MATA INDONESIA, JAKARTA – Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengapresiasi rekomendasi pemecahan komprehensif untuk masalah Papua yang diajukan oleh Lemhannas RI. Pertemuan antara Wapres dandan Lemhannas merupakan kesempatan baik dalam rangka mengidentifikasi isu strategis untuk mendapatkan solusi komprehensif bagi penyelesaian masalah Papua secara holistik. Rekomendasi penyelesaian masalah Papua dipaparkan oleh Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Pur) Agus Widjojo dalam pertemuannya dengan Ma’ruf Amin di Kantor Wapres pada Senin 11 Oktober 2021.
Dengan merujuk pada Keppres Nomor 20 Tahun 2020 terkait penunjukan Wakil Presiden merupakan Ketua Dewan Pengarah Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Ma’ruf Amin pun bertekad untuk akan terus mendorong percepatan pembangunan kesejahteraan untuk Papua. Oleh karenanya, dibutuhkan saran dan rekomendasi bagi perumusan Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat termasuk pengentasan kemiskinan ekstrem di Tanah Papua, dan bagi pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Ditegaskan oleh Ma’ruf Amin, pemerintahmemberikan dukungan dan komitmen tinggi terkait dengan Pembentukan Pengadilan HAM, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Papua, serta Perwakilan Komnas HAM.
Lebih jauh lagi, Ma’ruf Amin menegaskan, pemerintah sangat menghormati hak atas tanah adat masyarakat adat Papua. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) menjadi momentum pembaruan kebijakan pertanahan, antara lain dengan adanya PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah dimana hak pengelolaan yang berasal dari Tanah Ulayat ditetapkan kepada masyarakat hukum adat.
Terkait pengelolaan dana otsus, BPKP terus-menerus melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Provinsi/Kabupaten/Kota di Papua. Hal tersebut untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian penggunaan dana otsus agar tepat sasaran.
Sementara Agus Widojo dalam paparannya mengatakan rekomendasi Lemhannas ini merupakan hasil dari Focus Group Discussion (FGD) dan Round Table Discussion (RTD).
Berikut sejumlah rekomendasi yang diberikan oleh Lemhanas di antaranya ;
Pertama, perlu penunjukan diplomat orang asli Papua (OAP) yang memahami permasalahan Papua untuk meningkatkan diplomasi di luar negeri dan berbicara tentang Papua di forum internasional.
Kedua, perlu segera melakukan pemekaran wilayah Papua (sesuai ketentuan perundang undangan) untuk dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan, dan membatasi ruang gerak dari KST Papua.
Ketiga, upaya intensif pembinaan generasi muda Papua (OAP) terutama mahasiswa, agar dapat memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh paham separatis.
Keempat, dirasa sangat perlu peningkatan kualitas SDM Kepala Daerah dengan memperbaiki sistem Pemilukada.
Kelima, perlu mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat melalui pembangunan, dengan lebih memberdayakan Kementerian dan Lembaga Pemerintah terkait dan Pemerintah Daerah
Keenam, terkait pelestarian budaya Papua, agar lebih diarahkan untuk pemberdayaan OAP sesuai potensi daerah setempat (pertanian/perkebunan, peternakan, pertambangan rakyat dan lain lain). Oleh karenanya perlu segera dilaksanakan kegiatan pendampingan, pembinaan dan pengawasan kepada Pemda dalam pengelolaan dana Otsus, dan APBD, serta Kepala Kampung dalam pengelolaan.
Ketujuh, perlu dilakukan pendataan penduduk dengan baik (secara manual untuk daerah pegunungan) oleh BPS, agar dapat mengetahui dengan pasti jumlah dan tingkat kesejahteraan OAP yang ada di Papua dan Papua Barat, untuk dapat lebih memfokuskan sasaran pembangunan.
Kedelapan, perlu upaya yang intensif untuk mencari sumber dana yang mengalir ke KST Papua, dan mengambil langkah hukum untuk memutus aliran dana tersebut.
Kesembilan, perlu menyelesaikan tuduhan terjadinya kasus pelanggaran HAM sejak dimulainya upaya untuk mengatasi perlawanan OPM tahun 1965 sampai sekarang, melalui proses hukum dan juga penyelesaian sesuai dengan adat/budaya Papua.
Kesepuluh, perlu membuat pemetaan (data) tentang tingkatan budaya masyarakat dari masing masing daerah, agar dapat memahami kebutuhan masyarakat setempat, sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaaan pembangunan serta keamanan.
Kesebelas, banyaknya tanah adat (ulayat) yang dijual, sehingga menyebabkan banyak OAP yang kesulitan dalam mendukung mata pencahariannya untuk kehidupan sehari hari, maka perlu ada larangan untuk menjual tanah adat (ulayat), namun dapat disewakan dalam waktu yang lama.
Kedua belas, masih adanya perbedaan persepsi tentang sejarah Papua, untuk itu perlu menyusun kembali sejarah Papua yang lengkap (sejak sebelum kemerdekaan) oleh ahli sejarah nasional dan Papua, agar mampu menyentuh hati masyarakat Papua untuk bangga sebagai bangsa Indonesia.
Ketiga belas, dalam operasi pemulihan keamanan, perlu ada ketegasan rantai komando tunggal yang memadukan otoritas pemerintahan sipil dalam fungsi pemerintahan, Polri dalam fungsi kamtibmas, dan TNI dalam tugas pokok menghancurkan kekuatan militer KST Papua.
Keempat belas, aparat keamanan khususnya satuan keamanan bersenjata (TNI, Brimob) perlu dipersiapkan/dilatih dengan baik sesuai tugas yang akan dihadapi, diberi pembekalan tentang aturan pelibatan (Rules of Engagement/RoE), adat istiadat/budaya masyarakat setempat, serta didukung dengan alat peralatan dan sarana prasarana yang memadai sesuai dengan kondisi daerah tempatnya bertugas.
Kelima belas, perlu segera menerbitkan Perpres tentang pelibatan TNI dalam operasi perbantuan kepada pemerintahan sipil di masa damai.