Rekor! Temperatur di London Capai 40 Derajat Celcius, Banyak Terjadi Kebakaran

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON – Untuk pertama kalinya, temperatur di London, Inggris, tercatat lebih dari 40 derajat Celcius atau tepatnya 40,3 derajat Celcius di musim panas tahun ini.

Angka 40,3 derajat Celcius tercatat di Coningsby, Lincolnshire. Sementara 33 lokasi lainnya melampaui suhu tertinggi sebelumnya di Inggris yakni 38,7 derajat Celcius pada 2019.

Beberapa dinas pemadam kebakaran menyatakan, ada beberapa insiden kebakaran yang terjadi. Kebakaran besar di Wenington, London timur, membuat rumah-rumah hangus. Beberapa layanan kereta api dibatalkan setelah rel terlalu panas.

Ratusan petugas pemadam kebakaran menangani kebakaran di seluruh London, termasuk di Wennington, di mana rumput yang terbakar akhirnya menyambar rumah.

Warga, yang harus dievakuasi, mengatakan, sekitar delapan rumah dan mungkin sebuah gereja lokal telah hancur dalam kebakaran, sementara seorang petugas pemadam kebakaran di tempat kejadian menggambarkannya seperti neraka.

“Saya kira sekitar 15-20 rumah mungkin hilang, atau tidak bisa dihuni. Rumah saya benar-benar hilang, begitu pula tetangga sebelah dan tiga atau empat rumah lainnya di sepanjang jalan itu,” ujar salah satu warga.

Tercatat kebakaran bukan hanya terjadi di London, tapi di beberapa tempat lain seperti di Leicestershire, East, North dan South Yorkshire dan Lincolnshire, Hertfordshire, Suffolk dan Norfolk.

Di London, masyarakat diimbau tidak mengadakam barbekyu atau api ungguh. Mereka juga diminta berhati-hati saat membuang puntung rokok.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini