Pemimpin Kudeta Min Aung Hlaing, Jenderal Kejam Pembasmi Etnis Rohingya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA– Awal Februari ini kondisi mencekam terjadi di Myanmar. Sekelompok junta militer Myanmar berhasil mengudeta sejumlah tokoh sipil yakni, Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Mynt, dan pemimpin senior lainnya. Mereka ditangkap dan disingkirkan. Pemerintahan diambil alih Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.

Jenderal Min Aung Hlaing ditunjuk untuk mengambil alih kekuasaaan negara Myanmar di periode ini. Kapasitasnya sebagai panglima tertinggi memberikan pengaruh yang signifikan selama satu dekade terakhir.

Sebenarnya, siapa Jenderal Min Aung Hlaing itu?

Dilansir dari BBC, Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing merupakan seorang pria yang lahir pada 3 Juli 1956 yang menghabiskan kariernya di dunia militer. Ia memulai kariernya dari seorang kadet atau calon perwira.

Sebelumnya, ia sempat mengenyam pendidikan ilmu hukum di Universitas Yangon pada tahun 1972 hingga 1974. Lalu ia memutuskan untuk masuk bergabung ke dalam universitas militer utama yaitu Akademi Layanan Pertahanan (DSA) tahun 1974.

Ia dikenal sebagai orang yang pendiam oleh teman-temannya. Namun Min Aung Hlaing adalah orang yang gigih dalam karier militernya. Di tahun 2009, ia menjadi Komandan Biro Operasi Khusus-II.

Nama Min Aung Hlaing dikenal dalam operasi ini karena kekejamannya. Ia mengawasi operasi militer di wilayah timur laut. Puluhan pengungsi etnis minoritas pontang panting melarikan diri dari wilayah provinsi Shan bagian timur dan wilayah Kokang karena diburu dan dibunuh.

Min Aung Hlaing memang dikenal kejam. Bersama pasukannya, ia dituduh melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran. Kekejamannya itu, membuat kariernya terus meningkat. Di tahun 2010 bulan Agustus, ia menjadi Kepala Staf Gabungan.

Tak membutuhkan waktu setahun, ia dipilih untuk menduduki jabatan tertinggi milter. Ia bahkan mengalahkan jenderal lain yang lebih senior. Ia menggantikan posisi pemimpin lama Than Shwe, sebagai Panglima Tertinggi pada Maret 2011.

Sewaktu awal ia menjabat posisi tersebut, seorang blogger dan penulis Hla Oo mengatakan bahwa keduanya telah saling kenal semasa kanak-kanak. Ia menggambarkan panglima tertinggi itu sebagai ‘pejuang yang tangguh dari Tentara Myanmar yang brutal’. Namun ia juga menyebut Min Aung Hlaing sebagai ‘sarjana dan pria yang serius’.

Jenderal Min Aung Hlaing memulai jabatan tertingginya itu bertepatan pada saat Myanmar beralih ke demokrasi tahun 2011.  Ia tertarik untuk mempertahankan kekuasaan Tatmadaw atau sebutan terhadap angkatan bersenjata militer di Myanmar.

Pengaruh politik dan kehadirannya meningkat ketika Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) yang didukung militer memimpin kekuasaan pemerintahan. Bahkan di tahun 2016, ketika Liga Nasional Demokrasi (NLD) berlangsung, ia dengan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi terlihat beradaptasi dalam bekerja dan tampil di acara publik bersama.

Di tahun 2016 dan 2017, militer kemudian mengintensifkan tindakan penahanan terhadap etnis minoritas Rohingya di bagian Rakhine Utara. Bahkan ia mendapatkan kecaman dan sanksi internasional atas dugaan ‘genosida’ pada Agustus 2018 atas perannya dalam serangan militer terhadap etnis minoritas Rohingya.

Kariernya yang meningkat bahkan dari segi kepopulerannya harus sirna karena pernyataan Dewan HAM PBB yang menyatakan panglima tertinggi tersebut harus diselidiki dan dituntut atas dugaan aksinya itu. Facebook pun menghapus akunnya. Bersama dengan individu dan organisasi lain yang telah ‘memungkinkan melakukan pelanggaran HAM serius di Myanmar’.

Amerika Serikat pun memberikan sanksi dua kali pada 2019 dengan dugaan ‘pembersihan etnis’ serta pelanggaran HAM. Di bulan Juli 2020, Inggris pun turut menjatuhi sanksi.

Hal tersebut tidak menghalangi kariernya dalam dunia politik. Ia pun melihat ada perubahan pada peta politik Myanmar. Tatmadaw tetap mempertahankan 25 persen kursi parlemen dengan alih menolak upaya NLD untuk mengubah konstitusi dan membatasi kekuatan militer.

Dibalik itu semua, pada pemilihan umum yang terjadi November 2020, NLD menang. Di bulan berikutnya, Tatmadaw dan USDP (partai yang didukung militer) berulang kali menolak karena dugaan adanya kecurangan pemilu.

Sebenarnya desas desus akan ada kudeta berkembang ditengah perseteruan antara pemerintah dan militer. Pada 27 Januari 2021, militer memperingatkan “konstitusi akan dihapuskan jika tidak diikuti”. Namun media ternyata salah mengartikan perkataannya, dan militer kemudian mengubah sikap tersebut.

Senin, 1 Februari 2021, Tatmadaw menahan Pemimpin Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan yang lainnya. Tatmadaw kemudian memberlakukan keadaan darurat selama setahun dan pimpinan kini berada di bawah pemerintahan Jenderal Min Aung Hlaing.

Jenderal Min Aung Hlaing seharusnya sudah mengakhiri masa pensiunnya di usianya ke 65 tahun pada Juli mendatang. Tetapi ia mengambil resiko untuk berkuasa di Myanmar.

Reporter : Irania Zulia

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Diharapkan Jadi Pendorong Inovasi dalam Pemerintahan

Jakarta - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024, diharapkan dapat mendorong inovasi serta memperkuat sinkronisasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini