MATA INDONESIA, JAKARTA – Perlu diakui cita rasa pedas dalam makanan mampu menggugah selera lidah masyarakat Indonesia dan dunia. Tak heran di beberapa restoran makan berlomba-lomba agar makanannya menjadi yang terpedas, sedangkan yang lainnya tidak seperti itu.
Hal ini tentunya membuat para antropolog dan sejarawan penasaran selama beberapa waktu. Dengan iklim yang hangat, aneh memang makanan hidangan panas dan pedas sering ditemukan pada iklim ini.
Menurut penelitian mungkin berkaitan dengan fakta bahwa beberapa rempah memiliki sifat antimikroba.
Sebuah survey dalam buku resep dari seluruh dunia, para peneliti mengatakan “Seiring temperatur rata-rata tahunan (indikator laju pembusukan makanan relatif) meningkat, proporsi resep yang melibatkan rempah-rempah, jumlah rempah per resep, jumlah total rempah yang digunakan, dan penggunaan rempah dengan sifat anti bakteri yang paling ampuh, semuanya turut meningkat.”
Selain itu juga dikatakan bahwa bahan makanan seperti cabai akan membusuk dalam waktu yang cepat di tempat panas. Sementara rempah-rempah mungkin membuat makanan lebih awet atau setidaknya lebih enak di lidah.
Mengapa kita suka makanan pedas?
Kita tentunya memiliki alasan sendiri untuk menyantap makanan pedas. Entah karena lebih menantang daripada berkaitan dengan status sosial, serta ada juga yang lebih ke rasanya hidangan makanannya yang nikmat.
Sebut saja lada, reaksi psikologi terhadap rempah satu ini seakan-akan tubuh jadi ‘terbakar’. Hal ini yang membuat tubuh berkeringat, memerah dan bahkan bisa muntah dalam kasus yang ekstrem.
Biasanya ketertarikan dalam makanan pedas muncul dari pengalaman dan kebiasaan dalam jangka panjang yang menjadi daya tarik dari makanan ini. Tak ada kata menolak untuk tidak mencoba ragam aneka makanan pedas.
Khasiat anti mikroba dan pengaturan suhu tubuh mungkin tidak termasuk dalam daftar alasan untuk makanan pedas. Hal ini tentunya patut direnungkan dan disyukuri bagi kita yang menyukai makanan pedas.
Masakan pedas menggunakan rempat-rempah kurang diminati
Beberapa rempah dianggap memiliki rasa yang kuat dan memberi rasa ekstra pada hidangan yang telah beredar selama berabad-abad berdampingan dengan jahe, lada hitam, dan kayu manis yang dibawa dari timur.
Namun makanan yang berasal dari rempah-rempah dianggap tidak memberikan sensasi kuat. Oleh karena itu makanan ini dirasa kurang diminati oleh lidah masyarakat dunia maupun Indonesia.
Tetapi ada salah satu buku resep makanan dari Inggris abad ke-18 yang melibatkan rempah-rempah seperti bunga pala, pala dan cengkeh.
Pada tahun 1600-an, harga rempah anjlok di Eropa yang membuat pengusaha restoran maupun koki menambahkan rempah ke masakan mereka. Mulai dari sini para kelompok elit berhenti menyukai hidangan klasik asal Eropa tersebut.
Menurut Maanvi Singh dalam The Salt, ia mengatakan sikap manusia yang angkuh dapat menghapus sensasi rempah-rempah dari lidah masyarakat Eropa. Mereka juga mulai mengubah standar makanan mewah dengan menekankan hidangan paling murni digabungkan dengan penyedap rasa yang menonjol.
Efek makanan pedas
Di belahan dunia, makanan pedas juga diduga dapat membantu manusia dengan suhu tubuh panas menjadi dingin. Efek pendinginan ini berasal dari penguapan yang terjadi saat kita berkeringat untuk menjaga keseimbangan tubuh.
Berbeda halnya jika berada diiklim yang sangat lembab, sebanyak apapun Anda berkeringat tidak ada gunanya. Hal ini karena penguapan tidak akan membantu karena sudah terlalu banyak air di udara.
Dalam suatu studi mengatakan meminum air panas setelah olahraga menunjukan tubuh mereka akan mendingin sedikit lebih cepat dari orang yang meminum air dingin. Tetapi ini bisa terjadi saat dalam kondisi kelembapan yang rendah.
Reporter: Azzura Tunisya