Kritik Atas Reaksi Veronica Koman, Pengamat Intelijen Tegaskan Pelaku Sedang Jalani Proses Hukum

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tindakan kekerasan yang dilakukan dua personel TNI AU terhadap seorang warga di Jalan Raya Mandala, Muli, Merauke, Papua mendapat kecaman dari Veronica Koman.

Ia mengancam akan melaporkan pemerintah Indonesia ke Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-CERD/United Nation-The Committee on the Elimination of Racial Discrimination). Rencana gugatan itu akan dilayangkan jika oknum TNI AU yang menginjak kepala warga Papua tak diseret ke pengadilan umum.

Namun tudingan Veronica Koman tersebut dipatahkan oleh pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta. Ia mengatakan, sejauh ini pemerintah telah mengambil sikap untuk proses hukum pelaku.

“Dan hal ini sudah dilakukan, pelaku sudah ditahan dan menjalani proses hukum,” ujarnya kepada Mata Indonesia, Rabu 28 Juli 2021.

Tidak hanya itu, Panglima TNI Marsekal hadi Tjahjanto juga telah menginstruksikan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo untuk mencopot Danlanud dan Dansatpom Merauke yang menjadi atasan kedua pelaku tersebut karena dianggap tidak bisa melakukan pembinaan.
“KSAU juga secara terbuka sudah minta maaf terkait hal ini,” katanya.

Stanislaus juga mengungkapkan bahwa selain dari Kepala Staf TNI-AU, perhatian juga diberikan oleh Kapala Staf Kepresiden Moeldoko. Ia mengatakan bahwa KSP akan mengawal proses hukum kedua pelaku.

“Ia juga akan memastikan agar pelaku dapat diproses secara hukum yang transparan dan akuntabel. Selain itu Moeldoko juga memastikan bahwa korban mendapat perlindungan serta pemulihan,” ujarnya.

Alumni Kajian Stratejik Inteljen UI tersebut juga menghimbau agar masyarakat sebaiknya tetap tenang dan mempercayakan permasalahan ini kepada TNI-AU dan pemerintah.

“Jangan sampai masyarakat terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, terutama yang mempunyai kepentingan pribadi atau kelompok yang tidak mengingingkan situasi yang kondusif,” katanya.

Ia juga menilai kejadian di Merauke tak bisa serta merta disamakan dengan kasus George Floyd di AS karena lokus dan motifnya berbeda.

“Beda konteks, dan tidak perlu disamakan hanya untuk legitimasi kelompok tertentu dalam melakukan kepentingan mereka,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Memperkokoh Kerukunan Menyambut Momentum Nataru 2024/2025

Jakarta - Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, berbagai elemen masyarakat diimbau untuk memperkuat kerukunan dan menjaga...
- Advertisement -

Baca berita yang ini