MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemerintah terus mendorong pengembangan instrumen keuangan hijau. Karenanya, dalam Presidensi G20 Indonesia, penguatan komitmen Indonesia untuk mencapai target ekonomi hijau menjadi sangat penting. Terlebih Indonesia mengangkat isu transisi energi.
“Ini karena tiga prioritas Presidensi G20 membutuhkan kebijakan terhadap akses teknologi, akses pembiayaan, serta mempertimbangkan cost energy yang terjangkau bagi masyarakat,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto, di Jakarta, Rabu 23 Februari 2022.
Menurut Airlangga, green financing (pembiayaan hijau) menjadi penting, tidak hanya terbatas bagi pembiayaan melalui anggaran Pendaptan dan belanja negara (APBN), ataupun penerbitan surat utang atau green sukuk.
Namun, lanjut Airlangga, instrumen-instrumen lainnya seperti salah satunya terkait blended finance. Bukan hanya dari pemerintah, tapi swasta dan lembaga-lembaga donor internasional, terutamanya untuk kelestarian alam.
“BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup) tentunya bisa mendorong terbitnya pengembangan perdagangan karbon secara transparan,” ujar Airlangga.
Menko Perekonomian menambahkan, pemerintah terus meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan lembaga internasional. Beberapa program EBT mendapatkan pembiayaan dari Development Finance Institution dan Export Credit Agency.
Di sektor keuangan, lanjut Airlangga, roadmap keuangan berkelanjutan OJK tentunya akan mendorong roadmap taksonomi hijau agar Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang mempunyai standard hijau sebagai acuan pembiayaan nasional.
“Indonesia tentunya terus membuat kebijakan. Baik itu di sektor infrastruktur maupun mekanisme terkait dengan persiapan agar perdagangan karbon bisa terlaksana,” ujar Airlangga.