya satu saja lengkap atau tidak lengkap, yang diperiksa adalah kelengkapan dokumen persyaratan. Nanti kalau sudah lengkap, KPU akan menerbitkan berita acara yang menyatakan bahwa dokumen persyaratan sudah lengkap dan dinyatakan terdaftar, dilampiri dengan buktinya apa saja,” kata Hasyim.

Partai yang belum penuhi persyaratan masih diberikan waktu melakukan perbaikan sampai 14 Agustus 2022 jam 24.00 WIB.

Hasyim mengimbau, setiap parpol yang ingin mendaftar sebagai peserta Pemilu 2024 mengonfirmasi kedatangan terlebih dahulu untuk memudahkan proses pendataan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini