Kelapa Sawit Jadi Andalan Pertanian Sumut untuk di Ekspor

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Karantina Pertanian Belawan mencatat 10 komoditas pertanian asal Sumatera Utara (Sumut) yang rutin diekspor ke berbagai negara sejak Januari hingga Oktober 2021. Kelapa Sawit penyumbang terbesar di antara yang lainnya.

Berdasarkan data IQFAST Badan Karantina Pertanian, permohonan sertifikasi untuk ekspor 10 komoditas pertanian unggulan asal Sumut di Karantina Pertanian Belawan selama Januari sampai dengan Oktober 2021 yakni minyak kelapa sawit sebanyak 832,14 ribu ton dengan nilai Rp12,5 triliun; kopi biji 53 ribu ton dengan nilai Rp3,1 triliun; pinang biji 90,16 ribu ton dengan nilai Rp2 triliun.

Tak hanya itu, ampas sawit 154,68 ribu ton dengan nilai Rp315 miliar; RBD palm olein dengan volume 46,65 ribu ton dengan nilai Rp742,8 miliar; karet lempengan  21,61 ribu ton dengan nilai Rp522 miliar.

Lalu, kayu karet sebanyak 10,64 ribu m3 dengan nilai Rp375,7 miliar; kayu oak putih15,63 ribu m3 dengan nilai Rp400,7 miliar; kelapa parut sebanyak 16,13 ribu ton dengan nilai Rp348 miliar; dan RBD palm stearin sebanyak 33,46 ribu ton dengan nilai Rp445,7 miliar.

“Kami mengapresiasi semua pihak yang turut mendukung ekspor komoditas pertanian unggulan Sumut ini sehingga bisa rutin dilakukan selama tahun 2021,” uajr Kepala Karantina Pertanian Belawan, Andi.

Menurutnya, 10 komoditas ini merupakan komoditas yang rutin diekspor dan juga lebih besar volumenya dibanding komoditas ekspor pertanian lainnya. Dengan mengekspor 10 komoditas pertanian tersebut secara rutin, otomatis akan meningkatkan ekspor komoditas pertanian asal Sumut.

Andi menjelaskan, untuk dapat mengekspor secara rutin, pihaknya selaku koordinator berupaya peningkatan ekspor pertanian di Sumut mendukung Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor Pertanian (Gratieks) yang digagas Menteri Pertanian, Syahrul Yasin.  

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini