Tunda Lockdown, Macron Yakin Prancis Dapat Mengendalikan Virus Corona

Baca Juga

MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Ketika banyak negara kembali menerapkan lockdown, Presiden Prancis, Emmanuel Macron tetap pada pendiriannya, menunda. Sang presiden percaya pada kemampuan Prancis untuk mengendalikan penyebaran virus corona tanpa perlu kembali memberlakukan lockdown periode ketiga.

“Saya memiliki kepercayaan pada kami. Jam-jam yang kita jalani ini sangat penting. Mari kita lakukan semua yang kita bisa untuk memperlambat epidemi bersama,” kata Macron, melansir Reuters, Minggu, 31 Januari 2021.

Prancis menutup perbatasannya untuk semua perjalanan pada Minggu (31/1), kecuali perjalanan penting dari dan ke negara-negara di luar Uni Eropa. Dan mereka yang masuk ke Negeri Mode diwajibkan menyerahkan hasil tes negatif virus corona.

Sementara pusat perbelanjaan akan ditutup dan patroli polisi tetap disiagakan. Semua aktivitas maksimal dilakukan hingga pukul 6 sore waktu setempat.

Akan tetapi, kebijakan Presiden Macron bertolak belakang dengan otoritas kesehatan, di mana mereka merekomendasikan new lockdown dan hasil dari jajak pendapat menunjukkan lebih dari tiga perempat orang Prancis berpikir bahwa lockdown tak dapat dihindari. Jajak pendapat ini sekaligus menunjukkan tingkat kepercayaan publik yang menurun terhadap penanganan virus corona yang dilakukan oleh pemerintah.

Prancis melaporkan 24.393 kasus infeksi virus corona pada Sabtu (30/1). Sementara jumlah pasien virus corona di rumah sakit tetap di atas angka 27 ribu untuk hari kelima berturut-turut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Bergerak Menyeluruh, Pemulihan Daerah Bencana di Sumatera Terus Dipercepat

