MATA INDONESIA, JAKARTA – Kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) dinilai lebih terorganisir karena diduga masih memilki seleksi yang ketat dalam proses kaderisasi. Mereka matang dan bisa membaur di tengah masyarakat. Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menegaskan bahwa masyarakat perlu terlibat dalam pencegahan pemberantasan terorisme.
“Perlu penguatan kemampuan masyarakat sehingga mampu melakukan deteksi dini dan berkolaborasi dengan pemerintah untuk cegah dini,” kata Stanislaus Riyanta kepada Mata Indonesia News, Jumat 26 Maret 2021.
Secara umum, peran masyarakat sebagai upaya deteksi dini merupakan langkah memberantas teroris secara semesta. Maka mulai dari sektor pendidikan diperlukan aturan yang efektif menyasar tindak radikal dan intoleransi.
Guru Besar Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Prof Iwan Gardono Sujatmiko menegaskan bahwa di sekolah pun sudah harus ada aturan untuk mengatasi masalah terkait.
“Aturan-aturan internal ini perlu merujuk pada perundang-undangan yang berlaku sehingga akan efektif jika ada pelaku tindakan radikal dan intoleran ini. Pencegahan secara semesta atau pagar betis akan efektif jika telah ada dan jelas para pelaku tindakan radikal negatif tersebut sudah melanggar ideologi dan konstitusi seperti dalam kasus konflik separatis bersenjata yang didasarkan pada agama atau etnik,” kata Prof Iwan.
Selain itu ia juga mengatakan bahwa perlu ada upaya untuk memberikan penjelasan pada publik apa saja dan siapa saja yang bisa masuk kategori radikalisme tersebut. Tujuannya supaya publik mengetahui jika ada tindakan yang berpotensi mengarah ke radikal. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesepahaman masyarakat dalam menangkal radikalisme.