MATA INDONESIA, ISTANBUL – Seiring perkembangan zaman media sosial berperan penting dalam kehidupan. Dan penggunaan media sosial di masyarakat dewasa ini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, terutama bagi generasi muda.
Media sosial adalah hal yang masih relatif baru dari segi perkembangan dan penggunaannya. Berbagai studi yang menganalisis dampak positif dan negatif sosial media masih terus dilakukan, terlebih di masa sekarang, di mana tingkat penggunaannya semakin tinggi.
Namun, bagi Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, media sosial tak ubahnya sebagai salah satu ancaman utama bagi demokrasi. Pemerintah Erdogan bahkan berencana mengesahkan Undang-Undang untuk mengkriminalisasi penyebaran berita atau informasi palsu alias hoax dan disinformasi online.
Akan tetapi, para kritikus mengatakan bahwa perubahan yang diusulkan akan memperketat pembatasan kebebasan berbicara.
Erdogan menyatakan, ketika pertama kali muncul sosial media dipuji sebagai suatu simbol kebebasan, tetapi sekarang telah berubah menjadi salah satu sumber utama ancaman bagi demokrasi saat ini.
“Dalam hal ini, penting untuk menginformasikan kepada publik untuk memerangi disinformasi dan propaganda dalam kerangka kebenaran,” kata Presiden Erdogan, melansir Al Jazeeran, Minggu, 12 Desember 2021.
“Kami berusaha melindungi orang-orang kami, terutama bagian masyarakat yang rentan dari kebohongan dan disinformasi tanpa melanggar hak warga negara kami untuk menerima informasi yang akurat dan tidak memihak,” sambungnya.
Erdogan menambahkan, jutaan nyawa orang “digelapkan” karena berita semacam itu menyebar dari saluran yang tidak memiliki mekanisme kontrol yang efektif.
Turki mengesahkan Undang-Undang tahun lalu yang mewajibkan platform media sosial yang memiliki lebih dari 1 juta pengguna untuk memiliki perwakilan hukum dan menyimpan data di negara tersebut. Perusahaan media sosial besar, termasuk Facebook, YouTube dan Twitter telah mendirikan kantor di Turki.
Undang-undang baru akan membuat penyebaran pelanggaran pidana “disinformasi” dan “berita palsu” dapat dihukum hingga lima tahun penjara, menurut laporan media pro-pemerintah. Itu juga akan membentuk regulator media sosial.
Laporan Freedom on the Net dari Freedom House, yang diterbitkan pada September, Turki dicirikan sebagai negara yang tidak memiliki kebebasan dalam bersosial media. Tercatat, berbagai konten kritis terhadap pemerintah dan penuntutan terhadap mereka yang memposting komentar yang tidak diinginkan akan dihapus.