Oleh : Kurnia Efendi )* Pemerintah dan negara telah menunjukkan respons yang sangat cepat, terukur danjuga menyeluruh dalam menangani dampak dari terjadinya bencana banjir dan tanahlongsor yang melanda Aceh pada akhir tahun 2025.  Beragam langkah tersebut menunjukkan dengan sangat nyata bagaimanapemerintah bergerak aktif dalam memastikan upaya pemulihan pascabencanaberjalan dengan konsisten, tidak terputus, dan mampu menjangkau seluruh wilayahterdampak.  Di tengah tantangan geografis yang ada, dan bagaimana kerusakan infrastrukturyang terjadi secara luas di sana, penguatan solidaritas nasional juga turut menjadifondasi utama agar masyarakat Aceh tidak menghadapi masa sulit tersebut dengansendirian. Presiden Prabowo Subianto kembali hadir secara langsung ke tempat bencana dansudah menempatkan pemulihan daerah bencana sebagai prioritas. Bukti nyata darikehadiran langsung Kepala Negara tersebut menjadikan pemerintah memusatkanperhatian pada pembukaan kembali akses jalan dan jembatan strategis yang terputus akibat banjir bandang dan longsor.  Ruas-ruas vital, salah satunya di Aceh seperti Bireuen–Takengon dipulihkan secarabertahap oleh pemerintah agar distribusi logistik, layanan kesehatan, dan mobilitaswarga kembali dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Pendekatan tersebutmenunjukkan orientasi pemerintah pada pemulihan fungsi dasar wilayah sebagaiprasyarat bangkitnya aktivitas sosial dan ekonomi. Selain infrastruktur, pemerintah memastikan jaminan kebutuhan pokok masyarakatterdampak tetap terjaga. Ketersediaan pangan di pengungsian dipantau secaraketat, dengan suplai yang disiapkan dari berbagai daerah lain untuk mengantisipasigangguan distribusi lokal.  Langkah tersebut memperlihatkan bahwa pemulihan tidak semata berfokus padapembangunan fisik, tetapi juga pada perlindungan kehidupan sehari-hari wargaselama masa transisi. Pemerintah juga mengambil kebijakan penyesuaian terhadapkewajiban ekonomi masyarakat terdampak, khususnya petani dan pelaku usahakecil, agar beban pascabencana tidak berlipat. Pemulihan hunian menjadi agenda penting berikutnya. Pemerintah merencanakanpembangunan sekitar seribu unit hunian tetap bagi warga yang kehilangan tempattinggal, dengan penahapan yang disesuaikan kondisi lapangan.  Kabupaten Aceh Tamiang menjadi fokus awal karena tingkat kerusakan yang signifikan. Perencanaan hunian tersebut mempertimbangkan aspek keselamatan, akses terhadap mata pencaharian, serta kedekatan dengan komunitas asal, sehingga relokasi tidak memutus ikatan sosial warga. Pemerintah juga menyiapkanhunian sementara agar pengungsi dapat segera keluar dari kondisi darurat menujutempat tinggal yang lebih layak. Penguatan solidaritas nasional terlihat nyata melalui keterlibatan berbagai elemenbangsa. Puluhan lembaga kemanusiaan mengerahkan ribuan relawan untukmembantu evakuasi, distribusi logistik, dan layanan sosial di lapangan.  Pemerintah daerah dari luar Aceh turut menyalurkan bantuan sebagai wujudkepedulian antarwilayah, baik dalam bentuk dana, logistik, maupun dukungan teknis. Keterlibatan sektor swasta dan yayasan sosial memperkuat kapasitas negara dalammenjangkau kebutuhan masyarakat terdampak secara lebih luas dan cepat. Aspek transparansi dan integritas menjadi perhatian penting dalam keseluruhanproses pemulihan. Pemerintah menegaskan pengawasan ketat terhadap penyaluranbantuan dan penggunaan anggaran agar tepat sasaran serta bebas daripenyelewengan.  Pendekatan tersebut penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligusmemastikan bahwa setiap dukungan benar-benar dirasakan manfaatnya olehmasyarakat. Komunikasi dengan lembaga internasional juga dilakukan untukmemperkuat dukungan rehabilitasi jangka panjang, terutama pada sektorpendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak, tanpa mengurangi kendali nasionalatas proses pemulihan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan skala dampak yang luas, dengan lebih dari seratus ribu unit rumah mengalami kerusakan di 18 kabupaten dan kota di Aceh. Kepala Pusat Data, Informasi, dan KomunikasiKebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan bahwa pendataan kerusakan terusdiperbarui sebagai dasar perencanaan lanjutan.  Pemerintah menggunakan data tersebut untuk menentukan skema pembangunanhunian, baik perbaikan di lokasi semula bagi rumah rusak ringan maupun relokasi kekawasan yang lebih aman bagi rumah rusak berat dan hilang. Pendekatan berbasisdata tersebut menjadi kunci agar pemulihan tidak bersifat sementara, tetapiberkelanjutan dan berorientasi mitigasi. Pemulihan Aceh juga berjalan seiring dengan penanganan bencana di provinsiSumatera lain yang terdampak. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur danPembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan bahwapemerintah mengerahkan alat berat untuk membuka kembali puluhan ruas jalan danjembatan yang tertutup longsor.  Fokus utama diarahkan pada penyambungan jalur utama secara temporer agar logistik dan bantuan medis dapat menjangkau wilayah terisolasi. Sambil melakukanperbaikan sementara, pemerintah merancang pembangunan permanen yang lebihtahan bencana sebagai investasi jangka panjang. Pendekatan paralel antara tanggap darurat dan pemulihan infrastruktur dasarmenunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempercepat fase rehabilitasi danrekonstruksi. Evakuasi korban, layanan kesehatan, dan penyediaan logistik tetapmenjadi prioritas, namun aksesibilitas wilayah tidak menunggu hingga kondisisepenuhnya pulih. Strategi tersebut memungkinkan aktivitas sosial dan ekonomiberangsur kembali, sekaligus mempercepat pemulihan psikologis masyarakat. Seluruh rangkaian langkah tersebut menegaskan bahwa solidaritas nasional bukansekadar slogan. Pemerintah memastikan kehadiran nyata melalui kebijakan, sumberdaya, dan kerja lintas sektor yang terkoordinasi.  Pemulihan Aceh bergerak maju dengan pendekatan menyeluruh, dari pangandan hunian hingga infrastruktur dan mitigasi. Dengan fondasi tersebut, proses bangkitnya Aceh tidak hanya ditujukan untuk kembali seperti semula, tetapiuntuk menjadi wilayah yang lebih kuat, aman, dan tangguh menghadapitantangan di masa depan. (*) )* Penulis adalah Pengamat Kebencanaan
- Advertisement -

Baca berita yang ini