MATA INDONESIA, JAKARTA – Sabtu 30 Oktober 2021, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko akan meresmikan Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia (Poltek Nuklir). Poltek Nuklir sebelumnya adalah Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN).
STTN hanya menyelenggarakan program diploma IV. Perubahan tersebut berlanjut dengan penguatan program pendidikan vokasi secara optimal. Sesuai dengan Standard Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT), kebutuhan industri, serta dunia kerja.
Handoko menyatakan ini merupakan milestone ke-3 bagi pendidikan vokasi yang berdiri sejak 1985 dan berubah menjadi STTN pada 2001.
”Dengan transformasi ini, Poltek Nuklir menjadi pusat pendidikan vokasi terkait teknologi nuklir. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tingkat global,” ujar Handoko, Jumat, 29 Oktober 2021.
BRIN bersama segenap pimpinan di Poltek Nuklir mencanangkan target peningkatan status akreditasi menjadi A dari akreditasi B. Kemudian, penambahan kapasitas menjadi 1.000 mahasiswa dari 400 mahasiswa saat ini.
Selain itu menambah jumlah prodi mengikuti perubahan/kebutuhan zaman serta menyelenggarakan S2 dan S3 Terapan. Kemudian, peningkatan kualitas melalui penguatan global engagement dengan pendidikan tinggi dan linstitusi riset sejenis di luar negeri.
Handoko menambahkan, untuk mencapai target tersebut BRIN akan mendukung secara total melalui beberapa kebijakan konkret. Antara lain pembebasan biaya masuk dan uang kuliah tunggal (UKT) bagi seluruh mahasiswa Poltek Nuklir mulai semester depan. Kemudian, penyediaan asrama bagi mahasiswa tahun pertama dan kedua.
Lalu, revitalisasi dan integrasi infrastruktur serta program pendidikan dan riset dengan BRIN, peningkatan kuantitas, dan kualitas dosen dengan percepatan peningkatan kualifikasi melalui S2/S3 by-research. Selanjutnya, peningkatan mobilitas SDM antara Poltek dan BRIN dalam bentuk pembantu periset di BRIN.
“Dan fasilitas nuklir lain; mobilisasi periset BRIN menjadi dosen di Poltek seperti mobilisasi pensiunan menjadi Dosen, dan seluruh dosen maupun mahasiswa wajib menguasai bahasa Inggris,” katanya.
Deputi SDM IPTEK BRIN, Edy Giri Rachman Putra menyebut adanya perubahan status ini akan menjadi tantangan baru, baik dalam sistem pembelajaran maupun penguatan SDM. Tantangan ke depan, kata dia, yakni melakukan antisipasi lingkungan strategis baik internal maupun eksternal.
Menurutnya, program Nuclear Teaching Industry (NTI) sebagai bagian dari link and match antara perguruan tinggi dan industri. Harapannya, program ini akan semakin berkembang saat STTN sudah berubah menjadi Politeknik.
Industri menjadi mitra untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa, sebagai tempat belajar yang nyata, meminimalkan kesenjangan teori dan praktik di dunia kerja. Hal ini, kata dia, menjadi salah satu keunggulan kompetitif untuk mahasiswa Poltek Nuklir.
Sebagai perguruan tinggi diploma bidang vokasi, mahasiswa Poltek Nuklir dibekali dengan sertifikasi Surat Izin Bekerja Petugas Proteksi Radiasi (SIB PPR). SIB PPR merupakan sebuah lisensi yang wajib dimiliki oleh pengguna zat radioaktif baik industri maupun lembaga yang memanfaatkan zat radioaktif.
Selain sertifikasi PPR Industri, juga ada tambahan sertifikasi kompetensi bagi mahasiswanya, yaitu SIB PPR Medik, UT ( Ultrasonic Test) level 2 dan lisensi Operator Radiografi (OR). Poltek Nuklir akan semakin terbuka, kuat berjejaring dengan industri, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi.