Defisit BPJS, Apakah Murni Fraud atau Ada Faktor Lain?

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – BPJS Kesehatan memprediksi potensi defisit keuangan perusahaan sampai akhir tahun ini bisa mencapai 28 triliun rupiah. Prakiraan angka tersebut berasal dari defisit tahun ini yang diproyeksi 19 triliun rupiah dan utang tahun lalu 9,1 triliun rupiah.

Namun, angka tersebut kemungkinan masih bisa bertambah.  Lalu sempat muncul anggapan bahwa defisit ini disebabkan oleh adanya praktik kecurangan (fraud). Apakah benar demikian?

Menanggapi hal ini, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Maruf berkata, penyebab defisit bukan semata-semata karena fraud saja. menjadi akar masalah utama dari permasalah ini adalah iuran yang ditetapkan masih di bawah nilai aktuaria.

“Sampai kapan pun, jika iuran peserta JKN-KIS masih di bawah perhitungan aktuaria, defisit akan tetap terjadi,” ujarnya kepada Mata Indonesia News, Rabu 31 Juli 2019.

Lebih lanjut ia berkata, satu hal yang perlu dipahami bahwa Penganggaran Program JKN-KIS selalu dihitung dengan pendekatan dan prinsip anggaran berimbang, yakni pengeluaran dan pendapatan harus sama, serta pendapatan utama bersumber dari iuran peserta.

“Berdasarkan perhitungan aktuaria, nilai iuran saat ini belum sesuai dengan angka ideal, karena itu defisit yang dialami program ini bersifat struktural sehingga butuh penyelesaian yang bersifat struktural pula, yaitu dengan menyesuaikan nilai iuran dengan nilai aktuaria,” kata Iqbal.

Kondisi Defisit BPJS Sudah Diprediksi dari Awal Tahun 2019

Iqbal pun menjelaskan bahwa sebenarnya kondisi defisit ini sudah diprediksi sejak awal dan tertuang dalam Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) BPJS Kesehatan Tahun 2019 yang telah disahkan sesuai regulasi dan disampaikan kepada kementerian atau lembaga terkait.

“Artinya, dalam hal ini setahun sebelum program berjalan, sudah diketahui bahwa Program JKN-KIS akan terjadi defisit. Angka-angka defisit ini terlihat dalam penyusunan RKAT. Kemudian, diantisipasi bersama,” ujar dia.

Apa Upaya Penanggulangan Defisit Ini?

Iqbal mengatakan bahwa setidaknya empat solusi komprehensif untuk menyelesaikan masalah finansial BPJS Kesehatan.  Pertama, dengan menyesuaikan besaran iuran. Kedua, memaksimalkan penagihan iuran (kolektibilitas).

Ketiga, mencegah moral hazard peserta dan kecurangan (fraud) oleh rumah sakit. Dan keempat, meningkatkan kerja sama dengan Pemerintah Daerah. Adapun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 mengatakan, dalam kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) defisit, pemerintah memiliki 3 pilihan untuk melakukan tindakan khusus yaitu dengan menyesuaikan iuran, menyesuaikan manfaat, atau memberikan suntikan dana. Tiga pilihan tersebut, harus dilakukan secara bersamaan dan terintegrasi.

“Jadi bukan hanya pemerintah yang berkewajiban menyuntikkan dana, namun juga harus muncul kesadaran bersama bahwa menaikkan iuran dan menyesuaikan manfaat layanan melalui pengaturan pelayanan suatu hal yang harus diterima masyarakat apabila program ini tetap akan berlanjut berkesinambungan,” kata Iqbal.

(Krisantus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

Stabilitas Nasional Pasca Pilkada Merupakan Tanggung Jawab Bersama

JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang baru saja berlangsung di berbagai wilayah di Indonesia, telah menunjukkan kemajuan...
- Advertisement -

Baca berita yang ini