MATA INDONESIA, – 17 Agustus 2021, Indonesia telah merayakan ulang tahunnya yang ke-76. Banyak cerita yang telah dialami bangsa ini selama rentang waktu tersebut. Suka dan duka bergantian setiap hari. Apalagi pandemi covid masih ada di sini.
Pandemi memang bukan hanya melanda negeri ini. Seluruh dunia pun terkena dampaknya. Ekonomi bangsa mulai terpuruk, banyak aspek terganggu karenanya. Bidang pariwisata ikutan terkena dampaknya. Indonesia berduka dengan kehilangan banyak orang tercinta. Orang-orang besar yang berperan serta dalam pembangunan negeri di Indonesia banyak yang pergi meninggalkan nama.
Pandemi menyisakan banyak cerita di hati setiap orang, termasuk cerita di dalam keluarga saya. Bulan Juni-Juli kemarin adalah perjuangan berat bagi keluarga besar saya. Beberapa keluarga besar dan sahabat banyak yang terkena covid.
Banyak bagian dari bangsa ini yang tidak percaya dengan covid bahkan mereka acuh tak acuh dengan kebenaran yang ada. Namun, saat keluarga dan sahabat mereka terkena virus ini, mereka baru sadar bahwa covid benar-benar nyata dan ada.
Begitupun dengan keluarga besar saya. Di Jakarta, satu keluarga besar saya terjangkit oleh virus ini. Mereka diisolasi secara mandiri di Wisma Atlet. Keluarga besar saya di Palembang pun mengalami hal yang sama, diisolasi di rumah sakit. Kedua orang tua saya pun mengalami hal yang sama, hanya saja mereka masih bisa dirawat secara mandiri di rumah.
Saya akan menceritakan pengalaman yang terjadi dengan kedua orang tua saya. Awalnya rasa tidak percaya terhadap virus ini menghinggapi keluarga saya. Namun, setelah banyak anggota keluarga yang terpapar covid, perlahan rasa tidak percaya itu hilang. Yang ada adalah menjaga diri untuk lebih waspada lagi.
Adik ipar saya sudah lebih dahulu terpapar covid. Dia sempat terpuruk, seperti kehilangan gairah hidup ketika pertama kali dinyatakan positif covid. Hidupnya seakan terjepit dengan kebimbangan antara dua pilihan, isolasi mandiri di rumah bersama anak-anak atau anak-anak di rumah orang tua saya. Yang menjadi beban pikirannya karena saat itu suaminya sedang dinas di luar kota.
Berat hati dia rela berpisah dengan ketiga bocah putra dan putri selama 14 hari lebih. Semangat hidupnya kian menurun karena merasa sendirian di rumah. Namun, keluarga menyemangati terus. Ketiga anaknya pun tak berhenti menelepon. Saat itu dia mulai bangkit. Dia sadar bahwa ada 3 bocah yang harus dirawat dan dia harus sehat seperti semula.
Keadaan yang sama pun dialami oleh Papa dan Mama saya. Namun, yang paling menakutkan adalah keadaan Papa. Hari ketiga setelah divonis positif covid, Papa tidak mau makan. Karena hal itulah, Papa dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan selama sehari. Namun, melihat kondisi Papa yang sudah agak mendingan, Papa dibolehkan dirawat jalan.
Perjuangan Papa dalam melawan virus ini cukup berat. Sampai beliau menyerahkan kain kafan dan perlengkapannya kepada saudara saya. Tentu saja hal ini membuat kami bersedih. Saya yang tinggal berjauhan kota dengan Papa dan Mama menjadi sedih. Saya hanya bisa menelepon dan menyemangati Papa.
Dengan semangat dari anak-anaknya yang jauh, Papa mulai makan. Setelah dua minggu lebih, alhamdulillah, Papa dan Mama bisa melewatinya. Mereka membagikan cerita dan terus menasihati saya agar waspada. Apalagi mendengar desa saya sudah dikategorikan zona merah.
Sekarang, Papa dan Mama bisa menyerukan kepada seluruh keluarga dan teman-teman untuk tidak lemah terhadap virus ini. Mereka juga lebih waspada lagi dalam menjalani aktivitas harian. Mereka berusaha memperbanyak berbuat baik karena tidak ada yang tahu kapan ajal menjemput.
Sahabat, virus covid memang tidak kasat mata. Oleh karena itulah kita harus waspada. Kemarin, para keluarga dan teman sudah terkena. Jangan sampai kita terlena. Virus itu mengintai kita.
Ada banyak hikmah dari kemunculan virus. Pertama, dari adanya virus ini saya belajar untuk selalu bersyukur. Karenanya saya harus menjaga diri dan keluarga dengan baik. Sehat itu lebih berharga. Makanan yang terlihat nikmat dan menggairahkan mata tidak akan menggiurkan bila sakit. Ingat sehat, sebelum sakit.
Kedua, semangat peduli itu sangat penting sekali untuk kesembuhan. Benar bila ada yang mengatakan senyum yang tulus, sapaan yang bersahabat akan meneguhkan kaki untuk melewati semua cobaan. Memberi perhatian kepada teman, keluarga, dan tetangga yang sakit sangat mempengaruhi semangat mereka. Jadi, sebisa mungkin berikan perhatian kecil untuk kesembuhan mereka.
Ketiga, pandemi ini mengajarkan saya untuk tidak sombong. Tubuh yang kuat pun akan ambruk bila sakit. Perbanyak bekalan amal kebaikan adalah lebih baik untuk dilakukan.
Keempat, pandemi ini mengajarkan saya untuk lebih menjaga diri dalam meningkatkan kebersihan diri dan keluarga. Kewaspadaan terhadap virus. Dengan mencegah menghampiri kita berarti kita telah melakukan usaha maksimal.
Kelima, setelah berusaha maksimal, saya belajar untuk menyerahkan semua kepada Allah. Saya berdoa semoga pandemi segera berakhir. Indonesia ini ingin tumbuh. Indonesia ingin berbuat baik. Saya pun ingin berbuat untuk negeri ini. Bangkit Indonesia, Semangatlah selalu.
Penulis: Meliana Aryuni
- Instagram: @meliirham