MATA INDONESIA, MOSKOW – Kementerian Luar Negeri Rusia memutuskan untuk menarik staf diplomatiknya dari Ukraina. Kiev dituduh gagal memenuhi kewajiban internasionalnya untuk memastikan keamanan para staf diplomatik Rusia.
“Kedubes Rusia di Kiev dan Konsulat Jenderal negara kita di Odessa, Lvov, dan Kharkov telah berulang kali diserang,” bunyi pernyataan itu, melansir Russia Today, Rabu, 23 Februari 2022.
“Diplomat Rusia juga menjadi sasaran tindakan agresif. Mereka mendapat ancaman kekerasan fisik. Mobil mereka dibakar,” sambungnya.
Mengacu pada perjanjian kerangka kerja mengenai hubungan diplomatik, Kementerian Luar Negeri Rusia juga menyatakan bahwa pihak berwenang Ukraina gagal melindungi staf dipplomatik Rusia dari berbagai ancaman.
“Pihak berwenang Kiev telah gagal untuk bertindak atas ancaman-ancaman ini dan untuk melindungi para diplomat Rusia terlepas dari kewajiban mereka di bawah Konvensi Wina,” tutur Kementerian Luar Negeri Rusia.
“Dalam keadaan saat ini, prioritas utama kami adalah untuk menjaga diplomat Rusia dan staf Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal. Untuk melindungi hidup dan keselamatan mereka, pimpinan Rusia telah memutuskan untuk mengevakuasi personel misi asing Rusia di Ukraina,” sambungnya.
Langkah itu dilakukan sehari setelah Rusia mengakui Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Lugansk (LPR), yang memisahkan diri dari Ukraina pada 2014 setelah peristiwa Maidan dan kudeta di Kiev.
Menjelaskan keputusan itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim pengakuan itu diperlukan karena pihak berwenang Ukraina telah menyerah pada negosiasi dan berusaha untuk mengambil kembali wilayah yang memisahkan diri dengan paksa.
Kiev membantah mendukung solusi militer, sementara sekutu Baratnya menuduh Rusia merencanakan invasi habis-habisan ke Ukraina, yang ditolak Kremlin sebagai berita palsu.
DPR dan LPR menuduh Kiev bersiap melancarkan operasi militer, menyatakan pasukan Ukraina menembaki posisi mereka dengan artileri berat, dan melancarkan serangan terhadap infrastruktur lokal.
Para pejabat Ukraina berbagai menolak tuduhan tersebut, mengklaim bahwa Kiev tidak memiliki rencana untuk merebut kembali kedua wilayah itu dengan paksa dan menegaskan sejumlah serangan dilakukan oleh para separatis itu sendiri.